spot_img
Minggu, Mei 19, 2024
spot_img

Otak Beton, Merusak Negara

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordator Kajian Politik Merah Putih

KNews.id- Kajian merah putih adalah hasil pemikiran mahasiswa tanpa membedakan tingkat (smester) dan jurusan, hanya bersepakat idenya harus memenuhi standar keilmuan dengan literatur yang dipertanggungjawabkan. Jauh dari kesan formal dan protokoler dan sementara menutup hadirnya para pakar, kecuali dalam kondisi terpaksa. Semata untuk menjaga kebebasan berpikir diantara mereka.

- Advertisement -

Saat mereka berkumpul salah seorang mahasiswa smester dua dari Perguruan Tinggi Swasta , membuka awal diskusinya dengan mengatakan bahwa :  Tidak ada bangsa yang hebat yang tidak terlahir dari seorang pemikir-pemikir yang hebat. Spontan Thema tersebut disepakati, dengan santai gayung bersambut.

Bangsa Indonesia dilahirkan oleh sebuah pemikir-pemikir hebat yang berbeda pandangan, bagaimana pergulatan pemikiran pada saat itu sangat beragam antara Nasional,Islamis dan Sosialis, bagaimana kita disuguhkan oleh pergulatan Pemikiran yang dilakukan oleh beberapa tokoh seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Natsir, Tan Malaka dan beserta tokoh lainnya.

- Advertisement -

Dialog diatas saat saat Indonesia dalam kondisi yang sangat rumit untuk menentukan arah negara ke masa depan . Pergulatan pemikiran para tokoh bangsa ahirnya menemukan format terbaik untuk menjaga dan menentukan arah tujuan dan perjalanan bangsa ini ke depan.

Ruang pergulatan pemikiran yang seharusnya mendapatkan tempat dan kebebasan sebagai keniscayaan sebuah negara akan menapaki sejarah kejayaannya, tiba tiba tertutup oleh oknum pengendali dan pengelola negara dengan munculnya otak beton, otomatis negara dalam kondisi stagnasi dan munculnya banyak masalah yang justru akan membawa negara kearah kehancurannya.

- Advertisement -

Pondasi kehebatan bangsa ambruk oleh hadirnya pemikiran   beton yang sekarang selalu digencarkan oleh Rezim saat ini. Rezim saat ini tidak mengelompokkan negara atas pemikiran komprehensif sesuai tujuan negara dan dukungan para pemikir hebat.

Akibat hadirnya otak beton, berpikir serba pragmatis kekinian dengan hanya mengandalkan hutang, dan melahirkan manusia transaksional dalam kehidupan yang makin liberal otomatis menarik masuknya kekuatan lain dengan mudah menguasai negara saat ini dengan hadirnya Oligarki, bebas berbuat apa saja dengan kekuatan finansialnya. Dibangun dengan semangat dan modal  hutang, berakibat sektor pembangunan yang semestinya fokus menunjang kesejahteraan rakyat semua berantakan.

Pemimpin kita saat ini otaknya mengecil atau memang kecil “ocil” otak kecil. Bagaikan  “Ocil” konteks hewan besar yang berotak kecil adalah Dinosaurus, tepatnya Dinosaurus Stegosaurus. Berbadan besar dengan bobot 7 ton, tinggi 4 meter, panjang 9 meter namun otaknya hanya sebesar bola golf. Maka Stegosaurus yang hanya menggunakan otot ini menjadi bengis asal nabrak nabrak, dan berjalan tanpa arah.

Problem bangsa kita bukan kemunduran dalam segi ekonomi tapi dalam segi berpikir karena masalah ekonomi pasti akan teratasi jika bangsa ini sudah berpikir secara gemilang. Kondisi saat makin sulit ketika semua pemikiran cemerlang bahkan Perguruan Tinggi ditutup dalam kontribusi pemikiran untuk pembangunan selain harus nurut dengan pola dan keinginan penguasa yang dikendalikan Oligarki.

Salah satu upaya kekuatan rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara harus bertindak dan bergerak untuk mengembalikan porsi kebebasan para pemikir bangsa mengembalikan kiblat bangsa yang sudah melenceng sangat jauh, harus di kembalikan adalah  menciptakan dan berinvestasi  agar terlahir kembali ruang kebebasan bagi para pemikir-pemikir anak bangsa yang hebat.

Kita melihat hari ini literasi bangsa kita sangat jauh dari negara-negara lain yang sangat menghargai lahirnya para pemikir cerdas dan gemilang . Rezim ini hanya menghargai para otak beton sebagai pekerja jalan tol, dan jenis infrastruktur  dan lainnya. Pikiran pendek dan sesat karena memang karena kapasitasnya pemimpin negara ini sangat minim dari kecerdasan dan pengalaman mengelola yang jauh dari standar minimalis.

Negara salam bahaya karena kepemimpinan yang mencela mencle serta peran kepemimpinannya yang hanya sebagai pemimpin boneka, dan kemampuannya yang hanya menggunakan pikiran beton  Keadaan makin parah akibat The wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism. (Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah), kata seorang mahasiswa menutup diskusi dengan nada sinis. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini