Kemudian, opsi kedua yang sedang dipertimbangkan adalah melakukan down grade pada bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ketiga, skenario terburuknya adalah melakukan likuidasi sukarela atau penutupan dan pembubaran perusahaan yang dilakukan sendiri dan telah disetujui oleh pemegang saham. Namun saat ini, lanjut Dian, pihaknya belum dapat memastikan berapa jumlah bank yang belum bisa memenuhi modal inti tersebut.
“Saat ini memang teman-teman di pengawas maupun saya sendiri sedang banyak melakukan komunikasi intensif dengan pemilik bank untuk memastikan bahwa Rp3 triliun itu seluruhnya bisa dipenuhi pada akhir tahun 2022. Mudah-mudahan pada akhir bulan November apakah itu menjadi jelas berapa kira-kira bank masih tersisa yang tidak bisa memenuhi ketentuan,” ungkap Dian. (Ade)