spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Gus Yaqut Komentar Soal Penggunaan Toa Masjid

KNews – Gus Yaqut komentar soal penggunaan toa masjid. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi perbincangan hangat warganet. Bahkan, pria yang karib disapa Gus Yaqut itu menjadi trending topik Twitter Indonesia dengan tagar #ReformasiKemenag_CopotYaqut.

Sayangnya, komentar warganet lebih banyak menyesalkan sejumlah tindakan dan ucapan dari Gus Yaqut. Terbaru, Gus Yaqut dianggap membuat gaduh setelah berkomentar mengenai pengeras suara atau toa masjid dan musala.

- Advertisement -

Saat menutup forum Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Gus Yaqut menyatakan pengeras suara di masjid maupun musala harus mempertimbangkan aspek kenyamanan bersama. Pasalnya, kata dia, Indonesia merupakan negara dengan berbagai keragaman termasuk agama.

“Orang kalau mendengarkan azan itu membuat hati tergetar, tapi agar penggunaan pengeras suara mempertimbangkan aspek kenyamanan bersama, karena kita hidup dengan masyarakat beragama,” ujar Yaqut.

- Advertisement -

Oleh sebab itu, Yaqut meminta pengurus masjid atau musala dapat lebih bijaksana dalam menggunakan pengeras suara. Di sisi lain, ia berharap para ulama dapat memberi masukan kepada pengelola masjid atau musala.

“Agar bijaksana dalam menggunakan pengeras suara, kenyamanan bersama tetap terjaga tetapi syiar menjadi pengeras suara menjadi wasilah bisa dijalankan secara bersama,” jelas Yaqut.

- Advertisement -

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menanggapi hasil ijtimak ulama yang digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), khususnya soal pengeras suara di masjid dan musala.

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, dalam ktivitas ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.

Keputusan tersebut direkomendasikan dalam forum Ijtimak Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, sejak Selasa (9/11/2021) hingga Kamis (11/11/2021). “Dalam pelaksanaannya, perlu diatur kembali tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid atau musala.”

“Untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan,” ujar Asrorun dalam penutupan Ijtimak Ulama di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Asrorun mengungkapkan, Kemenag telah menerbitkan aturan mengenai pengeras suara masjid sejak tahun 1978, untuk dipedomani setiap muslim, khususnya para pengurus masjid atau musala. Menurutnya, agar lebih kontekstual, masyarakat perlu disegarkan kembali mengenai aturan ini seiring dinamika masyarakat.

“MUI merekomendasikan adanya sosialisasi dan pembinaan kepada Umat Islam, pengurus masjid atau musala dan masyarakat umum, tentang pedoman pengggunaan pengeras suara di masji,  musala yang lebih maslahah,” papar Asrorun.

MUI juga merekomendasikan pemerintah memfasilitasi infrastruktur masjid dan musala, sebagai penyempurna kegiatan syiar keagamaan.

Jusuf Kalla: 75 Persen Pengeras Suara Masjid Jelek

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengatakan, 75 persen masjid di Indonesia memiliki sound system atau sistem pengeras suara yang bermasalah.

Hal itu, katanya, memicu ketidakpahaman jemaah terhadap isi ceramah.Padahal, menurutnya, 80 persen aktivitas Umat Islam di masjid adalah mendengarkan, sedangkan 20 persennya berbentuk ibadah lain seperti salat. “75 persen masjid di Indonesia jelek suaranya.”

“Didengar tidak dimengerti, sedangkan waktu kita di masjid itu 80 persen mendengar, 20 persen ibadah atau salat,” tutur JK dalam Tablig Akbar Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar di Masjid Istiqlal dan disiarkan secara virtual.

Jusuf Kalla mengaku pada tiga hari sebelumnya mengunjungi Masjid Agung di Semarang dan Masjid Raya di Bandung. Kunjungan itu ia lakukan guna mengetahui apa saja yang dilakukan dan apa yang terjadi di masjid-masjid besar tersebut.

Dari dua kunjungan itu, JK menemukan kesamaan, yakni sound system yang buruk dan mengakibatkan penjelasan khatib tidak bisa dipahami, karena hanya terdengar suara bising. “Orang bicara khotibnya bisa mendengar, cuma tidak bisa mengerti akibat sound system yang semuanya keliru.”

“Didengar malah membisingkan dua-duanya, padahal kita Dewan Masjid sudah 10 tahun mempunyai program untuk perbaikan sound system masjid,” beber JK.

Menurut JK, dari sekian aspek di masjid, salah satu yang mesti berjalan baik adalah pada fungsi sound systemnya.

DMI, kata JK, bertanggung jawab memajukan dan memastikan hal-hal yang berkaitan dengan teknis di masjid berjalan baik. Sementara, ulama mengisi kegiatan ibadah di masjid tersebut.

“Nah, itu fungsi masjid yang harus baik di situ.” “Jadi DMI mengurus teknisnya masjid, kemajuannya masjid. Mengisinya tentu fungsinya dari para ulama,” papar JK.

Jadi Masukan untuk Pemerintah

Wakil Presiden Maruf Amin mengatakan, Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan forum yang strategis.

Maruf mengatakan, forum ini strategi karena melibatkan pimpinan Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para utusan asosiasi muslim di beberapa negara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ma’ruf dalam Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Hotel Sultan, Jakarta. “Nilai strategis Ijtimak Ulama ini juga terlihat dari berbagai materi yang dibahas.”

“Yakni berbagai permasalahan penting dan strategis yang membutuhkan keterlibatan komisi fatwa se-Indonesia dan lembaga fatwa dari ormas-ormas Islam untuk memutuskannya,” ucapnya.

Keterlibatan lembaga fatwa se-Indonesia dalam forum ini, menurut Maruf, akan berdampak luas. Maruf mengatakan, keterlibatan berbagai lembaga fatwa tersebut akan menambah bobot dan legitimasi dari putusan yang ditetapkan.

“Saya melihat, pokok-pokok pembahasan Ijtimak’ Ulama ini masih tetap sama seperti saat saya menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI.” “Yakni permasalahan strategis kebangsaan, permasalahan keagamaan kontemporer, dan permasalahan terkait peraturan perundang-undangan,” tutur Maruf.

Rincian dari permasalahan yang dibahas pada Ijtimak’ Ulama tahun ini, kata Maruf, merupakan berbagai masalah yang memiliki urgensi dengan situasi yang dihadapi oleh umat dan bangsa saat ini.

“Keputusan Ijtimak Ulama ini akan menjadi masukan penting bagi pemerintah, legislatif, maupun yudikatif.”

“Dan menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang diharapkan lebih membawa kemaslahatan bagi masyarakat, dan menjadi pedoman bagi Umat Islam,” beber Maruf.

Maruf menilai, fatwa MUI memiliki daya terima yang tinggi di tengah masyarakat. Bahkan, menurut Maruf, fatwa MUI turut membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Termasuk dalam konteks menghadapi pandemi Covid-19, keputusan Komisi Fatwa MUI telah memberikan solusi bagi pemerintah dan Umat Islam.” “Sehingga Umat Islam tidak mengalami kebingungan maupun kesulitan,” papar Maruf.

Dirinya menilai fatwa MUI menggambarkan fleksibilitas hukum Islam. Sehingga, kata Maruf, fatwa MUI menjadi panduan bagi Umat Islam di masa pandemi Covid-19. “Oleh karenanya, Fatwa MUI bisa menjadi panduan bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan keagamaannya dengan baik di saat pandemi,” terang Ma’ruf.

Menurut Maruf, Komisi Fatwa MUI telah menghadirkan pandangan keagamaan yang berorientasi pada pencarian solusi terbaik terhadap permasalahan yang dihadapi Umat Islam.

“Misalnya rumusan hukum yang umumnya ditetapkan dalam kondisi dan situasi normal pada saat pandemi, dilakukan telaah ulang, serta disesuaikan dengan kondisi saat ini.”

“Yang dalam fikih dianggap sebagai kondisi dan situasi darurat, atau setidaknya kondisi dan situasi keterdesakan,” beber Maruf. (RKZ/tn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini