KNews.id – Pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 100 karyawan PT Smartfren Telecom Tbk mengindikasikan persaingan pada industri telekomunikasi (telko) seluler di Tanah Air makin berat dan perlu inovasi baru untuk terus tumbuh dan berkembang.
Rencana merger perseroan dengan PT XL Axiata Tbk bisa saja terus didorong untuk lebih meningkatkan daya saing dan dan kinerjanya. Hanya saja, jumlah empat operator seluler saat ini juga dinilai justru ideal untuk menjaga persaingan tetap sehat.
Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP Aspek Indonesia), sebagai induk organisasi dari Serikat Karyawan Smartfren, Mirah Sumirat mengungkap bahwa ada sebanyak 100 karyawan Smartfren yang terdampak PHK pada Agustus 2023. Bahkan, PHK bias saja mencapai sedikitnya 300 karyawan tahun ini.
Kurang berdaya saingnya Smartfren pun terlihat dari kinerja keuangan. Pada semester I-2023, perseroan membukukan pendapatan usaha Rp 5,56 triliun dan rugi bersih Rp 543,21 miliar. Berbeda dengan operator lain, yakni PT Telkom Indonesia Tbk (Telkomsel), PT Indosat Tbk, dan PT XL Axiata Tbk yang masih mampu membukukan keuntungan.
Secara umum, industri telekomunikasi Tanah Air memang sedang biasa saja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Tanah Air hanya tumbuh 7,19% pada semester I-2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya tumbuh lebih tinggi, yakni 8,75%.
Pengamat TIK dari Institut Teknologi Bandung Ridwan Efendi berpendapat, PHK di Smartfren lebih bersifat strategi grup perusahaan. Sebab, dari grup Sinarmas, sepertinya hanya Smartfren, yang berbisnis telko seluler, yang selalu merugi kecuali tahun 2022.
“Secara net group untung besar, sehingga masih bisa menopang Smartfren untuk tetap beroperasi. Nah, PHK karyawan Smartfren tentunya tidak bisa dilepaskan dari strategi grup perusahaan,” ujar Ridwan.
Dia mengakui, industri telko seluler Tanah Air bisa disebut sudah lesu. Namun, industri telko secara lebih luas masih potensial untuk digarap dengan cara berinovasi. Saat ini, potensi pendapatan dari bisnis machine to machine atau internet of things (IoT) belum optimal digarap.
Smartfren pun perlu mempertimbangkan untuk masuk bisnis gabungan seluler dan kabel (fixed mobile convergance/FMC) seperti sudah dilakukan oleh Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat. Bisnis FMC bisa menjadi satu strategi bisnis untuk mendongkrak jumlah pelanggan dan rata-rata pendapatan per pelanggan (average revenue per user/ARPU).
“Di banyak negara, sudah terbukti bisnis FMC bisa mendongkrak kinerja perusahaan dari sisi jumlah pelanggan dan ARPU. Dari sisi teknis, bisnis ini menambah kinerja jaringan menjadi lebih baik, yang ditopang oleh fiber optik,” imbuhnya.
Pilihan Merger
Sementara itu, terkait penjajakan merger Smartfren dengan XL Axiata, Ridwan berpendapat hal tersebut bisa menjadi pilihan. Apalagi, berkaca dari merger Indosat dan PT Hutchison 3 Indonesia yang telah menambah sumber daya frekuensi menjadi besar sekali dan hanya berkewajiban mengembalikan frekuensi sedikit saja, tidak seperti waktu merger XL Xiata dan Axis dulu.
Namun, dia juga mengingatkan kepada regulator (Kementerian Komunikasi dan Informatika/Kemenkominfo) terkait dampak penjajakan merger Smartfren dan XL Axiata terhadap persaingan usaha sehat pada industri telko Tanah Air dan peta penguasaan frekuensi.
“Umumnya, jika hanya terdapat tiga operator, persaingan sehat sulit tercapai, biasanya justru empat operator angka optimum. Dari sisi frekuensi juga jangan sampai terjadi penguasaan yang besar, namun tidak efektif dalam sisi sebaran base transceiver station/BTS-nya,” tutur Ridwan.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong pun mengaku, Smartfren dan XL Axiata sudah bertemu Menkominfo untuk konsultasi kemungkinan merger. Pemerintah disebutnya ingin mengurangi kompetisi industri telko yang kurang sehat dan tak ada perang tarif lagi.
“Ya, sudah ada pembicaraan (mengenai merger). Saya kira mereka masing-masing sudah bicara dengan Menkominfo. Yang saya tahu, Smartfren sudah ketemu Menkominfo. Pihak satunya lagi (XL) juga sudah ketemu,” kata Usman di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, awal September ini. (Zs/ID)
Discussion about this post