spot_img
Minggu, April 28, 2024
spot_img

Prokes Hanya Hukum Positif Khusus untuk HRS?

Oleh : Damai Hari Lubis, SH.,MH, Sekjen TPUA/ Tim Pembela Ulama dan Aktivis

(Mengapa Para Konsumen dan Para Pengunjung Pasar Tidak Dituntut sebagai dader delik ? Pengusaha Mall atau Pemilik Toko Tidak dituntut sebagai Made pleger ? Atau Terduga Pasal 160 KUHP Terkait Hasut ?)

- Advertisement -

KNews.id- Pemandangan orang yang dengan sengaja ( dolus ) atau nyata ada mens rea dari dader/ pleger dan madepleger ( pemilik toko atau pengusaha pasar/ mall ) yang dengan sengaja belanja, atau berencana Melakukan Kerumunan yang melanggar Regulasi Prokes Covid 19, banyak nampak baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Sosmed yang beredar, delik kerumunan tersebut terjadi dari lokasi di areal pusat – pusat perbelanjaan yang ada di Pulau Jawa. Terutama Pasar – Pasar Tradisonil.

Maka inklusi, nampaknya larangan yang terdapat pada Prokes Covid 19 tersebut, hanya diperuntukan spesial untuk Imam Besar Habib Rizieq Shihab. Terbukti beliau dipenjarakan.

- Advertisement -

Padahal faktanya hukum atau regulasi prokes Covid 19 tersebut dari sudut praktik yang nampak selain kerumunan di pasar – pasar dimaksud, selain sebelumnya ada fenimena tranparansi yang ditampilkan Presiden RI di Maumere dan saat kehadirannya Presiden RI dan Menhan Prabowo Subianto Saat Pernikahan Aurel – Atta Halilintar serta beberapa orang tokoh tertentu yang melakukan dan atau menjadikan kerumunan lepas daripada proses atau jerat hukum, padahal merekalah para subjek hukum yang semestinya lebih dulu mematuhinya selain hukum positif juga sebagai aplikasi suri tauladan.

Kasat mata dari sisi pandang hukum, menjadikan Prokes Covid 19 ini, sepertinya hanya khusus memenjarakan Beliau/ IB. HRS. Himbauan penulis, Majelis Hakim yang juga keputusannya merupakan  alat hukum sebagai fungsi control hukum, sudah semestinya Majelis Hakim PN. Jakarta Timur dalam keputusannya kelak membebaskan Beliau, selain oleh sebab hukum adanya fakta-fakta hukum yang terjadi pada praktek gejala gejala sosial yang ada, sehingga sudah merupakan alat bukti notoire feiten atau sudah menjadi pengetahuan umum.

- Advertisement -

Selebihnya Majelis Hakim yang dituntut oleh sistem konsitusi NRI melekat jabatan serta sumpah jabatannya memiliki beban membuat putusan adil seadil – adilnya sebagai Wakil Tuhan di Muka Bumi, mutatis mutandis harus ekstra memahami sikon perpolitikan NRI, untuk itu hakim tidak boleh terkontaminasi ” politik kekuasaan ” atau oligarki  kedalam putusan hukumnya, atau jangan mau ditunggangi atau dipaksakan menjadi  mixer atau tunduk dan turut serta apada unsur politik, sehingga  turut serta mengaduk atau mencampurkan unsur politik kedalam hak dan kewajiban independensi isi vonis ( putusan ) hukum yang akan mereka buat.

Selebihnya justru secara hukum selain keanehan pada praktek tebang pilihnya prokes covid 19 ini, dan suasana kerumunan yang riil dipusat pusat  perbelanjaan ( tradisinal dan mal ) maka tidaklah pantas sebah regulasi model Prokes Covid 19 ini secara hirarkis sistem hukum perundang- undangan NRI,  prokes ini dapat dikategorikan sebagai ius konstitum ( hukum positif ) atau hukum yang mesti berlaku, melainkan hukum yang sekedar cita-cita atau aturan yang hanya mudah – mudahan berlaku atau ius konstituendum. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini