Madzhab Hanbali
(فَلَا بَأْسَ ، لِجَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ) . قَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ : الْعَمَلُ بِالْخَبَرِ الضَّعِيفِ ، بِمَعْنَى : أَنَّ النَّفْسَ تَرْجُو ذَلِكَ الثَّوَابَ ، أَوْ تَخَافُ ذَلِكَ الْعِقَابَ . وَمِثْلُهُ : التَّرْغِيبُ وَالتَّرْهِيبُ وَالْمَنَامَاتِ
Boleh mengamalkan hadits dhaif dalam keutamaan amal. Syekh Taqiyuddin berkata: “Artinya bahwa seseorang menginginkan pahala dan takut dengan dosa. Demikian pula dalam hal motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa.” (Mathalib Uli An-Nuha, 3/234).
Sebagai catatan penting, ada sebagian orang yang ‘alergi’ dgn hadits dhaif dengan berdalih pada Imam al-Bukhari yang mengarang kitab Sahih al-Bukhari. Padahal faktanya tidak demikian:
ﻭَﻗَﺎﻝَ اﻟﺒُﺨَﺎﺭِﻱ: أَﺣْﻔِﻆُ ﻣِﺌَﺔَ ﺃَﻟْﻒِ ﺣَﺪِﻳْﺚٍ ﺻَﺤﻴْﺢٍ ﻭَﻣِﺎﺋَﺘَﻲْ ﺃَﻟﻒِ ﺣَﺪِﻳْﺚٍ ﻏَﻴْﺮِ ﺻَﺤِﻴْﺢٍ
Imam Bukhari berkata: “Saya hafal 100 ribu hadits sahih dan 200 ribu hadits yg tidak shahih” (Faidl Al-Qadir 1/17).