Menurut Jlitheng, laba-laba adalah hewan yang mencari mangsa dengan memasang jerat. Sebagaimana perilaku politik Jokowi. Pembiaran meraja lelanya korupsi dan tindakan pelanggaran lain oleh hampir seluruh pejabat negara, bukan tanpa maksud.
“Demikian pula bagi-bagi posisi komisaris dan lain-lain. Semua itu merupakan jaring laba-laba untuk menjerat agar orang menjadi tunduk dan takluk,” paparnya.
Kalajengking, hewan yang suka tinggal bersembunyi di celah-celah lembab dan kotor, seperti di bawah bebatuan, di celah-celah dinding, dan sebagainya. Jika ada gerak yang membuatnya terkejut atau merasa terancam maka ia akan mematukkan ekornya mengeluarkan bisa. Lembab dan kotor lambang kondisi kemiskinan.
“Simbol-simbol kondisi itu dipakai oleh Jokowi sebagai citra diri. Pemimpin berasal dari kalangan rakyat bawah, rendah hati, sederhana, merakyat dan lain-lain. Ketika persembunyian, kamuflase, kepalsuannya terbongkar hingga mengancam posisinya, dia akan menjadi sangat jahat dan keji. Perilaku demikian mewabah di lingkungan rezim. Maka di rezim Jokowi ini kriminalisasi, pembunuhan, pembantaian kepada kalangan lemah ataupun kalangan bawah menjadi identitasnya,” paparnya.