spot_img
Rabu, Mei 15, 2024
spot_img

Runtuhnya Negara Demokrasi Konstitusional Melalui Perppu Cipta Kerja

Karena itu menurut saya Perppu ini telah mewariskan kebiasaan otoritarianisme, yaitu membiasakan diri untuk mengenyampingkan hukum (state of exception) dengan memaksakan kondisi darurat (state of emergency). Hal itu meruntuhkan demokrasi konstitusional dan melawan hukum.

Kalau ditanya apakah cukup alasan untuk memakzulkan Presiden, menurut saya sangat cukup alasan itu, tapi pemakzulan adalah langkah politik, maka kita kembalikan kepada DPR sebagai kekuatan politik yang diberi kewenangan untuk menyatakan pendapat apabila Presiden dianggap telah melakukan pelanggaran sebagaimana maksud dari pasal 7B UUD NRI 1945. Kemauan politik partai politik di DPR lah yang menentukan itu.

- Advertisement -

Tetapi secara konstitusional, keluarnya Perppu 2/2022 adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari segi filosofis, sosiologis dan historis. Sebab setelah reformasi, paradigma pembentukan UU di Indonesia tidak lagi pada lembaga eksekutif sebagai pemegang otoritas, tetapi telah beralih ke legislatif. Persetujuan DPR menjadi mutlak berlakunya suatu undang-undang, baik itu undang-undang yang diusulkan oleh Presiden, maupun undang-undang yang diusulkan oleh DPR.

Kalau kita bandingkan dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dikaitkan dengan pasal 20 dan pasal 21 UUD 1945 maka ada kekuasaan timbal balik, bahwa apabila rancangan undang-undang yang diusulkan oleh Presiden tidak disetujui oleh DPR maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini