spot_img
Senin, Mei 6, 2024
spot_img

Simalakama The Fed dan Antitipasi Bank Indonesia

Oleh : Edhi Pranasidhi

KNews.id – Bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) saat ini mungkin dihadapkan pada situasi yang sangat dilematis yang berpotensi menguburkan ekspektasi untuk “soft-landing” seteah dirilisnya beberapa data penting ekonomi AS baru-baru ini.

- Advertisement -

Sebagai catatan: soft-landing adalah situasi dimana bank sentral sebuah negara mengharapkan ekonomi tidak akan mengalami resesi jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Sejak Maret 2022, the Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali atau 525 basis points sampai 5,50%.

Kenaikan suku bunga ini merupaka kenaikan tercepat sejak awal 1980. Kenaikan suku bunga ini berhasil menurunkan tingkat inflasi yang pada JUni 2022 bertengger diangka 9,1% menjadi 3,5% pada Maret 2024 lalu. Namun angka laju inflasi 3,5% itu ternyata masih jauh dari target inflasi yang ditetapkan oleh the Fed pada angka kisaran 2,0%.

- Advertisement -

Harapan the Fed untuk soft-landing tampaknya sedikit meredup setelah semalam (25 April. 2024), ekonomi AS hanya bertumbuh 1,6% atau hanya setengahnya saja dari pertumbuhan ekonomi kuartal empat 2023 pada 3,4%. Disisi lain indeks inti harga pengeluaran konsumsi pribadi (Personal Consumption Expenditure Core Index atau PCE Core Index) yang selama ini menjadi acuan the Fed untuk mendasarkan kebijakan moeneternya ternyata per 25 April 2024, naik menjadi 3,7% dari hanya 2,0% bulan sebelumnya.

Kenaikan indeks inti PCE ini menyiratkan bahwa laju inflasi di AS akan naik di bulan April dan akan semakin menjauh dari target 2,0% yang dicanangkan oleh the Fed. Kondisi ini telah memukul sentimen berinvestasi di Wall Street yang semalam (25 April 2024) turun hampir 1% atau 375 poin dan juga menyebabkan investor melepas kepemilikan surat utang pemerintah AS sehingga yield (hasil imbal balik atau borrowing cost) untuk tenor 2 tahun naik ke level 5,006% dan harganya turun kelevel $99,77 atau dibawah par 100.

- Advertisement -

Penjualan surat utang pemerintah AS bertenor pendek 2 tahun ini bisa dianggap mencerminkan kekhawatiran investor terhadap perkonomian AS dalam dua tahun mendatang.

Kondisi diatas tentunya telah mengurangi harapan bahwa the Fed mungkin tidak akan bisa menurunkan suku bunga selama 2024, dan skenario terburuknya dalah the Fed malah berpotensi menaikkan suku bunga untuk meredam kenaikan laju inlfasi.

Tapi kenaikan suku bunga ini malahan secara teori akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dilematis dan simalakama ya? karena jika suku bunga dinaikkan maka ekonomi akan jatuh, tetapi jika diturunkan maka laju inflasi kemungkinan akan semakin naik.

Situasi dan kondisi yang dihadapi the Fed tampaknya dibaca dengan baik oleh Bank Indonesia yang pada 25 April, 2024 telah menaikkan suku bunga sebanyak 25 basis points menjadi 6,25% untuk meredam laju inflasi akibat melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Setelah kenaikan suku bunga Rupiah sendiri bereaksi menguatke level 16.192 rupiah per satu dolar AS dari kisaran sekitar 16.237 sebelum kenaikan suku bunga (data dari investing.com).

Sejatinya, kenaikan suku bunga Bank Indonesia menjadi 6,25% yang adalah angka tertinggi sejak Juni 2016 dan kemungkinan the Fed akan menahan suku bunga atau bahkan menaikkannya dari saat sekarang di level 5,50% berpotensi menekan sentimen berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Suku bunga dan pelemahan rupiah berpotensi melemahkan daya beli masyarakat dan melemahkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tentunya berimbas kepada hasil dividen yang akan dibagikan kepada investor.

Tidak ada yang dapat memprediksi kapan kondisi ketidakmenentuan ekonomi global ini akan berakhir terutama menjelang pemilihan Umum Presiden di AS dan transisi pemerintahan di Indonesia pada Oktober 2024 nanti setelah pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia.

Disisi lain kita juga akan menghadapi drama bulan Mei yang masih kental dengan adagium Sell in May and go away. Secara umum, suku bunga tingghi akan sangat berpotensi mempengaruhi kinerja keuangan sektor property, konsumsi dan perbankan.

So bijaklah dalm berinvestasi dan semoga Tuhan selalu merahmati dan melindungi Indonesia.

(Zs/NRS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini