spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Rasio Utang Pemerintah tembus 41,64 Persen dari PDB, Ini Komentar Ekonom Bank Mandiri…

KNews.id- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat sepanjang kuartal I 2021 ratio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 41,64%. Angka tersebut semakin dekat dengan outlook otoritas. Sebab, Kemenkeu menargetkan ratio utang di akhir tahun ini berkisar di 41% hingga 43% terhadap PDB. Adapun secara nominal, posisi utang pemerintah hingga akhir Maret 2021 sebesar Rp 6.445,07 triliun.

Rinciannya, utang yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.583,16 triliun rinciannya utang domestik Rp 4.311,57 triliun dan utang dalam bentuk valas senilai Rp 1.271,59 triliun.

- Advertisement -

Kemudian utang yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 861,91 triliun dengan komposisi pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun serta pinjaman luar negeri Rp 849,38 triliun. Pinjaman luar negeri itu didapat dari bilateral Rp 323,14 triliun, multilateral Rp 482,02 triliun, dan commercial banks Rp 44,23 triliun.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan pemerintah saat ini harus fokus pada pemercepatan pemulihan ekonomi nasional sehingga semakin cepat ekonomi Indonesia pulih, semakin cepat pula perbaikan dari sisi penerimaan negara seperti perpajakan sehingga mampu untuk mengendalikan rasio utang pemerintah atau meringankan pembiayaan APBN ke depan.

- Advertisement -

Kendati begitu, Faisal mengatakan pemerintah sudah tepat untuk memprioritaskan program mitigasi Covid-19 dan vaksinasi, serta proyek strategis nasional terutama infrastruktur dan konektivitas guna memberikan fondasi yg kuat bagi pemulihan ekonomi ke depannya.

Dari sisi pembiayaan utang, pemerintah juga sudah tepat untuk terus mengupayakan kemandirian pembiayaan dengan komposisi utang pemerintah lebih didominasi oleh utang dalam bentuk SBN domestik lebih dari 60%.

- Advertisement -

Dus, Faisal menilai walau debt to GDP meningkat ke kisaran 41%. Rasio tersebut masih cukup aman karena masih jauh di bawah batas 60% dari GDP sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Yang perlu diawasi adalah pelebaran rasio utang harus dilakukan dengan efektif dan efisien sehingga harus dibarengi dengan pemulihan ekonomi yang nyata dan jelas dan bersifat menyeluruh ke semua aspek sosial dan ekonomi,” kata Faisal kepada Kontan, Rabu (28/4).

Dia menambahkan, sentimen negatif masih membayangi posisi utang pemerintah salah satunya yakni dengan adanya pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang relatif lebih cepat. Sehingga menaikkan ekspektasi inflasi negara tersebut yang berujung pada naiknya yield UST tenor 10 tahun dan memicu capital outflow.

“Hal ini cenderung memaksa yield SBN tenor 10 tahun untuk naik sehingga meningkatkan pembiayaan,” ujar Faisal.

Sementara, Faisal mengatakan tanda-tanda pemulihan ekonomi domestik yang semakin terlihat jadi sentiment positif. Hal ini tentunya tidak terlepas dari program vaksinasi yang terus dipercepat dan percepatan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Angka kasus harian juga cenderung terkendali.

“Hal tersebut dapat memberikan sentimen positif bagi ekonomi Indonesia ke depan. Selain itu lembaga-lembaga pemeringkat secara mayoritas masih melihat ekonomi Indonesia memiliki stable outlook dan dalam kategori investment grade,” ucap Faisal. (Ade/kntn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini