spot_img
Rabu, Mei 22, 2024
spot_img

Luhut Ajak China Tanam Padi di Indonesia

 

KNews.id – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andrea Santosa mengkritik rencana pemerintah mengajak China untuk mentransfer teknologi pertaniannya di Indonesia.

- Advertisement -

Bahkan, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar China memanfaatkan 1 juta lahan di Kalimantan Tengah. Itu setelah Luhut menghadiri Pertemuan ke-4 High Level Dialogue and Cooperation Mechanism, (HDCM) RI-Republik Rakyat China (RRC) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, belum lama ini.

Andreas sendiri belum mengetahui soal teknologi yang bakal diterapkan, apakah terkait benih atau irigasi. Namun, di samping itu, Andreas menilai, produksi padi di Indonesia sudah jauh lebih baik dari negara lain.

- Advertisement -

Dari sisi benih, menurutnya kualitasi benih di Indonesia, beberapa di antaranya sudah dikembangkan. Hasilnya pun cukup menjanjikan kalau dari sisi teknologi.

Ia pun mempertanyakan, transfer pertanian apa yang akan diterapkan di Indonesia. Apakah dari pendanaan atau budidaya dan adopsi teknologi?

- Advertisement -

”China mau bantu Indonesia yang mana dulu, atau bantu dari pendanaan dalam arti didanai semuanya karena pembiayaannya sangat besar. Apakah di sana atau pemerintah yang menyiapkan semuanya lalu China tinggal masuk ke Indonesia melakukan Budi daya terkait teknologi mereka kan bisa juga seperti itu kita masih belum jelas,” tuturnya.

Ia pun meminta pemerintah memerhatikan beberapa hal bila membuka lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Salah satu yang harus diperhatikan yakni, proses pengelolaan airnya.

Selain itu, hal yang tak kalah penting yakni upaya pengendalian hama dan penyakit bila membuka lahan baru di Kalimantan Tengah. Sebab, kelemahan lahan di Kalimantan Tengah yang merupakan gambut juga berpengaruh pada pengairannya.

”Tata kelola air sampai sekarang tidak beres nah kalau bisa diselesaikan dengan baik saya tidak melihat hal yang cukup berarti di sana. Cukup memungkinkan itu kalau tata airnya bisa dibenahi sehingga air ini bisa dikendalikan dengan baik,” paparnya.

Ia pun mengingatkan kegagalan food estate yang terjadi di era pemerintahan sebelumnya. Salah satunya karena pemerintah melanggar kaidah akademik dan tak konsiseten soal menerapkan kebijakan.

”Yang mana setiap ganti pemimpin maka ganti pula kebijakannya atau terlalu banyak pindah lokasi. Padahal pada permulaan setiap pemimpin langsung membuka lahan dengan skala besar,” katanya.

Ia mencontohkan, di era Soeharto, pemerintah membuat food estate di 1,45 juta hektare di Kalimantan Tengah. Hasilnya, gagal.

Kemudian, proyek serupa juga dilakukan di era SBY. Saat itu, pemerintah membuatnya di Merauke seluas 1,2 hektare, di Bulungan timur seluas 300 ribu hektare, dan di Ketapang Kalimantan Barat seluas 100 ribu hektare. Hasilnya, semuanya gagal.

Terakhir, proyek Jokowi di kawasan Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua dan Papua Selatan. Beberapa di antaranya gagal, dan kemudian diganti komoditas, di antaranya berhasil.

(Zs/M.Com)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini