spot_img
Senin, Mei 20, 2024
spot_img

Tidak Perlu Memakai Toga Advokat Dihadapan Peradilan Rezim Jokowi

Maka sebaliknya tuduhan publik menjadi objektif, karena terbukti nama Jokowi tidak ada sebagai pelapor dan atau sebagai saksi korban. Serta tuduhan publik melalui individu publik Bambang Tri, terhadap narasi yang Ia dapat, adalah dari media berita resmi on line yang beredar, dan beberapanya justru sumbernya dari media sosial FB. Instagram lalu menjadi bahan pustaka sebagai hak individu publik untuk dijadikan artikel hukum atau karya tulis, dalam kerangka perintah undang – undang sesuai kemerdekaan atau kebebasan masyarakat untuk berpendapat secata tulisan atau sebagai bagian dari peran serta masyarakat yang diperintah oleh banyak sistim hukum pada per-undang – undangan.

Namun akhirnya Bambang Tri dan Gus Nur justru tetap dilanjutkan penahanan oleh JPU. dan oleh majelis hakim. Maka untuk itu saya pribadi tidak tega, tidak sanggup memakai toga kebesaran advokat yang nyatanya tidak dapat membebaskan orang yang tak bersalah, bahkan sekedar penangguhan penahanan pun saya dan kawan-kawan sepertinya  juga  tidak mampu, maka biarlah sisa kawan – kawan  lainànya yang cukup satria dan hormati pengadilan dan atau hormati Kuhap, dengan tetap menggunakan toga sebagai baju kebesaran.

- Advertisement -

Walau JPU. dan Hakim nyata – nyata tidak hormati Kuhap dan tidak peduli rasa keadilan dan amat jauh dari kepastian hukum. Pastinya para majelis hakim dan JPU. Tidak punya rasa malu, tak punya rasa sedih, tak punya rasa takut, dan tidak khawatir jika hati mati dan resiko setelah kematian.

Matinya hati, moral atau nalar sehat Para JPU. Dan Majelis Hakim Gus Nur dan Bambang Tri, apakah tebukti, ya buktinya adalah lahirnya  tuntutan JPU. 10 tahun penjara. Selebihnya moral, nalar sehat, para hakim sebenarnya sudah rusak dan mati, sejak awal perkara ini ( kasus Gus Nur dan Bambang Tri ) ada ditangan mereka, karena mereka majelis tahu sesungguhnya tidak punya kewenangan atau kompetensi untuk mengadili secara proses perkara dalam konteks pidana berdasarkan kebenaran formal demi menuju proses kebenaran materil. Terbukti lokus delikti di Malang, tidak menjadi landasan domein mengadili yang seharusnya di PN. Malang, sehingga terbukti peradilan yang dilaksanakan tidak sesuai petunjuk pasal 84.

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini