spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Soeripto, Agen Intelijen Indonesia yang Berikan Bantuan Senjata untuk Pejuang Bosnia

Selama pemeriksaan yang kadang bertele-tele itu, Soeripto mengaku hanya bisa berdoa. “Saya baru plong kalau penjaga bersenjata yang memeriksa itu memulai dengan sapaan,”Assalamu alaikum!” kata Soeripto. Asal tahu saja, menurut Soeripto setidaknya ia dan truk senjata itu melewati tak kurang dari sembilan tempat pemeriksaan.

Truk itu baru tiba di lokasi tepat sebelum tengah malam. Selama muatan dibongkar, Soeripto dikelilingi para pejuang Muslim aneka bangsa yang datang ke Bosnia untuk ikut berjuang bersama para pejuang Bosnia. Mereka datang dari Pakistan, Arab Saudi dan berbagai neara Timur Tengah. Beberapa dari kalangan Muslim Eropa, barat maupun timur.

- Advertisement -

“Mereka mengajak saya turun menyergap milisi Serbia, karena malam itu akan menyerang pos milisi Serbia terdekat. Saya sudah bilang capek selama perjalanan, eh, terus dipaksa,” kata Soeripto. Dia sendiri mengaku tak punya pengalaman kontak senjata alias bertempur.

“Tenang saja, bahkan dari jarak 10 meter pun mereka tak akan melihatmu karena kabut,” kata Soeripto menirukan ajakan para pejuang antar-bangsa yang menurutnya masih muda-muda, antara 18-25 tahunan. Dia sendiri saat itu sudah berusia 53 tahun.

- Advertisement -

Meski tak pernah lagi dimintai masuk Bosnia untuk berkirim bantuan, menurut Soeripto, Komite yang diketuai Probosutejo itu secara rutin terus mengirim bantuan ke sana. Hanya tampaknya sudah bukan lagi bantuan senjata. Atau mungkin saja terus, namun dengan cara-cara baru, atau dengan perantaraan orang lain. Soeripto mengaku tak tahu detil soal ini. Hanya dari sekian kali pertemuannya dengan Probo, tak pernah lagi ada tantangan untuk mengulang petualangannya di 1992 itu.

Yang menarik, sebagaimana kita ketahui, Presiden Soeharto sendiri pernah juga mengunjungi Bosnia di saat negara itu masih diamuk konflik, tahun 1995. Pak Harto yang saat itu sudah berada di Eropa dalam rangkaian lawatannya, berkeras meneruskan rencana kunjungan ke Bosnia, meski pada 11 Maret 1995–dua hari sebelum kunjungannya itu–pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia.

- Advertisement -

Insiden itu tak membuat nyali Pak Harto, pemimpin negara-negara Non Blok, itu urung mengunjungi komunitas Muslim Bosnia. Padahal, untuk tetap mendapatkan izin berangkat pun, Indonesia saat itu harus berdebat panjang dengan PBB.

Konon, manakala Presiden Bosnia Alija Izetbegovic bertemu Pak Harto yang ditemani Moerdiono, Presiden Alija menyatakan rasa terimakasih negaranya untuk bantuan senjata tersebut.

“Bantuan seperti itu yang kami perlukan, Paduka,” kata Soeripto menirukan apa yang dikatakan Presiden Alija,”Senjata, bukan hanya pakaian, makanan dan obat-obatan.”

Moerdiono saat itu terperanjat karena sebelumnya tak pernah tahu. Ia bertanya kepada Pak Harto dengan bahasa Jawa,”Pak, kapan kita bantu senjata?”

“Wis. Wis, meneng bae,” jawab Pak Harto, yang saat ke Bosnia itu menolak mengenakan rompi dan helm anti peluru.

“Itu artinya Soeharto itu luar biasa. Urusan-urusan begitu, sekali pun Mensesneg, dia bikin nggak tahu,” kata Soeripto. Dia sendiri yakin, Pak Harto tahu pasti soal pengiriman bantuan tersebut. (Bay/Jrn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini