Oleh: DHL, Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212
(Azis Ditangkap Buktikan Kinerja KPK Transparan Tidak Equal atau Suka-suka)
KNews.id- Pengumuman penangkapan Azis disampaikan langsung oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu dinihari (25/9).
Tuduhan terhadap Azis ini berawal pada diri mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado terkait isi dakwaan terhadap mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju pada tahun 2017 Aliza disebut memberikan uang senilai Rp3.099.887.000 dan US$36 ribu kepada
TDW stefanus dan juga Aziz.
Maka kasus Aziz ini hampir sama terhadap yang terjadi pada pengungkapan kasus korupsi E. KTP, namun nyatanya KPK tidak memproses hukum keterlibatan yang dikatakan menyeret Puan Maharani, Pramono Anung dan Ginanjar Pranowo yang diketahui publik pada tahun 2018 ketika proses persidangan pemeriksaan terhadap diri terdakwa Setya Novanto (Setnov) pada kasus tipikor lainnya (E- KTP) yang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Setnov pun menyebut dihadapan persidangan pengadilan tipikor secara lisan beberapa orang politikus PDIP itu turut menerima bersama pimpinan Komisi II lainnya, Chairuman Harahap.
Sehingga jika di komparasi terkait equalitas penegakan hukum oleh KPK ada fakta hukum yang menunjukkan bahwa pada kasus korupsi E. KTP yang menjadikan Setya Novanto/ Setnov Terpidana, memiliki kemiripan kasus yang beritanya melibatkan beberapa orang lain diluar dari TSK/ TDW/
Namun Aziz ditetapkan menjadi TSK oleh KPK sedangkan Puan dan kawan kawan yang namanya juga disebut – sebut tidak tersentuh proses hukum sama sekali Maka perbandingan terhadap kedua proses hukum perkara ini antara Aziz Syamsudin dan Setya Novanto dengan Puan Maharani, Pramono Anung dan Ganjar serta Chairuman Harahap tidak sama.
Justru peristiwa pada penegakan hukum ini  menunjukan KPK transparan kepada publik mereka KPK tidak equal, sepertinya hanya suka – suka. Mereka melakukan pembiaran terhadap orang – orang tertentu dan memproses hukum kepada yang lainnya. Padahal KPK seharusnya due proccess serta equal serta objektif dan proporsional dalam setiap kinerja penegakan hukum tanpa pilih tebang.
Apakah terhadap gejala fenomena peristiwa penegakan hukum ini menunjukan ada Persaingan Kepentingan pada tingkat Elit Partai Besar di tanah air ? Sehingga prediksi publik akhirnya bisa jadi mengerucut bahwa KPK melibatkan diri dalam pusaran politik oligarki demi kepentingan kelompok kecil dari para penguasa, jadi KPK bukan hanya semata konsen pada tupoksi terkait khusus Pemberantasan Tipikor ?.
Atau haruskah masyarakat mesti menunggu proses hukum untuk menjadi equal dinegara ini jika penguasa eksekutif dan legislatif saat ini sudah berganti oleh Pemilu 2024?. (Ade)
Wallahu’alam