Lebih lanjut, dia mengatakan kebijakan menaikkan suku bunga yang dilakukan negara maju untuk merespon tingkat inflasi yang tinggi telah mengakibatkan situasi dunia semakin tidak jelas.
Belum lagi, menurutnya, ditambah faktor lain yang juga mengancam dunia seperti perubahan iklim, gelombang panas, dan kondisi dunia yang saat ini mengalami VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity), dimana terjadi perubahan yang sangat cepat, sulit diprediksi, dipengaruhi banyak faktor, dan realitas menjadi sangat subjektif.
“Ini akhirnya menyebabkan dunia semakin menjadi nggak jelas, VUCA makin tinggi dan ini kita nggak tahu sampai kapan habisnya khususnya perang Rusia Ukraina, kemudian ada heatwave juga, climate change sehingga distribusi barang segala macam masih terganggu,” tambahnya.
Melihat kondisi ini, menurutnya Indonesia tidak bisa berharap banyak dari perekonomian global saat ini. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk fokus pada kekuatan perekonomian domestik yang masih menunjukkan pertumbuhan positif hingga kuartal 3 tahun ini sebesar 5,72%.
Hal itu dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang tinggi, peluang besar investasi, kenaikan harga komoditi ekspor hingga reformasi struktural ekonomi Indonesia yang mulai berfokus ke hilirisasi industri. Menurutnya, hal itu perlu disyukuri sebagai bentuk Tuhan masih sayang kepada Indonesia.