spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Trio Pimpinan Parpol Sengaja Menentang Sistem Hukum tentang Pemilu Takut, Kasus Lama Dihidupkhan Kembali?

Oleh: Damai Hari Lubis, Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212

Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan Erlangga Hartato dalam Belenggu Kekuasaan

- Advertisement -

KNews.id- Publik ramai membicarakan diberbagai media sosial terhadap wacana atau ide yang menyimpang dari konsitusi terkait usulan agar agenda pemilu ( Pilpres dan Pileg ) dimundurkan dari agenda yang seharusnya pada 2024, sehingga otomatis waktu periode dari 5 tahun masa jabatan presiden menjadi bertambah, ide pelanggaran konstitusi ini digulirkan oleh 3 ( tiga ) orang pimpinan Partai Politik.

Ide atau wacana pertama kali datang adalah dari Muhaimin Iskandar atau Cak Imin selaku Ketua PKB. pada Rabu, 23 – 2- 2022 dirinya menyampaikan ide dimaksud melalui statemen politiknya bahwasanya perlu mengundurkan Pemilu pada 2024 selama 1 atau 2 tahun, oleh karena ;  ‘ pemerintah membutuhkan  momentum untuk melakukan recovery ekonomi nasional terhadap dua tahun pandemi yang sebelumnya dianggap tidak efisien. Meskipun, upaya itu telah dilakukan sejak 2021. ‘

- Advertisement -

Lalu yang ide yang sama dengan cak Imin juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto pada Kamis, 24 – 2- 2024 bahwa dirinya ; ‘ Saat kunjungan kerja di Kabupaten Siak, Riau, menerima aspirasi dari petani yang menginginkan pemerintahan Presiden Joko berlanjut sampai tiga periode.  ‘Maka Erlangga mengatakan dirinya menyepakati aspirasi agar Pemilu 2024 diundur.

Kemudian kembali ide pengunduran pemilu 2024 juga disampaikan oleh Tokoh Parpol Zulkifli Hasan Ketum PAN, dengan irama yang sama menyatakan Jumat, 25/2/2022, dirinya pun berharap pemilu 2024 diundur dengan 5 alasan pertimbangan, yakni ; ‘ Pertama pandemi Covid-19 yang belum berakhir sehingga memerlukan keseriusan dalam penanganan.

- Advertisement -

Kedua, ekonomi Indonesia belum membaik. Saat ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata di 3% – 3,5%. Sehingga banyak masyarakat yang masih kehilangan pekerjaan dan banyak usaha yang belum kembali pulih

Ketiga, pemilu membutuhkan biaya besar yakni berkisar Rp 180 triliun -190 triliun. Di  tengah ekonomi yang masih sulit, alokasi dana Pemilu bisa untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Ke-empat, banyak program-program pembangunan tertunda karena pendemi. Perpanjangan dan penundaan Pemilu juga  demi keberlanjutan kebijakan. Kelima, bahwa tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi melalui indikasi survey Kompas sebesar 73 % .

Sehingga ketiga tokoh parpol yang juga diketahui sebagai anggota koalisi pendukung Presiden Jokowi pada prinsipnya mengeluarkan statemen yang sama – sama bermakna Pemilu 2024 agar diundurkan,dan selanjutnya secara logika hukumnya memiliki definisi bahwa, masa Jabatan Presiden Jokowi menjadi diperpanjang, sehingga mutatis mutandis berdampak perpanjangan pada masa tugas dan jabatan Para Menteri serta semua Anggota Legislatif DPR , MPR serta DPD.

Maka secara hukum patut dipertanyakan, mengapa ke 3 orang tokoh politik ini bisa ” tega ” mengusulkan hal yang bertentangan dengan sistem konstitusi NRI, termasuk melanggar sumpah dan jabatan Jokowi selaku presiden dan Sumpah Jabatan Kyai Ma’ruf Amin selaku Wakil presiden, termasuk penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu berdasarkan UU. RI Tahun 2017 yang artinya saat ini hasil kinerja KPU sudah selesai dan fakta hukumnya masa jabatan presiden dan wapres tinggal menyisakan waktu lebih kurang 2 tahun lagi dari 5 tahun masa jabatan.

Sehingga ketiga tokoh partai   tersebut jelas – jelas sudah bertentangan dengan sistem hukum yang ada pada konstitusi dasar NKRI yakni  Pasal 7 Jo. Pasal 22 UUD. 1945 dan Jo. Pasal 169 Huruf n. Jo.Pasal 227 huruf i, Jo. Pasal 226  UU. RI No. 7 UU. Tahun 2017 Tentang Pemilu yang kesemuanya pasal pada sistem konstitusi dimaksud menyatakan : ‘ seorang yang menjabat Presiden RI hanya dapat menjabat dalam waktu 5 tahun untuk sebanyak 2 kali memangku jabatan.

Maka tidak heran, banyak publik selaku masyarakat bangsa ini berasumsi negatif terhadap diri trio tokoh pimpinan parpol dimaksud, oleh sebab usulan mereka disambut oleh masyarakat lalu dikait-kaitkan atau disangkut pautkan dengan ” politik hukum balas budi “, dikarenakan ada rekam jejak mereka bertiga yang memiliki indikasi catatan cacatan hukum, bahwa terhadap Cak Imin dirinya  memiliki catatan khusus tentang dugaan – dugaan terlibat tindak pidana korupsi atau gratifikasi.

Pertama saat Cak Imin selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi terseret kasus dugaan korupsi, yang dikenal sebagai kasus ‘ Kardus Durian ‘ pada 2011 dan dirinya sempat diperiksa KPK terkait Kasus ‘.

Kedua, terkait dugaan kasus suap pembahasan anggaran optimalisasi di Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi pada Kemenakertrans 2014.

Ketiga Dugaan Kasus Proyek infrastruktur dalam perkara dugan korupsi proyek pembangunan jalan yang digarap oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016.

Sedangkan terhadap tokoh kedua, Erlangga pada tahun 2016 – 2018, ia sempat terseret dalam 2 ( dua ) perkara dugaan korupsi dalam pengaturan barang kena Cukai untuk pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan, juga terseret pada kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 ( 2018 ), dan terbaru diri Erlangga adalah terlapor kasus ( 2021) dalam perkara pidana yang berbau hubungan ” asmara terlarang atau perselingkuhan alias mesum ” bahkan ada sempat beredar rekaman suara dari dirinya ( Erlangga ) yang isinya seperti tengah mengklarifikasi dalam rangka mengajak penyelesaian damai atau musyawarah dengan seorang laki laki yang ditengarai sebagai suami dari pelapor FH. Dan hingga kini kasus ” mesum” tersebut tidak jelas berita perkembangan proses perkaranya.

Serta tokoh ketiga, Zulkifli Hasan sempat ramai diduga terlibat pada dugaan korupsi alih fungsi hutan Riau pada tahun 2014 dengan terdakwa Suheri Tirta, Legal Manager PT Duta Palma Group.

Oleh sebab itu, publik berasumsi bahwa ketiga tokoh politik yang lolos dari jeratan hukum dari keterlibatan perkara perkara yang melibatkan nama mereka diduga kuat adanya ” permainan ” , maka sebagai politik balas budi, mereka atau ketiga tokoh politik terpaksa pasang badan walau akan muncul resiko kecaman – kecaman dari manapun dengan kata lain usulan mereka terhadap ‘ penambahan atau perpanjangan periode ‘ masa jabatan presiden yang inkonstitusional,  memang disengaja dikondisikan sebagai bagian pelaksanaan missi politik terkait hal pengunduran pemilu ( pilpres ) yang seharusnya dilakukan pada tahun 2024.

Sedangkan tokoh sebenarnya pemilik hajat atau  wacana sesungguhnya adalah Presiden Jokowi sendiri termasuk seorang  politisi lain yang ada dalam barisan kabinet Jokowi yakni Luhut / LBP, sehingga mereka Cak Imin, Zulhas dan Erlangga sudah diframing khusus menjadi pioner untuk pengusulan penambahan periode masa jabatan presiden atau pengunduran agenda Pemilu Pilpres , Pileg ( DPR RI, DPD RI ) dari yang seharusnya sesuai masa berakhirnya jabatan di – 2024 agar diperpanjang atau ditambah masa jabatannya selama untuk 1 tahun atau 2 tahun bahkan sampai dengan batas yang tidak atau belum bisa ditentukan.

Karena belum diketahui bagaimana bentuk daripada pola atau tehnis pengunduran sistem hukumnya, apakah melalui amandemen UUD. 1945 oleh MPR dan atau melalui JR. terhadap UU. Pemilu melalui lembaga MK( Mahkamah Konstitusi ).

Oleh karena sinyalemen rekam jejak atau track record ke – tiga tokoh politik dimaksud, banyak asumsi liar atau prediksi publik terhadap peristiwa terhentinya kasus hukum mereka karena ” ada bantuan daripada Presiden Jokowi ”  seorang yang sesuai sistem hukum NRI memiliki kekuasaan tertinggi daripada puncak eksekutif, sehingga mereka trio politis lolos dari jeratan hukum KPK.

Maka balasannya dari trio politisi dimaksud siap menjadi bulan- bulanan publik bangsa ini oleh sebab sesuai asas fiksi hukum mereka trio ketum parpol dipastikan mengetahui bahwa perbuatan mereka yang bersuara untuk missi penambahan periode adalah inkonstitusional atau dengan kata lain merupakan bentuk ” makar ” terhadap konsitusi dasar NKRI  UUD 1945 dan masuk pada kategori perbuatan.

Immoral, karena dengan sengaja melecehkan atau menginjak – injak konstitusi, sekaligus mencederai rasa keadilan pada bangsa ini  serta menghilangkan kepastian hukum dengan cara merusak atau melecehkan tatanan sistem hukum di- NRI secara transparan serta suka – suka.

Alhasil kesimpulan publik justru proses hukum dari beberapa tokoh figur politisi bangsa ini berdasarkan track record mereka ( Cak Imin, Zulhas dan Erlangga ) sungguh anomali, karena malah dijadikan pioner daripada usulan perpanjangan masa Jabatan Jokowi sebagai bentuk Politik fragmatis atau kepentingan dan selebihnya adalah ” Balas Budi Hukum ” atau kompensasi atau bargaining terhadap bahaya bumerang akan pertanggung jawaban hukum terhadap dugaan peristiwa pidana yang pernah mereka lakukan. Wallahu’alam. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini