Maka kesemua pola yang disuguhkan oleh para oknum KPU. Termasuk jika dihubungkan dengan berbagai isu adanya misi penghancuran penegakan demokrasi pada pemilu 2024 melalui metode praktek kecurangan penghitungan suara, hal ini pastinya bertentangan dengan tupoksi KPU merujuk undang – undang KPU serta sistim hukum positif yang ada.
Selanjutnya deskripsi dari beberapa diskresi, telah menunjukan gejala atau ciri – ciri attitude kebijakan hukum dan politik para pejabat penguasa penyelenggara negara atau penguasa pemerintahan telah melakukan abuse power , karena gunakan ” unsur unsur institusi kelengkapan kekuatan negara sehingga tidak proporsional dan tidak profesional serta tentu tidak akuntabel, karena bukan porsi dan bukan fungsinya, melainkan untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu ( equal ) serta menjaga kelangsungan keamanan rakyat sipil dari tindakan kriminal serta mesti bersikap objektif dan kredibel. Dan Jkw juga telah mendayagunakan aparatur berseragam yang sebenarnya untuk kepentingan menghadapi musuh asing atau pergolakan bersenjata di tanah air, namun ternyata dikerahkan serta difungsikan secata irrelevan, hanya untuk membuat dan timbulkan rasa takut kepada rakyat sipil pada sebuah golongan tertentu, dalam suasana atau keadaaan yang tidak ada pemberontakan sipil atau pemberontakan militer, tidak ada agresi negara asing . Oleh karenanya banyak kebijakan kepemimpinan Jkw yang tidak mengacu pada sistim konstitusi ( hukum positif ) yang berlaku, atau menyimpang dari ketentuan konstitusi dasar UUD. 1945.
Jkw pun secara sadar menghilangkan faktor political balancing di sektor pengawasan dan kepastian hukum ( keseimbangan politik , hukum dan kekuasaan ) dan hasilnya berubah menjadi kolaborasi ” political domination ” atau politik yang mendominasi demi kepentingan segelintir penguasa, pengusaha naga dan kroni pendukungnya atau oligarki, sebagai bagian dari stakeholder yang ingin tetap meraup keuntungan dengan cara dekat dengan singgasana kekuasaan.
Kemudian kolaborasi eksekutif atau penguasa pemerintahan negara ( oligarki ) ini, memporak porandakan fungsi legislatif dan yudikatif lalu ditunggangi sebagai alat politik kekuasaan para eksekutif, sehingga faktor keseimbangan pada sistim trias politika menjadi sirna, karena inspirasi atau imajinasi para penguasa hanya melahirkan kreatifitas negatif, sehingga manuver politik mendegradasi atau menghapus fungsi daripada faktor penyeimbang kekuasaan serta kepastian hukum (legislatif dan yudikatif).