spot_img
Sabtu, Mei 18, 2024
spot_img

Pakar Ekonomi Ingatkan Bahayanya Kabinet Koalisi Besar Prabowo-Gibran

 

KNews.id –  Jakarta – Sejumlah pakar tampil dalam diskusi publik bertajuk Kabinet Rasa Politik atau Profesional? Menagih Arsitektur Kelembagaan Efektif digelar di Jakarta, Rabu, 1 Mei 2024, sebagai masukan untuk presiden terpilih Prabowo Subianto dalam menyusun kabinetnya.

- Advertisement -

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho, menilai kabinet koalisi yang besar memang akan menguntungkan bagi pemerintahan 5 tahun ke depan untuk memperlancar program-programnya. Akan tetapi, itu juga indikasi akan lumpuhnya check and balances di parlemen.

Diingatkan pula bahwa kemunduran demokrasi (backsliding democracy), antara lain, tercipta dari tiadanya resistensi parlemen terhadap segala kebijakan eksekutif.

- Advertisement -

Dukungan koalisi yang besar juga otomatis akan menciptakan kabinet yang besar dan membutuhkan ruang fiskal lebih besar pula.

Kabinet Prabowo-Gibran kemungkinan akan didominasi oleh politikus. Selain partai pendukungnya, Prabowo juga sedang berupaya merangkul partai lawan dalam Pilpres untuk masuk koalisinya.

- Advertisement -

Menurut Andry Satrio,  seyogianya tokoh politik memegang kementerian non-ekonomi agar kepercayaan pasar dan pelaku usaha tetap terjaga. Di samping itu, komposisi koalisi perlu terjaga hingga akhir periode pasangan Prabowo-Gibran.

Terkait dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dengan memecah Direktorat Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan, Andry Satrio memandang perlu memperhatikan waktu penyesuaian secara cepat. Selain itu, badan tersebut harus dikelola dan dipimpin secara profesional oleh mereka yang mengerti penerimaan negara.

Hal lain yang tampaknya perlu diperhatikan oleh pemerintahan 5 tahun ke depan, antara lain, meninjau kembali badan otonom serupa yang saat ini diisi oleh politikus sehingga sering kali tidak efektif.

Di lain pihak, sejumlah indikator ekonomi Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, segi produktivitas dari nilai tambah dibagi pekerja Indonesia masih tertinggal di bawah negara lain seperti Malaysia.

Produktivitas Industri Rendah

Ekonom Dr. Imaduddin Abdullah menilai produktivitas sektor industri Indonesia justru di bawah negara berpendapatan menengah, dan selevel dengan negara berpendapatan menengah rendah (low middle income).

Begitu pula daya saing sektor manufaktur juga rendah dengan indikator Review Component Advantage (RCA). RCA sama dengan 1 dianggap memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Pada 2000, Indonesia masih selevel dengan Vietnam. Akan tetapi, kata Imaduddin Abdullah, RCA Indonesia ternyata masih di bawah 1 yang berarti daya saing ekspor terbilang rendah.

Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef ini juga mengingatkan kepada pemerintahan produk Pemilu 2024 bahwa di bidang green opportunities dan hilirisasi industri, intensitas negara-negara maju untuk mengintervensi sektor industrinya makin kuat, terutama bagi mineral dan produk-produk turunannya.

Hilirisasi Indonesia di sektor mineral akan makin mendapat resistensi dan persaingan makin kuat dari negara-negara maju. Oleh karena itu, dibutuhkan kabinet yang tidak hanya kapabel, tetapi juga memiliki akuntabilitas dan respons yang kuat.

Tiongkok, misalnya, sukses karena mempunyai prakondisi yang kuat dan memiliki respons pemerintah yang juga kuat. Begitu pula India. Negara ini juga punya prakondisi kuat, tetapi tidak memiliki respons pemerintah yang kuat sehingga kehilangan peluang tersebut.

Di bidang tantangan ekonomi politik domestik, dia menyebut terdapat tiga faktor berpengaruh, yakni tekanan internasional, kepentingan elite, dan keterlibatan masyarakat. Aspek keterlibatan masyarakat, indikator demokrasi mempunyai pengaruh yang kuat pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.

Untuk menyusun arah kebijakan pemerintahan, kata ekonom senior Indef Dr. Tauhid Ahmad, harus melihat apa yang akan terjadi di depan.

Ada beberapa peluang. Namun, pada tahun 2025 juga masih ada stagnasi ekonomi global 3,1—3,2 persen. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju mitra dagang Indonesia juga belum tumbuh signifikan, misalnya Amerika Serikat mengalami penurunan ekonomi. Eskalasi di Timur Tengah masih terus dipantau pengaruhnya pada situasi ekonomi global.

Tauhid Ahmad memperkirakan siapa pun yang akan jadi menteri bakal kebingungan jika tidak bisa mendinamisasi situasi ekonomi di tengah suku bunga global yang masih relatif tinggi (The Fed). Itu akan berpengaruh besar pada suku bunga dalam negeri dan nilai tukar.

Kendati demikian, beberapa tren komoditas domestik agak membaik seperti batu bara yang mengalami kenaikan harga. Begitu pula minyak sawit, minyak mentah. Akan tetapi, nikel justru turun harga. Hal-hal itu adalah tantangan bagi sosok menteri ekonomi kelak.

Ditegaskan pula bahwa tidak ada satu pun lembaga di dunia yang sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi calon presiden terpilih pada Pilpres 2024, bahwa target pertumbuhan 2025 sekitar 6—7 persen.

Lembaga dunia menaksir pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 paling tinggi sekitar 5,2 persen. Tantangan bagi kabinet terpilih, khususnya menteri-menteri ekonomi, adalah bagaimana menaikkan kinerja pertumbuhan ekonomi agar melebihi target pertumbuhan yang telah diprediksi oleh lembaga-lembaga dunia.

(Zs/Tmp)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini