spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Gibran Akan di Kejar Oleh TPUA Andai Menjadi Wapres, Karena Tak Sah Bukti Pamannya di Pecat Sebagai Ketua MK.

KNews.id – Jakarta, 12 Desember 2023

Kepada Yth.
Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Suhartoyo, SH. MH.

- Advertisement -

Di- Meja Tugas

Perihal : Tanggapan TPUA Terhadap Surat Mahkamah Konstitusi/ MK. Nomor 5998 HP. 07.01/12/2023

- Advertisement -

Dengan hormat.

Terkait surat jawaban dari Saudara Suhartoyo, SH., MH. tertanggal 6 Desember 2023 yang mengatasnamakan selaku Ketua MK. melalui surat yang bernomor : 5998/HP.07.01/12/2023 06.

- Advertisement -

Sebelum menanggapi materi pokok surat, akan kami kutip dan rangkum secara singkat isi surat dari Ketua MK aquo, sebagai berikut ;

” Hal : Surat Jawab, yang ditujukan kepada Prof. Dr. Eggi Sudjana, SH.,Msi, Dkk Tim Pembela Ulama dan Aktivis, tertanggal 14 November 2023.

Bahwa, surat TPUA bertanggal 14 November 2023, perihal permintaan
pelaksanaan ulang perkara pengujian undang-undang Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Bersama ini dapat kami jelaskan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada tanggal 16 Oktober 2023 tidak dapat dipisahkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XXI/2023, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah
Konstitusi terbuka untuk umum pada tanggal 29 November 2023.

2. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut telah secara jelas dan tegas diuraikan dalam pertimbangan hukum yang pada pokoknya antara lain :

[3.12.2] Bahwa terhadap hal tersebut, setelah Mahkamah mencermati bagian pertimbangan Putusan MKMK Nomor 2/2023, hlm. 358, yang menyatakan : … ”

Dan selanjutnya yang tidak perlu kami, TPUA kutip ( namun cukup terlampir ).

Maka pada intinya, Saudara Suhartoyo, SH.,MH. Melalui surat nya telah menolak persidangan ulang terhadap perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang secara hukum dan fakta hukum berhubungan dengan batas Usia Gibran RR. Bin Joko Widodo ( Jokowi Presiden RI. ), dan Hakim Ketua MK selaku Ketua Majelis memiliki hubungan hukum sebagai paman dari Gibran RR dan atau sebagai Adik Ipar ( semenda garis kesatu ) yang prinsipnya, bahwa Anwar Usman dilarang menyidangkan objek perkara a quo in casu, sesuai sistim hukum yang berlaku positif ( ius konstitum ) hukum yang harus dan wajib berlaku, namun fakta hukumnya , Gibran RR. Bin Jokowi, melenggang oleh KPU. menjadi cawapres dari pasangan sah Capres Prabowo Subianto, dengan nomor urut 2 ( dua ).

Dan oleh sebab hukum dan perspektif logika hukum, kami menanggapi surat saudara sebagai yang beratasnamakan lembaga Yang Terhormat MK.

1. Bahwa sepanjang putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK. Nomor 2 tahun 2023 Jo. Akibat hukum perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. yang bunyinya sesuai kutipan isi putusan MKMK. Maka secara yuridis, apapun semua pertimbangan hukum putusannya yang ada, keseluruhannya mengandung sebuah peristiwa hukum yang harus dan wajib diputus dengan pertimbangan – pertimbangan hukum positif atau hukum yang harus diberlakukan ( ius konstitum ).

2. Terlebih dan utamanya pokok perkara pelanggaran etik dan para dewan MKMK adalah para hakim selaku penyelanggara negara ( MK ) yang sudah seharusnya menjadi role model, dalam makna hukum, para intelektual yang profesional dan mengedepankan objektifitas, harus lebih dulu menjadi figur publik yang men-suritauladankan, atau bersikap tunduk dan mematuhi serta melaksanakan pasal – pasal daripada sistim hukum ( konstitusi ) yang ketentuan yang isi pada pasal – pasal-nya, sudah berketegasan hukum, sehingga tidak butuh analogi hukum dalam bentuk apapun.

3. Bahwa apabila putusan yang mengandung serta berhubungan langsung dengan Pasal 17 ayat ( 6 ), lalu dihubungkan dengan bunyi putusan MKMK yang telah berkekuatan hukum mengikat atau final and binding, yaitu putusan tentang pemberhentian Anwar Usman, melalui amar putusan yang isinya menyatakan, ” bahwa Anwar Usman telah melanggar tentang ketentuan larangan Kode Etik Hakim MK. karena menyidangkan perkara yang berhubungan dengan garis kekeluargaan/ semenda, sehingga telah terjadi fakta hukum konflik interes ( atau konflik kepentingan ). Dan nyata dalam amar putusan dinyatakan secara hukum Anwar Usman diberhentikan sebagai Ketua MK. Maka dalam konteks yuridis formil, makna kausalitas hukumnya adalah, bahwa Sdr. Anwar Usman selaku Ketua MK.Telah Terbukti melakukan PELANGGARAN ATAU TERBUKTI BERSALAH DALAM MELAKSANAKAN FUNGSIONAL-NYA

Selanjutnya, semua isi Kode Etik Hakim MK. Tentunya secara yuridis bersumber dari UU. RI. Nomor 48 Tahun 2009. Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Oleh karenanya berdasarkan hukum dan perspektif logika hukum yang tidak dapat tertolak oleh sumber dalil hukum yang ada dan berlaku.

Maka putusan MKMK yang telah diikuti oleh fakta dan bukti hukum, bahwa Anwar Usman telah diberhentikan sebagai hakim fungsional , adalah mutatis mutandis tak terlepas daripada rujukan Kode Etik Hakim MK serta tepat merujuk ayat 3, 4, 5 dan 6 pada pasal 17 dan bunyi pasal 17 Ayat ( 7 ) UU. No. 48 Tahun 2009 yang mewajibkan kepada badan peradilan yang bersangkutan, untuk mengulang kembali persidangan dengan susunan anggota majelis hakim yang berbeda.

Sehingga disimpulkan, bahwa MK melalui surat jawaban permohonan dari TPUA. terkait perihal permohonan persidangan ulang terhadap perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 oleh sebab telah jelas dan nyata – nyata terhadap persidangan tersebut dilakukan dengan proses hukum yang melanggar ketentuan, dan pelanggaran dimaksud telah dibuktikan dengan pemberhentian Anwar Usman selaku Ketua MK dan memberhentikan sebagai Hakim MK. Namun, oleh karena argumentasi lembaga Mahkamah Konstitusi melalui jawaban Ketua MK. yang baru saudara Suhartoyo, SH.MH. sebagai pengganti dari Anwar Usman yang diberhentikan, telah terinidikasi, sebagai Ketua MK pada intinya menolak mengadakan sidang ulang kembali terhadap perkara No.
90/PUU-XXI/2023.

Maka berdasarkan dalil logika hukum, yang bersumber daripada sistim hukum serta fakta hukum, Ketua MK. Suhartoyo SH., MH. Serta didasari asas legalitas, vide. UU. RI. Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Sdr. Suhartoyo telah Opzet/ dolus telah melakukan konspirasi atau dengan sengaja melakukan untuk tidak mematuhi UU. RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dengan modus melanjutkan serta justru malah menguatkan produk ( putusan ) hukum haram, yang dihasilkan oleh Sdr. Eks hakim MK. Anwar Usman Jo. Putusan MKMK Nomor 2/2023 sebagai Putusan Pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK inklud subtansial pemberhentian sebagai hakim MK oleh MKMK disebabkan karena melanggar pasal 17 Ayat ( 6 ) Jo. Ayat ( 7 ) UU. RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Jo. UUD. 1945 Tentang prinsip Indonesia adalah negara hukum dan setiap WNI. bersama kedudukannya didalam hukum ( prinsip Rule of Law dan kedudukan hukum yang ekualitas ) Jo. vide. Pasal 27 ayat 1 : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya “.

Lalu atas dasar pandangan atau pendapat hukum a quo, perihal jawaban MK. Melalui jawaban langsung Ketua MK. Sdr. Suhartoyo, SH.MH. selaku Yang Terhormat, oleh karenanya TPUA berpendapat hukum dengan konklusi hukum sebagai berikut ;

” Bahwa Ketua MK. telah sengaja opzet/ dolus melanggar sistim hukum positif, atau ketentuan hukum yang wajib diberlakukan ( ius konstitum ), yakni Keseluruhan pada Pasal 17 Undang – Undang RI. Nomor 48 dengan cara sengaja ( Opzet ), serta tidak mau tunduk dan patuhi UU. UUD 1945 Khususnya Pasal 27 Ayat ( 1 ) UUD. 1945. Tentang status persamaan hukum pada setiap orang WNI atau asas equality before the law dan selanjutnya, atas dasar dalil dalil hukum yang ada dan menyertainya ;

Dan oleh karenanya TPUA terhadap perilaku Sdr. Suhartoyo, SH., MH selaku Ketua MK. Selaku subjek hukum yang melekat tupoksi -nya selaku Ketua MK. Maka TPUA akan melakukan upaya hukum melalui lembaga yang berwajib, sesuai ketentuan sistim hukum ( Konstitusi ) atas dugaan delik pidana pelanggaran nepotisme, sesuai pasal 22 UU. RI. Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jo. Pasal 421 Tentang Pembiaran adanya Pelanggaran Jo. Pasal 55 Jo. Pasal 52 KUHP serta sistim hukum positif lainnya.

Namun, sebelum kami TPUA melakukan upaya hukum, maka kami tetap berharap dan memberi kesempatan serta mempersilahkan agar MK. Melalui Sdr. Suhartoyo, SH.MH. selaku Ketua MK.RI membuka ulang persidangan melalui sidang terbuka untuk umum terkait perkara a quo in casu, nomor 90/PUU-XXI/2023 Jo. Putusan MKMK Nomor 2/ 2023 Jo. sesuai pasal 7 ayat ( 7 ) UU. A quo. UU.RI. Nomor 48 Tahun 2009.

Namun apabila dalam jangka waktu 14 ( empat hari ) tidak melakukan sidang ulang dimaksud. Maka kami dengan sangat menyesal dan terpaksa demi kepastian hukum ( rechtmatigheit ) dan demi keadilan yang harus dijunjung tinggi ( gerechtigheid ) serta demi utility, atau daya guna hukum ( doelmatigheit ), kami TPUA akan melaporkan Sdr. Suhartoyo dan penyertanya kepada pihak penyidik dan atau pihak – pihak yang berwenang sesuai merujuk ketentuan hukum yang berlaku.

Demikianlah, jawaban atau tanggapan hukum kami TPUA untuk dan atas nama kepentingan penegakan hukum semata ( pro justicia ).

Dan atas perhatian dan tanggung jawab atas tindakan serta kewenangan hukum yang dimiliki yang idealnya ditegakan oleh Mahkamah Konstitusi ( MK ),
semoga Saudara selaku Ketua MK dan seluruh anggota MK. Diberikan taufik hidayah oleh Allah Subhanalallahu Wata’ala, untuk dapat berlaku adil, selebihnya teriring ucapan terima kasih.

Hormat Kami

Tim Pembela Ulama & Aktivis / TPUA.

Koordinator, Damai Hari Lubis

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini