spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Mashabi, sang Peratap dari Tanahabang

KNews.id- Sebelum musisi Rhoma Irama ‘melahirkan’ dangdut, Mashabi dan generasinya telah meramaikan kancah musik melayu modern pada 1950-1960, yang kelak disebut cikal bakal musik dangdut.

Tetapi siapakah sosok Mashabi? Mengapa namanya begitu melegenda di kalangan penggemar musik melayu di Indonesia? Saya jamin, sebagian besar dari Anda tidak mengenalinya.

- Advertisement -

Saya sendiri agak lupa kapan pertama kali mendengar Mashabi. Tetapi begitu mendengar ulang Renungkanlah atau Kesunyian Jiwa –dua lagunya yang mirip mantra di kalangan penggemarnya– saya akan menyebut kampung ibu saya di kawasan Ampel, Surabaya.

Di masa kanak-kanak, di tahun 1970-an akhir dan awal 1980-an, telinga saya telah mengenal secara samar-samar suara Mashabi melalui alat pengeras suara yang diputar kencang di acara resepsi pernikahan keluarga ibu.

- Advertisement -

Tentu saja, ketika itu saya tidak ada minat sama-sekali untuk tahu lebih lanjut tentang sosok pelantun lagu-lagu itu. Intinya, saya sama-sekali tak tertarik. Titik.

Meninggal dunia di usia 37 tahun, yaitu antara tahun 1963 atau 1967, Mashabi meninggalkan tujuh adik, dan empat diantaranya adalah perempuan, yang masih tinggal di rumah peninggalan orang tua mereka di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Namun demikian, kira-kira 15 tahun kemudian, ceritanya menjadi lain. Ketika sudah mengenal rasanya jatuh cinta (dan ditolak), saya ‘dipaksa’ untuk mendengarkan berulang-ulang lagu-lagu melankolis Mashabi.

- Advertisement -

Seorang sahabat, yang rupanya sedang patah hati, begitu menghayati beberapa lagu Mashabi –yang kala itu kusebut lebih mirip ratapan. Walhasil, dalam perjalanan dari Malang ke Bali bersama sobat itu, saya pun ikut-ikutan mengakrabinya.

Tetapi mengapa lagu-lagu Mashabi dapat begitu menghipnotis sobat saya itu? Bagaimana sejarah lahirnya lagu-lagunya? Dan mengapa pria kelahiran 1930-an itu mati muda?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seperti terus memanggil. Dan, setelah hampir 20 tahun menjadi jurnalis, saya akhirnya memenuhi panggilan itu.

Menurut Geisz Chalifah, Mashabi dan penyanyi seangkatannnya telah menjadikan musik melayu menjadi kegemaran masyarakat. “Kalau semula musik melayu itu musik etnis yang hanya dikenal di Medan dan Riau, mereka menjadikan musik melayu menjadi bagian dari masyarakat Indonesia,” katanya.

Kebon Kacang Enam

Awal Maret lalu, saya menghidupkan lagi rasa ingin tahu saya tentang sosok legendaris itu dengan mencoba mencari tempat tinggalnya dulu.

“Cobalah susuri Jalan Kebon Kacang 6, Tanah Abang, semua orang pasti tahu di mana rumah keluarga Mashabi,” ujar seorang teman -yang sepertinya akrab dengan lagu-lagu Mashabi.

Patut diketahui, sekian tahun lalu, teman saya ini pula yang menawari saya untuk meliput sang legendaris Mashabi, tetapi kemudian ide ini menguap dan akhirnya terlupakan.

Tetapi, pada hari-hari itu, tekad saya sudah membara. Saya kemudian membuka peta Jakarta dan bertanya ihwal jalan itu kepada teman sekantor yang tinggal di Kebon Kacang. “Kayaknya jalan-jalan Kebon Kacang yang angkanya kecil itu di dekat jalan raya Kyai Mas Mansyur.”

Info tambahan dari seorang penggila musik Melayu, Geisz Chalifah, yang menyebut ‘adik-adik Mashabi’ masih tinggal di Kebon Kacang 6 pun makin membulatkan tekad saya.

Dan akhirnya, “Apakah betul ini kediaman keluarga Pak Mashabi?” penuh harap suara saya mengambang di hadapan seorang perempuan berhidung mancung dengan rambut kelam.

Sebuah rumah yang dihiasi tanaman gantung, selain jemuran, dan bangunan kecil menjorok di depannya, serta sebuah papan bertuliskan ‘Rumah Dijual’ ditempel di pagar depannya yang mulai berkarat.

Di kanan-kirinya berdiri losmen atau hotel kecil serta lebih dari satu perusahaan pengiriman barang – sebuah ciri khas yang banyak dijumpai di kawasan di dekat pusat grosir terbesar di Asia Tenggara, Tanah Abang.

“Iya betul.” Suara perempuan memantul dari balik barang-barang di sebuah bangunan kecil yang disulap menjadi toko kelontong. Saya lega mendengarnya: saya akhirnya menemukan rumah sang legenda!

Meninggal di Usia Muda

Meninggal dunia di usia 37 tahun, yaitu antara tahun 1963 atau 1967, Mashabi meninggalkan tujuh adik, dan empat diantaranya adalah perempuan, yang masih tinggal di rumah peninggalan orang tua mereka di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Saya bertemu Rugaiyah, Sakinah, Bahijah dan Aminah -sebagian adik-adik Mashabi- di teras rumahnya, ketika langit Jakarta perlahan berubah menjadi biru bercampur lembayung di ujung baratnya.

“Saya paling dekat dengan kakak saya…” kata Rugaiyah, kini 70 tahun, yang beberapa kali saya pergoki terlihat matanya berkaca-kaca tatkala dia mengenang kembali kakaknya. Dia menunjukkan pula potret hitam putih sang kakak -yang sepertinya tidak pernah dipublikasikan sebelumnya.

Muhammad Mashabi adalah anak kedua dari 14 bersaudara. Mamad, begitulah panggilannya, adalah anak pasangan Salim Mashabi dan Salamah Mashabi. “Ayah saya dulu juga pemusik dari orkes melayu Al Wardah…”

Dalam wawancara sekitar satu jam, Bahijah dan Sakinah terkadang ikut nimbrung, tetapi dari cerita Rugaiyah, sosok Mashabi seolah seperti hidup kembali.

“Mashabi itu baik sekali. Makanya di waktu dia meninggal, tiga bulan ibu saya enggak belanja. Yang kasih terigu, minyak, karangan bunga, banyak sekali. Di sini (dia menunjuk halaman rumahnya) penuh.”

Lagu Ratapan Anak Tiri

Keluhan anak tiri adalah salah-satu lagu terkenal karya Mashabi dan kelak lagu ini meledak setelah dijadikan musik latar film Ratapan anak tiri yang kali pertama diputar pada tahun 1973.

Di hadapan saya, Rugaiyah -dengan logat Betawi yang kental- bercerita latar belakang lahirnya lagu legendaris tersebut. Sebuah kenyataan yang barangkali bisa menjadi petunjuk sifat perasa sang biduan.

Suatu saat, “dia pergi ke Lampung, dan lihat ada orang dan anaknya, yang (anaknya) terus dimarah-marahin. Dia paranin (datangi); ‘kenapa kok dimarahin’, ternyata itu anak tiri.”

Rupanya pengalaman menyaksikan kepedihan ini terus membebani Mashabi. “Dia pulang, dia kemudian mengarang (menulis lagu). Cepat ngarangnya!”

Ujungnya, pria kelahiran tahun 1930-an itu, menggelar latihan bersama teman-temannya di rumah tersebut. “Dan, kalau pas latihan, saya dikasih duit gede dan disuruh beli kelapa, beli ini, beli ini, bikin nasi uduk..” Mata Rugaiyah kali ini berbinar.

Abubakar, adik bungsu Mashabi, yang saya hubungi secara terpisah, mengatakan kakaknya memang sangat perasa alias sensitif.

“Dia mempunyai hati yang sensitif sekali. Lihat anak kecil saja bisa menangis,” kata pria yang kini berusia 58 tahun ini.

Abubakar kemudian teringat bahwa kakaknya sebagai tipe orang, “Yang tidak bisa menerima jika ada temannya susah”. Tipe seorang seniman, tambahnya.

“Saya tahu, dia habis main panggilan orkes, dan dapat uang, tapi besoknya sudah tidak punya uang. Saya dengar ceritanya, setiap dia punya uang, temannya berkumpul, dan dia tidak bisa menolak,” ungkapnya.

Menjiwai Lagu-lagunya

Bergabung bersama orkes Melayu Kelana Ria pada akhir 1950-an, pria kelahiran Jakarta itu seperti menemukan rumahnya yang baru.

Bersama grup musik ini, Mashabi produktif melahirkan karya-karya lagu emasnya, kata salah-seorang sahabatnya, Munif Bahasuan.

“Dia senang sekali bergabung dengan kita, karena saya selalu memberikan kebebasannya untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagunya,” kata Munif.

Bersama Mashabi, grup orkes melayu itu kemudian melakukan beberapa rekaman musik dan tampil di berbagai panggung.

Di sini, selain sosok Mashabi dan Munif Bahasuan, ada nama-nama seperti Husein Bawafie, Adi Karso, Lutfi Mashabi, atau Ellya Khadam, yang kelak oleh generasi berikutnya ditahbiskan ikut berperan besar mengenalkan gaya musik melayu modern.

Malam itu, saya beruntung bisa bertemu dan mewawancarai Munif Bahasuan, kini berusia 80 tahun, pencipta dan pelantun lagu Bunga Nirwana yang menjadi hits di zamannya.

Saya temui di kediamannya di kawasan Petojo, Jakarta Barat, Munif -sahabat Mashabi sekaligus pemimpin grup musik Kelana Ria- mengatakan, Mashabi adalah tipe penyanyi yang selalu menjiwai lagu-lagunya. (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini