Dalam pasal Pasal 21 disebutkan kalau rancangan undang-undang itu diusulkan oleh anggota DPR maka rancangan itu, meskipun disetujui oleh DPR, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan.
Menurut UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-undang ada di Presiden dan DPR dengan kedudukan yang sama. Namun pasca-Reformasi setelah amandemen UUD 1945 (UUD NRI 1945) maka kekuasaan pembentukan UU itu diserahkan di DPR.
Pasal 5 UUD NRI 1945 pun mengalami perubahan, yaitu presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang Kepada DPR. Kalau dalam UUD 1945 Presiden memegang kekuasaan “membentuk undang-undang dengan DPR” menjadi “mengajukan RUU kepada DPR”. Maka sentral pembuatan undang-undang itu ada di DPR.
Kemudian bunyi pasal 20 UUD 1945 pun berubah, yakni di mana presiden dan DPR membahas undang-undang secara bersama-sama untuk mendapatkan persetujuan bersama. Apabila rancangan undang-undang tidak disetujui bersama, maka rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam masa persidangan dewan masa itu dan jika rancangan undang-undang yang disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden, dalam waktu 30 hari, maka RUU itu sah menjadi undang-undang.