spot_img
Sabtu, Mei 4, 2024
spot_img

Perkara Gratifikasi Eks Menteri Bikin Hakim Agung Gazalba Ditahan KPK

KNews.id – KPK menahan hakim agung Gazalba Saleh karena diduga menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang terkait perkara yang diadilinya. Salah satunya saat menyunat vonis mantan Menteri KKP Edhy Prabowo.
Kasus bermula saat KPK melakukan OTT terhadap Edhy Prabowo dalam kasus suap perizinan. Setelah itu, Edhy diproses hukum. Jaksa KPK menuntut 5 tahun penjara Edhy.

Tuntutan itu dikabulkan PN Jakpus. Di tingkat banding, vonis Edhy disunat menjadi 5 tahun penjara. Putusan itu diketok oleh Sofyan Sitompul dan Gazalba Saleh. Sedangkan Sinintha Sibarani menolak menyunat hukuman Edhy. Alasan Sofyan Sitompul dan Gazalba Saleh menyunat hukuman Edhy beragam, di antaranya Edhy sudah baik dalam memimpin KKP hingga dermawan menolong nelayan dan tim sukses.

- Advertisement -

“Bahwa Terdakwa justru mengikuti dengan baik tatanan kerja dan prosedur yang berlaku di kantornya/kementeriannya dimana Terdakwa tidak bertindak otoriter dan sewenang-wenang dalam proses persetujuan pemberian izin Pengelolaan dan Budidaya Lobster (PBL) dan izin ekspor Bening Benih Losbter (BBL),” kata Sofyan Sitompul-Gazalb Saleh.

Dalam pemberian izin usaha PBL dan izin ekspor BBL, kata Gazalba-Sofyan Sitompul, Edhy memfungsikan Dirjen dengan baik. “Terdakwa selalu berusaha untuk membantu masyarakat khususnya konstituennya dan tim suksesnya dengan memberikan bantuan keuangan,” ucap Sofyan Sitompul-Gazalba Saleh.

- Advertisement -

Sofyan Sitompul-Gazalba Saleh menyatakan Edhy tidak menabrak aturan, tatanan prosedur yang ada di kementeriannya sendiri. “Jadi, tampak bahwa Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan ingin menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil. Selanjutnya Terdakwa selalu berusaha untuk membantu masyarakat khususnya konstituennya dan tim suksesnya dengan memberikan bantuan keuangan,” beber Sofyan Sitompul-Gazalba Saleh.

Selidik punya selidik, sunat vonis Edhy terendus KPK. Akhirnya penyidik menahan hakim agung Gazalba Saleh dengan dugaan menerima gfratifikasi saat mengadili Edhy Prabowo.

- Advertisement -

“GS (Gazalba Saleh) menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi diantaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta.

Untuk diketahui, Sofyan Sitompul menulis disertasinya dengan judul ‘Prospek Asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia’. Disertasi itu dipertahankan untuk mempertahankan gelar doktor di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Disertasinya itu dibukukan dengan judul ‘Penerapan Asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Perkara Money Laundering’.

Sofyan Sitompul menulis penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang (money laundering) dapat menjadi instrumen yang efektif bagi upaya pemulihan kerugian negara melalui mekanisme pembalikan beban pembuktian, yaitu terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya bukan hasil dari tindak pidana.

“Artinya negara dapat merampas kekayaan milik terdakwa yang tidak mampu dibuktikan asal usul perolehannya secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian papar Sofyan Sitompul.

Adapun Edhy Prabowo saat ini sudah di luar penjara karena mendapatkan status bebas bersyarat.
KPK sudah memeriksa Sofyan Sitompul di gedung KPK. Selain memeriksa Sofyan, KPK memeriksa tiga orang saksi yang terdiri atas pengacara, notaris, hingga wiraswasta.

Atas tindak penyelidikan KPK itu, MA menyatakan mendukung langkah KPK itu.
“Kalau proses hukum yang dilakukan KPK, MA menghormati sepanjang masih menjunjung asas praduga tidak bersalah,” kata Juru Bicara MA, Suharto, kepada wartawan pada Februari 2023.

Suharto menegaskan bahwa MA sebenarnya tidak pernah menggunakan istilah ‘sunat’. Melainkan menggunakan ‘memperbaiki’. “Sekali lagi, MA tidak menggunakan istilah ‘sunat’ atau pemotongan vonis itu tetapi yang digunakan adalah ‘memperbaiki’,” kata Suharto.  (Zs/Dtk)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini