spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Cerita Masa Kecil Pangeran Arab Saudi MBS, Terobsesi Menjadi The Next Alexander Great

KNews – Cerita masa kecil pangeran Arab Saudi MBS, terobsesi menjadi The Next Alexander Great. Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS), menarik perhatian usai melakukan reformasi keterbukaan di Kerajaan.

Terlepas dari kebijakan barunya, bagaimana masa kecil MbS? Semasa kecil laki-laki kelahiran 13 Agustus 1985 ini mempunyai kisah yang unik.

- Advertisement -

Salah satu pengajar yang pernah memberi pelajaran MbS kecil mengatakan ia lebih senang menghabiskan waktu bersama penjaga istana daripada mengikuti kelasnya.

“Sebagai yang tertua dari saudara-saudaranya, tampaknya ia diizinkan melakukan apapun yang dia mau,” ujar pengajar MbS, Rachis Sekkai, dikutip situs House of Saud.

- Advertisement -

Anggota keluarga kerajaan dan orang yang mengetahuinya mendeskripsikan MbS sebagai seorang anak yang temperamen.

MbS kerap bertingkah buruk dan melontarkan kemarahan. Suatu kali, saat ia remaja pernah sengaja memakai seragam polisi dan pergi ke mal di Riyadh untuk menyombongkan diri.

- Advertisement -

Namun, tak ada yang berani menghentikannya karena sang ayah, Salman Abdulaziz, menjabat sebagai Gubernur Riyadh kala itu.

“Sebagai seorang pangeran, MbS tumbuh penuh warisan dan hak istimewa, bersosialisasi di istana, menghadiri konvoi dan disibukkan dengan pengasuh, tutor dan pengikut,” tulis Ben Hubbard dalam bukunya ‘MbS: The Rise to Power of Mohammad bin Salman’ yang rilis 2020 lalu.

Mbs bisa saja memilih pendidikan di luar negeri yang dianggap lebih bagus, namun ia tetap memutuskan mengenyam sekolah di Riyadh.

Ia juga menuntaskan pendidikan dasarnya di Riyadh. Di sekolah itu, MbS termasuk dalam 10 siswa terbaik, demikian dikutip Al Jazeera.

Cita-cita Jadi Pemimpin

Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi pemimpin. Maka, MbS mngambil studi hukum di Universitas King Saud yang menjadi tangga merealisasikan harapannya.

Salah satu teman kelasnya mengungkapkan, MbS begitu terobsesi menjadi the next Alexander the Great.

Kaisar dari Maccedonia itu pula yang tampaknya menginspirasi karakter MbS dengan keinginan kuat, keras kepala, dan tak mau kalah.

Gaya tersebut tampaknya turun dari sang kakek dan buyut pendiri Kerajaan Saudi.

Sejak belia, MbS tertarik akan pemerintahan, ia kerap mengekor ayahnya dan sadar akan citra sebagai anak Gubernur, Putra Mahkota, dan kemudian Raja Saudi.

MbS mengisi hari-harinya belajar komunikasi dengan berbagai pejabat tinggi dan belajar agar tak jadi sembrono.

Ia menempuh program studi Hukum di Universitas King Saudi, Riyadh, dan lulus pada 2007. Dua tahun kemudian, ia menjadi penasihat resmi ayahnya, yang ketika itu menjadi Gubernur Riyadh.

MbS lalu mendirikan sejumlah perusahaan dan organisasi nirlaba yang untuk mempromosikan kewirausahaan di Kerajaan, demikian dikutip Britannica.

Selepas menjadi gubernur, Pangeran Salman naik pangkat menjadi putra mahkota pada 2012. Tiga tahun kemudian Raja Arab Saudi sebelum dia, Abdullah, meninggal dunia. Pangeran Salman lalu menjadi raja dan menunjuk Mbs sebagai menteri pertahanan.

Dalam hitungan bulan sebagai Menhan, MbS meluncurkan intervensi militer dalam perang saudara Yaman, yang dikenal sebagai Operasi Badai Penentu.

Operasi ini bertujuan untuk memberi dorongan ke Presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi melawan pemberontak Houthi.

Para pejabat Saudi khawatir kemenangan Houthi dalam perang saudara akan memberi ruang Iran untuk lebih jauh memengaruhi di perbatasan selatan.

Teheran disebut secara konsisten mendukung pemberontak tersebut. Iran juga dianggap sebagai saingan Arab Saudi di Timur Tengah, yang berarti rencana keterlibatan Salman sangat penting.

Bikin Saudi Lebih Terbuka

Pada 2017, MbS menjadi putra mahkota Arab Saudi. Ia kemudian melakukan dobrakan baru, memoles citra Saudi jadi tampak moderat, bukan lagi konservatif.

Kebijakan yang lebih terbuka tersebut berupa gelaran festival kebudayaan, membangun bioskop untuk umum, dan arena olahraga. Selain itu, MbS juga mencabut peran polisi syariat, mengizinkan perayaan natal, dan membebaskan pemakaian bikini di pantai tertentu.

Kebijakan lain yang berkaitan dengan pembatasan perempuan juga kini tampak longgar. Misalnya, pihak berwenang mengizinkan perempuan hidup sendiri tanpa wali, ganti nama tanpa izin, perempuan boleh masuk militer, dan perempuan boleh menyetir.

Namun keterbukaan Saudi tak sepenuhnya menjadi angin segar. Kelompok pemantau hak asasi manusia menilai langkah itu untuk menutup ‘aib’ kerajaan. Misalnya terkait kasus pembunuhan jurnalis Jamal Kashogi.

Hubbard, dalam bukunya, juga mengakui perubahan sosial yang signifikan, termasuk pengenalan hiburan jenis barat, acara olahraga dan pariwisata, dan mengatasi pendirian agama konservatif.

Namun ia mempertanyakan dampak keseluruhan. MbS mungkin liberal secara sosial tetapi ia menjalankan pemerintahan secara otokratis.

Perempuan memang sekarang bisa mengemudi, tetapi aktivis dari kedua jenis kelamin masih bisa ditangkap dan disiksa secara sewenang-wenang.

“Sebuah monarki absolut pada dasarnya adalah demokrasi satu, dan MBS mendapat suara ayahnya, satu-satunya yang penting,” tulis dia dikutip The Guardian. (RKZ/cnn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini