spot_img
Minggu, April 28, 2024
spot_img

Komparasi Vonis Gus Nur dan HRS, Bohongnya LBP serta Menurut Pakar Hukum Dunia

Dan sebenar – benarnya perbuatan Para Terdakwa justru melulu merupakan hak hukum mereka selaku WNI, karena dipayungi grund norm atau asas legalitas yang terdapat pada :

Undang – undang UU. No. 9 Tahun 1998, Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, TentangĀ  UU. No. 28 Tahun 1999. Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan UU. No. 39 Tentang Kebebasan HAM. serta UU. No. 14 Tahun 2008. Tentang Keterbukaan Informasi Publik, untuk menjamin hak WNI. yang harus dilayani secara tranparansi oleh Para Pejabat Publik dan kesemuanya hal terkait hak masyarakat untuk mendapatkan prinsip tentang tranparansi itu terakumulasi pada asas good governance sebagai implementasi daripada good governement yang terdapat pada semua sistim hukum pidana dan Hukum Tata Negara, terkecuali tidak ada hanya pada UU. Keperdataan / KUHPer. Atau Burgelijk Wetbook.

- Advertisement -

Sedangkan payung hukum sebagai hak publik ( hak kedua Terdakwa) hirarkis-nya dalam perbuatannya berasal dari Pancasila sebagai sumber hukum ( staatfundamentalnorm ) sesuai yang tertera pada pembukaan UUD. 1945 lalu turun ke Pasal 28 UUD. 1945, yang isinya menetapkan, ” bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang.”

Lalu Penjabaran asal dsri Pasal 28 UUD. 1945 terdapat pada konsideran di pembukaan atau awalan semua pertimbangan pembentukan undang – undang, serta pada realitanya, didalam setiap sistim perundang undangan yang ada dan berlaku positif, didapatuliĀ  pasal-pasalnya tentang ” peran serta masyarakat “, sebagai peran kontrol terhadap setiap sepak terjang individu para penyelenggara negara atau pejabat publik secara keseluruhan dan belaku equal ( terhadap pejabat eksekutif dan legislatif dan yudikatif ), lalu peran serta masyarakat yang dituntut oleh undang tersebut menjadikan tindakan – tindakan yang halal karena beralaskan hak bagi setiap individu maupun kelompok untuk dilaksanakan, bahkan sebagai bentuk kemuliaan karena memiliki wujud sinergitas atau kooperatif terhadap para penegak hukum dalam melaksanakan tupoksi masing- masing, serta konsekuensi logisnya adalah kedua belah pihak ( penyelenggara negara dan masyarakat ) harus mematuhi asas atau prinsip – prinsip tersebut demi pelaksanaan ideal terhadap sistim undang – undang yang wajib mesti dijalankan oleh penyelenggara negara dan masyarakat sebagai pemilik hak kontrol, melalui wujud atau implementasi ; ” penyelenggara harus siap menerima jika dikritisi, diingatkan, atau diprotes ( melalui aksi massa/ unjuk rasa atau demo ) dan atau diberi masukan, serta dimintakan informasi ( sesuai asas tranparansi dan asas akuntabilitas ) ” , bahkan kewajaran secara hukum sekalipun dilaporkan kepada pihak aparatur yang berwenang, dengan digaris bawahi, jika masyarakat memiliki fakta hukum berikut bukti temuan bahwa, ” penyelenggara negara dimaksud melanggar prinsip – prinsip atau asas – asas ”

- Advertisement -
  1. Asas kepastian hukum atau legalitas ( rechtmatigheid );
  2. Asas kepentingan umum ;
  3. Asas keterbukaan publik atau asas tranparansi ;
  4. Asas kemanfaatan ( utilitas/ doelmatigheit ) ;
  5. Asas ketidakberpihakan/ non diskriminatif,
  6. Asas kecermatan ( Prudential principe ) ;
  7. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan / Taat hukum atau kridibilitas ;
  8. Asas pelayanan yang baik;
  9. Asas tertib Hukum dalam penyelenggaraan negara atau Asas akuntabilitas ;
  10. Asas proporsionalitas;
  11. Asas profesionalitas;
  12. Asas keadilan atau gerechtigheid.

Maka putusan terhadap GN. Dan BTM oleh karenanya dengan sendirinya tanpa perlu kupasan mendalam, jika dikomparasi dengan beberapa teori, baik menurut teori ahli hukum Hans Kelsen maupun menurut hans Nawiasky pakar hukum abad modern yang hidup pada abad 18 – 19 M. Telah nyata, bahwa putusan atau vonis yang ada amat tercela, karena selain cacat proses hukum yang mengakibatkan cacat rasa keadilan dan cacat kepastian hukumnya, sehingga tidak berkualitas menurut hukum, dan sepantasnya batal demi hukum oleh juris facti Pengadilan Tingkat Pertama Pengadilan Tinggi Semarang, Jawa Tengah, dan Judex Juris Tingkat Terakhir, Mahkamah Agung.

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini