spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Kabar Buruk Lagi dari China-India, Horor Ancam Ekonomi Dunia

Ada kabar buruk dari China dan India. Hal itu pun diyakini akan membawa ancaman bagi ekonomi dunia.

KNews.id – Ini terkait kelangkaan air yang dipandang sebagai komponen yang paling signifikan dan berpotensi paling berdampak dari krisis iklim yang lebih luas. Para peneliti mengatakan bahwa ekonomi besar Asia seperti India dan China akan paling terpengaruh oleh fenomena ini.

- Advertisement -

“Asia adalah pusat industrialisasi yang mengalami tingkat urbanisasi paling cepat, dan ini akan membutuhkan banyak air,” kata CEO Dewan Energi, Lingkungan, dan Air, Arunabha Ghosh, dimuat CNBC International, Rabu (14/6).

“Bukan hanya industri lama seperti pembuatan baja, tetapi industri baru seperti pembuatan chip semikonduktor dan transisi ke energi bersih akan membutuhkan banyak air,” ujarnya.

- Advertisement -

“Asia adalah mesin pertumbuhan dunia, dan industri ini adalah penggerak baru bagi pertumbuhan ekonominya,” tambahnya.

Permintaan air tawar global diperkirakan akan melampaui pasokan. Bahkan menembus 40% hingga 50% pada tahun 2030. Ghosh memperingatkan bahwa kelangkaan air tidak boleh dilihat sebagai masalah sektoral. Tetapi masalah yang melampaui seluruh perekonomian.

- Advertisement -

India, misalnya- yang sekarang negara terpadat di dunia- kemungkinan akan paling terpukul akibat kelangkaan air. Meskipun menampung 18% dari populasi dunia, negara ini hanya memiliki sumber daya air yang cukup untuk 4% penduduknya.

“Sehingga menjadikannya negara yang paling kekurangan air di dunia,” katanya menurut data Bank Dunia.

Negara Asia Selatan itu sangat bergantung pada musim hujan untuk memenuhi kebutuhan airnya. Namun perubahan iklim telah menyebabkan lebih banyak banjir dan kekeringan melanda negara itu, dan memperburuk kekurangan airnya.

China juga berada di situasi yang sama. Menurut lembaga pemikir independen Lowy Institute, sekitar 80% hingga 90% air tanah China tidak layak untuk dikonsumsi, sementara setengah dari akuifernya terlalu tercemar untuk digunakan untuk industri dan pertanian.

Selain itu, sebanyak 50% air sungai di China juga tidak layak untuk diminum. Setengahnya juga tidak aman untuk pertanian.

Meskipun ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah membuat kemajuan dalam peralihannya menuju energi bersih, sistem tenaganya masih sangat bergantung pada batu bara. Sehingga jika tidak ada air, tidak akan ada batu bara.

“Air merupakan input penting untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, dan jika air semakin langka atau tidak tersedia untuk pembangkit listrik, pembangkit tersebut menjadi tidak efektif,” kata Ghosh.

Sementara Shanshan Wang, pemimpin bisnis air Singapura di konsultan keberlanjutan Arup, menyebut Taiwan, sebagai sorotannya. Rumah bagi industri semikonduktor terbesar di Asia, juga disebut mengalami kekurangan air kurang dari dua tahun setelah berjuang melawan kekeringan terburuk.

Air dalam jumlah besar diperlukan untuk memberi daya pada pembangkit dan memproduksi chip semikonduktor yang masuk ke perangkat digital. Pasokan dapat terhambat jika terjadi kekurangan.

“Taiwan adalah pengguna besar tenaga air dan selalu menghadapi dilema apakah akan menyimpan air untuk digunakan industri semikonduktornya, atau apakah air harus dilepaskan agar mereka dapat memiliki lebih banyak tenaga listrik tenaga air,” kata Wang.

“Kekeringan dan banjir sama-sama menjadi masalah bagi Taiwan, sehingga industri ini tidak beruntung dan rentan,” tambahnya.

Di sisi lain, Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia juga menyebut nilai produksi pertanian diperkirakan turun 14% hingga mencapai US$79 miliar pada tahun 2023 hingga 2024. Hal ini disebabkan kondisi yang lebih kering yang diperkirakan akan menurunkan hasil panen dari rekor tertinggi pada tahun 2022 hingga 2023.

Sementara itu negara-negara di Barat kemungkinan besar juga tidak akan luput dari risiko yang terkait dengan krisis air ini. Masalah air Eropa diperkirakan akan semakin buruk karena sumber daya semakin langka karena keadaan darurat iklim yang semakin dalam.

Wilayah itu melihat suhu menembus rekor di musim semi. Ini setelah mengalami gelombang panas musim dingin yang merusak sungai dan lereng ski. (Zs/CNBC)

 

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini