Oleh : SK Budiardjo, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI)
KNews.id – Keluhan masyarakat kecamatan teluk naga, Tangerang, atas eksistensi kawasan perumahan Pantai Indah Kapuk II yang dikelola Agung Sedayu Group (ASG) sudah berlangsung lama. Sejumlah warga menjadi korban pembebasan lahan, dengan modus kriminalisasi dengan tujuan untuk menekan harga lahan murah, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan lahan pengembangan kawasan PIK 2.
Apa yang saya alami, yakni dikriminalisasi dengan dalih melakukan pemalsuan Girik atas tanah yang saya beli secara sah di Cengkareng, juga dialami sejumlah warga di Kecamatan Teluk Naga. Sejumlah lurah, juga menjadi korban jika tidak kooperatif dengan pengembang. Data korban, kami arsip secara baik di FKMTI.
Begitu saya mendengar kabar, pada Maret 2024 lalu Kawasan PIK 2 ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN), saya kaget sekaligus prihatin. Kaget, karena status PSN ini akan melegitimasi proses perampasan tanah rakyat. Prihatin, karena akhirnya rakyat kecil yang menjadi korban kerakusan oligarki property yang dimiliki Aguan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021, PSN adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis. Agung Sedayu Group, menikmati fasilitas PSN melalui pintu sebagai badan usaha yang dianggap memiliki sifat strategis.
Alasan yang disampaikan publik tentu yang bersifat positif, yakni untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan di masyarakat. Namun, dibalik alasan klise ini sejatinya PSN yang dijalankan oleh swasta apalagi korporasi properti seperti Agung Sedayu Group ini, berpotensi menjadi ajang untuk melakukan legalisasi perampasan tanah rakyat berdalih untuk kepentingan PSN.
Beberapa benefit penetapan PSN bagi Proyek Agung Sedayu ini, diantaranya:
Pertama, kemudahan untuk melakukan Percepatan Pembangunan kawasan.
Kedua, kemudahan dan Percepatan Waktu Penyediaan Lahan.
Ketiga, adanya Jaminan Keamanan Politik.
Penyediaan lahan PIK nantinya tidak tunduk pada transaksi pembebasan lahan, yang sifatnya sangat bergantung pada kesepakatan warga Teluk Naga selaku pemilik lahan. Baik dari sisi kesediaan menjual lahan dan harga lahan yang diinginkan.
Dengan dalih PSN, maka pengadaan lahan PIK 2 dianggap untuk kepentingan umum, sehingga PIK 2 dapat secara sepihak menentukan lahan, menentukan harga dan menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan. Setelah dititipkan, juga kemungkinan mafia tanah masuk untuk merampas hak pemilik tanah dengan modus operandi membuat gugatan di pengadilan dengan target terjadi perdamaian dan membagi uang ganti rugi yang dititipkan.
Untuk tanah yang dimiliki negara, berupa HPL (Hak Pengelolan Lahan), juga menjadi mudah untuk melayani kepentingan pengembangan PIK 2. Itu artinya, dengan ditetapkan sebagai PSN maka Agung Sedayu Group mendapatkan banyak fasilitas dan kemudahan dari negara untuk mengadakan lahan, namun rakyat yang menjadi korban ekspansi PIK 2.
Saya tidak dapat membayangkan, bagaimana nasib masyarakat di sekitar Teluk Naga pasca penetapan Kawasan PIK 2 sebagai PSN. Mereka, tentu saja patut khawatir akan nasib hak tanah mereka, karena bisa saja masuk kawasan pengembangan yang akan diganti rugi alakadarnya.
Proses pembebasan lahan tidak lagi dilakukan dengan asas kontraktual (kesepakatan), tapi ada paksaan dari negara yang dimanfaatkan PIK melalui status PSN ini. Ujung-ujungnya, PSN hanya akan melegalisasi proses perampasan tanah rakyat untuk kepentingan oligarki property.
Saat belum di penjara, saya sudah menyampaikan kepada Pak Mahfud MD selaku Menkopolhukam, akan pentingnya kebijakan menjaga kedaulatan tanah rakyat Indonesia. Saya juga sudah mengusulkan proses penataan ulang (harmonisasi) keseluruhan peraturan dan hukum di bidang pertanahan, agar tidak dimanfaatkan oleh oligarki untuk merampas tanah rakyat.
Namun, ternyata perjuangan untuk mengembalikan kedaulatan tanah rakyat Indonesia masih menemui jalan berliku. Ujian yang saya hadapi, juga apa yang menimpa istri saya yang turut dipenjara, juga tak lepas dari upaya oligarki property untuk membungkam perjuangan ini. Semoga, para pemangku kebijakan dan rakyat Indonesia segera menyadari, betapa berbahayanya ancaman kedaulatan tanah rakyat Indonesia saat ini.
(Zs/NRS)