spot_img
Kamis, Mei 2, 2024
spot_img

Antara Majelis Hakim, Tim Pembela Gus Nur dan Bambang Tri Main Kucing-kucingan

Disetiap persidangan pembuktian atau keterangan saksi, anggota majelis hakim faktanya melulu menyampaikan kepada para Advokat Tim pembela/ advokasi Gus Nur/ GN. & Bambang Tri Mulyono/ BTM terkait batasan durasi bertanya dan inti pertanyaan tidak boleh kembali ke tahapan tehnis dakwaan, dan jika eksepsi yang disinggung oleh tim advokasi atau bantahan terkait ketidakcermata atau bantahan terhadap surat dakwaan yang memang sudah terlewatkan, namun tidak ada larangan didalam Kuhap untuk digali kembali, walau agenda persidangan tahapannya memang sudah bukan tahapan eksepsi, melainkan sudah pada tahapan materi perkara.

Maka artinya, para hakim main kucing – kucingan, bagaimana jika hal terkait eksepsi tentang cacatnya dakwaan, baru ditemukan, pada tahap pembuktian, apakah kepastian hukum demi keadilan patut adil untuk diabaikan, walau penuh kebohongan ? Biarkan TDW . Terus dikerangkeng dalam penjara, ini identik sebuah pemikiran keliru berat, blunder dan kejam dalam perspektif mengadili untuk mendapatkan kebenaran yang sebenar sebenarnya kebenaran didalam praktik, terlebih pengadilan adalah tempat dan kesempatan satu-satunya tuk mencari dan mendapatkan keadilan, terlebih secara substansial para advokat pembela GN. dan BTM. sama dengan hakim selaku penegak hukum, hanya beda fungsi, karena advokat selaku penegak hukum dinyatakan oleh ketentuan pasal 5 UU. RI. No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, maka saja kepastian serta keadilan tehadap in casu, dipandang sebelah mata, karena kedua terdakwa dalam peristiwa in casu, yang sebenarnya peristiwa hukum kategori delik aduan, maka seharusnya wajib dikaitkan dengan asas praduga tak bersalah, namun nyatanya, sejak TSK , TDW dan selama persidangan, justru pelaku menjadi korban, karena sudah dipenjara, lalu apakah kedua TDW. harus dipenjara terus sampai dengan vonis, bahkan bisa jadi sanksi hukum penjaranya akan berlipat ganda, dari hitungan sejak saat TDW masih menjadi TSK sampai dengan perpanjangan masa tahanan JPU. Dan masa penahanan lanjutan oleh hakim, sampai dengan vonis hakim. Luar biasa kejamnya !

- Advertisement -

Adapun yang disampaikan para advokat tim pembela pada saat, berjalannya kesaksian saksi yang ke 13 ( empat belas ) sampai saksi yang ke 16 ( enam belas ), bahwa ternyata pada fakta persidangan, satu orang pun dari seluruh saksi tidak pernah melihat ijasah asli milik Jokowi yakni, para saksi yang terdiri dua orang saksi pelapor, para saksi temannya Jkw, Kepala di SMP. Serta Kepala sekolah SD. ( Martharini Christiningsih/ MC. ) Yang merasa sekolahnya tercemar. Dan fakta persidangan MC. Kepala Sekolah SD. yang merasa tercemar, terbukti kedapatan telah menipu penyidik, menipu JPU. dan menipu majelis hakim, serta menipu para terdakwa serta publik sebagai pengunjung sidang, namun hakim tidak menggunakan pasal Pasal 174 tentang Kesaksian Palsu dengan ancaman 242 KUHP, dan juga dibawah sumpah , yang sanksinya adalah 9 tahun penjara. Padahal terkat cacatnya dakwaan serta kebohongan dan sumpah palsu itu merupakan kewajiban pengetahuan dan juga kewenangan hakim, terutama khusus keterangan palsu dan dibawah sumpah diruang persidangan. Mengapa hakim majelis tidak memerintahkan JPU. membuat dakwaan baru sebelum dibacakan ? Oleh karena sepatutnya jika hakim sudah mempelajari sejak berkas perkara mereka terima, tidak mesti ada eksepsi, jika hakim benar yang digali pastinya sebagai hakim akan menemukan cacat materil pada surat dakwaan a quo, karena dalam perkara pidana a quo yang dicari melalui persidangan ini adalah kebenaran yang sebenar benarnya ( materielle waarheid ), dan mengapa hakim tidak gunakan hak menuntut MC. dalam persidangan dan memerintahkan Panitera untuk mencatat serta memerintahkan JPU. Untuk memproses hukum MC . Lalu membuat dakwaan dan tuntutan atas kebohongan ( 174 KUHAP Jo. 242 KUHP ) atas keterangan palsu dibawah sumpah, sesuai yang diperbuat MC.

Apakah JPU. lupa atau tidak mengerti terkait pasal 174 tersebut, dan begitu juga, apakah tim advokasi yang hadir sebelumnya pada tahapan eksepsi, lupa atau lalai ? Karena hak pasal 174 Kuhap untuk melakukan tuntutan dengan men-juncto- kannya ke pasal 242 KUHP. yang hak untuk meminta penuntutan itu dimiliki selain oleh Hakim, juga oleh JPU. Serta Pengacara TDW/ Mewakili TDW. untuk, dan waktunya hanya saat setelah saksi menyampaikan kebohongannya dibawah sumpah diruang persidangan.

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini