spot_img
Senin, April 29, 2024
spot_img

Walau Dilarang OJK dan BI, Transaksi Kripto Menebus Rp126 T, Dirjen Pajak Kepincut Pungutin Pajak…

KNews.id- Mata uang kripto berkembang pesat sebagai alat pembayaran dan investasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Melihat potensi tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengkaji pemajakan mata uang digital tersebut.

“Ini sumber baru yang perlu kami addresing,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Forum Diskusi bertajuk Reformasi Sistem Perpajakan, Rabu (16/6).

- Advertisement -

Menurut dia, kripto memunculkan dinamika baru global yang berpotensi merubah kebijakan perpajakan seluruh dunia. Hal ini hampir sama dengan transaksi digital yang mulai dipungung pajak pertambahan nilai (PPN).

Ia menjelaskan, kelompok negara kaya G-7 baru-baru ini juga memutuskan untuk menerapkan pajak global minimum terhadap perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon sebesar 15 persen. Perusahaan multinasional juga harus membayar lebih banyak pajak di negara tempat mereka melakukan penjualan.

- Advertisement -

“Ini juga harus kami address,” ujarnya.

Kendati demikian, Suryo menegaskan bahwa seluruh reformasi perpajakan yang akan dijalankan bertujuan untuk menciptakan situasi lebih baik. Reformasi perpajakan tak hanya diarahkan untuk mendukung perbaikan ekonomi, tetapi juga aspek lainnya seperti kesehatan dan sosial.

- Advertisement -

Kepada Bergelora.com Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, transaksi aset kripto (cryptocurrency), termasuk bitcoin di Indonesia mencapai Rp 126 triliun per Maret 2021. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan khawatir, investor saham beralih ke aset ini. Kepala Bappebti Sidharta Utama mengatakan, jumlah pelanggan aset kripto yang aktif bertransaksi sekitar 4,4 juta.

“Pelanggan bernvestasi atau bertransaksi karena melihata harga uang kripto cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata dia kepada kepada pers akhir April.

Sidharta menilai, potensi perdagangan aset kripto di Indonesia masih sangat tinggi. Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) bahkan memperkirakan bahwa jumlah investor aset kripto tembus 10 juta akhir tahun ini. Lalu, menjadi 26 juta dalam dua hingga empat tahun ke depan. Sebanyak 40% investor aset kripto didominasi oleh usia 25-34 tahun.

Meski demikian, CEO Indodax Oscar Darmawan menilai, peningkatan transaksi aset kripto di Tanah Air relatif kecil.

“Kenaikkan di Indonesia hanya 1% dari total volume transaksi di seluruh dunia. Meningkat, tetapi masih relatif kecil,” katanya.

Dihadang OJK dan BI

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tegas melarang seluruh lembaga jasa keungan untuk memasarkan produk aset kripto. Hal ini didasari karena aset kripto sendiri bukan menjadi bagian produk keuangan yang diamanatkan sesuai dengan Undang-Undang.

Merujuk pada Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019, crypto asset atau aset kripto adalah komoditi yang tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

OJK dengan tegas melarang semua lembaga jasa keuangan untuk menggunakan dan memasarkan produk aset kripto,” kata Kepala Dapartemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L Tobing, dalam diskusi Mengelola Demam Aset Kripto, Kamis (17/6).

Ketua Satgas Waspada Investasi ini tak ingin ketidaktahuan masyarakat terhadap aset kripto justru malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum penipuan berkedok investasi. Sebab sampai dengan hari ini pihaknya sudah membekukan kegiatan 62 entitas aset kripto yang ilegal.

“Ada para pelaku-pelaku yang sengaja memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat kita mengenai aset kripto ini dengan menciptakan suatu entitas-entitas yang merupakan penipuan. Oleh karena itu perlu bagi kita juga untuk tetap melakukan edukasi secara masif kepada masyarakat untuk mengetahui dan memahami produk aset kripto,” jelasnya.

Dari 62 entitas ilegal tersebut, modus yang digunakan untuk masyarakat beragam. Mereka menjanjikan keuntungan tetap satu persen per hari 14 persen per minggu, dan mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan seperti Multi Level Marketing dengan skema piramida. Jadi semakin banyak yang direkrut semakin banyak bonus.

“Padahal kalau kita lihat dari tadi ini adalah komoditas yang diperdagangkan yang harganya bisa naik bisa turun tetapi apa yang terjadi di masyarakat kita saat ini sangat banyak adalah selalu menawarkan keuntungan yang tetap yang memberikan keuntungan yang besar pada masyarakat kita,” jelas pejabat OJK itu.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan bahwa, crypto currency atau kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Hal ini sesuai seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Bank Indonesia, juga Undang-Undang Mata Uang. (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini