spot_img
Sabtu, Mei 4, 2024
spot_img

Warning! Lampu Kuning Lilitan Utang Pemerintah dan BUMN, Ngeri!

KNews.id- Baik pemerintah maupun badan usahanya (BUMN) sama-sama terlilit utang yang banyak. Tingginya rasio utang terhadap pendapatan nasional sudah menjadi alarm yang patut diwaspadai.

Bank Indonesia (BI) kembali merilis statistik Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia untuk bulan April. Angka sementara ULN dua bulan lalu berada di US$ 418 miliar atau hampir mencapai Rp 6 kuadriliun dengan asumsi kurs Rp 14.250/US$.

- Advertisement -

ULN luar negeri pemerintah mencapai US$ 208,9 miliar sementara ULN untuk BUMN sendiri mencapai US$ 60,4 miliar. Apabila keduanya dijumlahkan maka total ULN pemerintah dan BUMN mencapai US$ 269,4 miliar.

Dengan nilai kurs saat ini maka nilainya mencapai Rp 3,82 kuadriliun atau setara dengan 63,75% dari total ULN. Sebesar 32,25% sisanya adalah ULN swasta yang terdiri dari lembaga keuangan maupun non-keuangan.

- Advertisement -

Jika hanya memperhitungkan porsi ULN swasta saja maka kontribusi ULN BUMN mencapai hampir 29%. Porsinya naik dari sebelum-sebelumnya yang berada di angka 27%. Hal ini diakibatkan karena adanya kenaikan ULN BUMN yang lebih tinggi dibandingkan dengan total peningkatan ULN swasta non-BUMN.

Itu baru ULN. Belum utang total. Mengacu pada laporan realisasi APBN April 2021 posisi utang pemerintah mencapai Rp 6,53 kuadriliun atau setara dengan 41,2% PDB tahun ini.

- Advertisement -

Sementara itu utang keseluruhan BUMN sendiri sudah tembus Rp 2 kuadriliun. Artinya total utang perusahaan pelat merah nasional mencapai 12,6% PDB. Jika digabungkan maka total utang pemerintah dan badan usahanya mencapai 53,8% PDB.

Meskipun rasio utang pemerintah dikategorikan berada di level yang aman di bawah 60%, tetapi kita tetap tak bisa menutup mata bahwa BUMN juga masih menjadi tanggung jawab pemerintah karena pemerintah lah yang memiliki sahamnya.

Sebab itu tingginya utang BUMN juga menjadi risiko bagi anggaran pemerintah. Pada 2020 saja pemerintah masih mengalokasikan sebagian anggarannya untuk menyuntik dana ke BUMN sebesar Rp 76 triliun.

Beberapa untuk penyertaan modal tetapi beberapa juga ada yang digunakan sebagai talangan untuk membantu BUMN yang bermasalah agar tetap survive. Pada tahun lalu saja ada tiga BUMN yang mendapat suntikan modal sebesar Rp 15 triliun yaitu Garuda Indonesia, KAI dan Krakatau Steel.

Ketiganya merupakan BUMN yang memiliki utang besar. Masih banyak lagi BUMN lain yang tak menghasilkan dividen tetapi justru malah mencetak utang mulai dari BUMN perkebunan dan karya.

Sebagai badan usaha seharusnya BUMN menjadi salah satu motor perekonomian dan bisa mandiri. Sukur-sukur memberikan sumbangsih dividen yang besar sehingga penerimaan anggaran bisa lebih besar.

Namun sayang, tata kelola dan juga penugasan dari pemerintah yang ambisius terutama untuk proyek infrastruktur menjadi salah satu pemicu bengkaknya utang perusahaan pelat merah ini.

Risiko Pengetatan Moneter AS dapat Ancam Utang Indonesia

Hal yang harus diwaspadai untuk tahun ini adalah risiko ketidakpastian kebijakan moneter The Fed. Tren pengangguran di AS terus menurun. Namun belum pulih ke level sebelum pandemi.

Hanya saja inflasi secara konsisten terus meningkat sepanjang tahun ini. Inflasi AS di bulan April tercatat mencapai 4.2% (yoy). Ini merupakan peningkatan tahunan tertinggi sejak satu dekade terakhir.

Dalam risalah rapat komite pengambil kebijakan The Fed yang dirilis belum lama ini, anggota komite berencana akan membahas tentang pengaturan laju pembelian aset oleh The Fed yang selama ini dikenal dengan quantitative easing (QE).

Ini seolah menandakan bahwa The Fed bakal bersiap untuk mengambil langkah menyedot likuiditas yang berlimpah dari pasar (tapering) lebih awal dari yang diperkirakan. Sinyal ini jika semakin terlihat dikhawatirkan bakal menyebabkan fenomena enam tahun silam terjadi.

Ada pembalikan modal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang bakal menekan nilai tukar rupiah. Depresiasi rupiah terhadap greenback tentu saja memberikan dampak negatif bagi perusahaan BUMN yang memiliki eksposur ULN tinggi, apalagi kalau kapasitas hedging-nya tidak mampu mencakup besarnya utang.

Jelas ini adalah risiko yang harus diwaspadai benar oleh pemerintah. Walaupun BUMN statusnya korporasi, tetapi jika untuk hidup saja mengandalkan suntikan dari APBN maka sangat disayangkan karena anggaran yang terbatas yang harusnya dialokasikan untuk peningkatan kesejahateraan masyarakat justru digunakan untuk menghidupi BUMN yang seharusnya menjadi motor penggerak roda perekonomian. (Ade/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini