Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.” Keadaan bahaya yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 dapat berbentuk produk hukum seperti peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sebagai kewenangan subjektif dan prerogatif presiden.
Pasal 22 ayat (1) menyebutkan: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”. Kewenangan tersebut memberikan kekuasaan lebih kepada eksekutif untuk mengatur negara dengan cara-cara, bahkan melampaui konstitusi.
Namun harus dilihat bahwa tidak semua persoalan bisa dikeluarkan Perppu sebagai jawaban. Sebuah Perppu dikeluarkan untuk menjawab tiga hal menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
Tiga syarat tersebut, yaitu:
1.Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU;
2.UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai;
3.Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Tiga syarat itu adalah syarat objektif keluarnya Perppu. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka Perppu dianggap sah dan konstitusional.