spot_img
Sabtu, Mei 4, 2024
spot_img

Putusan Sidang MK Soal Sengketa Pilpres 2024, Inilah Kubu yang Diprediksi Menang

 

KNews.id – Cek kapan hasil Sidang MK Pilpres 2024 dan prediksi keputusan MK soal siapa yang menang menurut pengamat. Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan sidang pemeriksaan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.

- Advertisement -

Sebelum membacakan keputusan MK dan hasil Sidang MK Pilpres 2024 pada Senin, 22 April nanti, MK akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH). RPH yang digelar pada 16 April 2024 ini bertujuan untuk menentukan putusan dari seluruh proses PHPU Pilpres 2024.

Tanggal itu bertepatan dengan batas waktu penyampaian kesimpulan oleh pihak-pihak dalam perkara tersebut. Inilah sejumlah prediksi keputusan MK atau hasil sidang MK Pilpres 2024 dari sejumlah pengamat:

- Advertisement -

1. Gugatan Anies-Ganjar DIkabulkan

Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana memprediksi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 atau sengketa Pilpres yang diajukan oleh kubu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).Ini artinya kata Denny, MK akan memutuskan membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 sesuai versi KPU.

- Advertisement -

Prediksi itu diungkapkan Denny melalui unggahan narasi di akun media sosial X pribadinya yakni @dennyindrayana. Menurut Denny prediksinya itu, setelah IA melihat dan mencermati sejumlah faktor termasuk komposisi Hakim Konstitusi yang menangani gugatan sengketa Pilpres di MK.

Prediksi saya, ada potensi permohonan Paslon 01 dan 03 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Denny.

“Prediksi itu dilandaskan bukan hanya pada argumentasi di dalam posita Permohonan dan alat-alat bukti yang diajukan oleh Tim Hukum Paslon 01 dan 03, tetapi lebih jauh setelah mencermati komposisi Majelis Hakim MK yang menyidangkan sengketa Pilpres 2024,” kta Denny.

Menurut Denny tanpa adanya Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan paman Gibran atau ipar Jokowi, sebagai salah satu hakim yang menangani kasus ini, maka potensi dikabulkannya gugatan kubu Anies dan Gibran semakin besar.

“Dengan majelis yang hanya 8 (delapan) orang, tanpa Hakim Konstitusi Anwar Usman, maka dibutuhkan minimal 4 (empat) hakim saja, dengan Ketua MK Suhartoyo berada di posisi mengabulkan, untuk putusan diskualifikasi Paslon 02, menjadi mungkin terjadi,” kata Denny.

Untuk itu Denny mengajak kita melihat apakah prediksinya itu benar atau tidak.

“Apakah prediksi itu menjadi kenyataan? Kita lihat saat putusan dibacakan beberapa hari ke depan,” katanya.

Peluang Permohonan Penggugat Diterima atau Ditolak Masih Terbuka

Pengamat hukum tata negara Herdiansyah Hamzah Castro menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu melihat masalah proses penyelenggaran Pemilihan Umum (pemilu) dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres.

Adapun RPH dimulai hari ini, usai MK melaksanakan sidang dan mendengar keterangan para saksi dan ahli, termasuk keterangan empat menteri Presiden Joko Widodo. Ia mengungkapkan, Mahkamah bisa tidak hanya melihat dari hasil perolehan suara paslon tertentu, melainkan dengan cara apa suara tersebut diperoleh.

“Perkara pemilu itu menurut saya mesti meletakkan Mahkamah sebagai pihak yang tidak hanya memotret suaranya, tetapi juga memotret bagaimana atau dengan cara apa angka-angka itu diperoleh. Itu menjadi pintu masuk apakah ada atau benar apa yang didalilkan oleh para pemohon 01 dan 03 soal pelanggaran yang bersifat TSM,” kata Herdiansyah Hamzah Castro.

Ia tidak memungkiri, akan terjadi dinamika yang cukup tajam dalam RPH untuk memutus perkara Pilpres 2024. Sebagian dari 8 hakim yang ikut mengadili, bisa saja menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atau alasan berbeda (concurring opinion).

Terlebih, ketika Mahkamah berusaha memulihkan kepercayaan publik yang sempat hilang atas putusan nomor 90 tahun lalu tentang batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden.

“Jadi dinamikanya cukup tajam di dalam RPH hakim ini karena bukan hanya soal substansi yang akan diputuskan tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap Mahkamah,” ucap Herdiansyah.

Adapun dalam penentuan keputusan, Mahkamah akan mengacu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Menurutnya, ada beberapa jenis amar putusan yang bisa saja dikeluarkan MK.

Pertama, MK dapat menyatakan permohonan penggugat tidak dapat diterima karena terdapat masalah dalam persoalan formil, persoalan legal standing pemohon objek yang dimohonkan, dan sebagainya.

Kedua, mahkamah bisa mengabulkan permohonan baik sebagian atau seluruhnya, jika dalil-dalil yang diajukan pemohon dianggap beralasan oleh MK.

“Tetapi kalau kemudian Mahkamah menganggap bahwa dalil-dalil yang dimohonkan oleh para pemohon tidak beralasan, maka permohonan bisa saja ditolak oleh Mahkamah,” ucapnya. Di sisi lain, Mahkamah dapat menambahkan amar putusan jika dipandang perlu menurut beleid tersebut.

Termasuk kata dia, amar putusan agar para termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperbaiki kelemahan dalam sistem Pemilu.

“Soal bansos misalnya, bisa saja kemudian Mahkamah menambahkan amar bahwa tidak diperbolehkan pemberian bansos misalnya 6 bulan, sebelum masa pencoblosan. Itu bayangan-bayangan yang bisa saja muncul dalam putusan mahkamah,” jelas Herdiansyah.

Pemungutan Suara Ulang Terbuka

Pengamat politik Emrus Sihombing memprediksi MK bakal memutus perkara sengketa hasil pilpres dengan memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa titik wilayah Indonesia.

“Kalau saya berpendapat, hakim konstitusi ini negarawan, mereka bukan hakim mahkamah kalkulator.

Mereka negarawan yang sudah selesai dengan dirinya tidak kuantitatif permukaan saja. Hakim konstitusi lebih cenderung mendengar tuntutan paslon 1 dan paslon 3. Mereka yang tahu betul soal etika substansi.

Dari delapan hakim MK, lima orang saja di antara mereka memutuskan pendekatan, (maka) progresif keputusannya adalah kemungkinan keputusan pemungutan suara ulang di beberapa titik atau semua titik, atau bisa satu dua titik bisa di semua titik,” ujar Emrus.

Menurut Emrus, ada dua pendekatan yang kemungkinan bakal dipergunakan delapan hakim konstitusi dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2024. Apabila hakim MK memilih paradigma kualitatif, maka diprediksi mereka akan memutuskan persidangan dengan menyebut adanya kecurangan dan memerintahkan pemilihan ulang atau diskualifikasi calon.

Sebaliknya, apabila hakim MK menggunakan paradigma kuantitatif dengan pendekatan data fakta yang muncul ke permukaan, maka Emrus menduga kesimpulan yang mereka buat lebih cenderung memberikan sesuatu tidak jauh dari apa yang sudah diputuskan KPU.

(Zs/Trbn)

 

 

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini