spot_img
Kamis, Mei 2, 2024
spot_img

Ekonomi Indonesia ‘Makin’ Menakutkan, Sindiran RR: Muka Mau Disembunyikan Dimana?

KNews.id- Ekonom senior  Rizal Ramli kembali mengungkapkan pandangannya terhadap kondisi Indonesia secara global. Menurutnya, saat ini pemerintah jelas tidak memperlihatkan potensi memperbaiki negara di berbagai bidang. Misalnya saja di sektor ekonomi, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, bahwa Indonesia masih berada ddalam jurang resesi pada kuartal I-2021. Dalam catata BPS memperlihatkan pertumbuhan ekonomi RI -0,74%, secara year on year (yoy) dan -0,96%.

“Dari 17 sektor, ada 6 tumbuh positif dan 11 sektor negatif tapi cenderung membaik,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (5/5) kemarin.

- Advertisement -

Menanggapi rilis yang disampaikan BPS, Rizal Ramli yang merupakan mantan anggota tim panel penasihat ekonomi PBB ini menyebut, bahwa dirinya sudah memprediksi kondisi RI jauh sebelum covid-19 hadir di Indonesia.

“Sebelum 2020 lalu, saya sudah sampaikan ini kalau RI akan menghadapi krisis, tapi dibantah-bantah. Kami kasih early warning system, namun tak dihiraukan, sehingga gelembungnya makin besar.

- Advertisement -

Gelembung makro ekonomi, gagal bayar, anjloknya daya beli, kehadiran bisnis digital dan penurunan pendapatan petani. Semua indikator makro merosot lebih jelek dibandingkan 10-15 tahun lalu. Defisit neraca perdagangan, transaksi berjalan, taxation dan sebagainya,” ungkapnya, kepada bicaralah.com, kemarin, Rabu (5/5) di Jakarta.

Mantan Menko Ekuin era Gusdur ini juga mempertanyakan sejumlah pejabat maupun menteri kabinet Jokowi yang kerap membantah prediksinya. “Banyak pejabat yg sesumbar pada akhir 2020, bahwa ekonomi  akan cepat pulih 2021, akan meroket, Itu muka sembunyikan dimana eui?,” tanya Rizal.

- Advertisement -

Indikator Ekonomi Indonesia Melemah

Sementara itu, terkait kondisi ekonomi saat ini, Rizal Ramli mengaku tak heran karena makin mengalami penurunan. Menurutnya, sejumlah indikator telah menunjukkan, meski pemerintah kerap menyebut masih di kondisi aman, dan serta kebijakan tata kelola ekonomi yang prudential.

“Kita bisa lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 yang sebesar 2,97% sudah mengalami kontraksi 2% dibandingkan dengan kuartal IV-2019 yang tumbuh 4,97%. Kemudian pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi terkontraksi -5,32% atau minus 4,19% ketimbang kuartal I-2020. Kalau berdasarkan rumusan dunia internasional bila ekonomi terus merosot selama dua kuartal ya berarti resesi, tapi seolah-kebijakan yang dilakukan prudent, ini apanya yang pruden, utang juga ugal-ugalan kok.” tambah Rizal.

Adapun Indikator lain yang menunjukkan ekonomi Indonesia melemah adalah transaksi berjalan defisitnya yang juga semakin lebar. Kemudian, primary balance yang negatif, artinya untuk bayar bunga bank saja Indonesia harus utang.

“Kalau primary balance-nya positif itu tidak, tapi kalau satu negara hanya untuk bayar utang juga mesti ngutang itu negatif primary balance-nya dan ini adalah faktor perlambatan ekonomi. Menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal amburadul dan ugal-ugalan kalaupun dengan muka tebal tetap bela diri bahwa ‘pengelolaan fiskal hati-hati (prudent),” sebutnya.

Kemudian, lanjut Rizal, tax ratio (penerimaan pajak dibanding PDB) sejak tahun lalu hanya 10% dan saat ini bahkan negatif. Ini, katanya, menunjukkan otoritas fiskal yang tidak efektif.

“Karena doyannya nguber (mengejar) yang kecil-kecil doang, sama yang gede-gede tidak berani justru dikasih tax holiday dan pembebasan pajak 20 tahun, dan sebagainya,” tuturnya.

Rizal juga menyebut, bahwa pertumbuhan kredit juga sangat rendah, bahkan negatif 1,39 persen pada November 2020 juga menjadi pemicu. Diketahui, pertumbuhan ini menjadi terendah sejak krisis ekonomi 1998, karena likuiditas di masyarakat dan lembaga keuangan tersedot setiap kali pemerintah menerbitkan Surat utang Negara (SUN).

“Apa yang disebut sebagai “crowding-out”. Jadi boro-boro nambah, likwiditas di masyarakat “disedot” itulah yang menyebabkan daya beli rakyat semakin merosot. Ini malah mau undang IMF ke Indonesia, banyak yang gagal justru menjauh, ini malah mendekat, memang Menteri Keuangan ‘Terbalik’ jadi berfikirnya ya terbalik,” tutupnya. (AHM/bcra)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini