Asrorun Niam menyebutkan, berdasarkan kondisi saat ini, otoritas pemanfaatan nilai manfaat yang seharusnya dimiliki individu calon jamaah haji malah digunakan untuk keberangkatan jamaah haji tahun berlangsung yang notabene tidak memiliki hubungan kepemilikan. Itu merupakan tanggung jawab negara dalam pengelolaan, termasuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Bantuan pelaksanaan ibadah haji, dalam hal pembiayaan, disebut bukan hal yang tidak mungkin. Sebab, fungsi negara adalah memberi jaminan dalam bentuk subsidi sebagai tugasnya dalam pelayanan dan fasilitasi.
Namun, dia menegaskan, sumber subsidi itu harus jelas dan tepat. Jika dana bersumber dari calon jamaah haji yang lain, yang masih dalam kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, maka itu tidak sah karena jamaah haji yang akan berangkat tidak memiliki hak di dalamnya.
“Skema ini mirip Ponzi, yaitu nilai manfaat dari uang calon jamaah yang baru digunakan untuk membayar pelaksanaan haji jamaah tahun berjalan. Prinsipnya, dana jamaah boleh diinvestasikan dan nilai manfaatnya kembali ke jamaah. Tapi, kalau untuk menutupi biaya haji jamaah lain, ini masuk kategori malapraktik penyelenggaraan ibadah haji dan perlu perbaikan,” ungkapnya.