KNews.id – Presiden Joko Widodo menyebut pemilu sebagai pesta rakyat. Sehingga, kata Jokowi, seharusnya masyarakat bersuka cita menghadapi pemilu, bukan malah risau.
“Harusnya rakyat itu bergembira, harusnya rakyat itu dalam berpesta itu bersuka cita, bukan kekhawatiran, bukan keresahan, bukan kerisauan yang hadir, tetapi kegembiraan dan suka cita,” kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggara Pemilu di Jakarta.
Dia pun meminta penyelenggara Pemilu mempersiapkan hajatan lima tahun sekali itu dengan baik. Jokowi juga berharap pemilu kali ini menjadi ajang adu gagasan untuk memajukan bangsa Indonesia.
“Segala upaya harus kita lakukan bersama-sama dengan harapan besar bahwa pemilu ini dapat benar-benar menjadi ajang konsolidasi yang menghasilkan gagasan-gagasan yang menghasilkan ide-ide gagasan taktis,” ucap dia.
“Ide taktis solusi-solusi yang baik untuk kemajuan bangsa dan negara kita,” imbuhnya.
Jokowi juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba untuk mengintervensi jalannya Pemilu 2024. “Jadi jangan ada yang mencoba-coba untuk mengintervensi, karena jelas sangat sangat sulit,” ujarnya.
Jokowi klaim demokrasi berkualitas
Jokowi mengklaim demokrasi di Indonesia semakin berkualitas. Dia meyakini masyarakat semakin bijak dalam menentukan pilihannya pada Pemilu 2024.
“Saya yakin dan percaya demokrasi di Indonesia sudah semakin berkualitas masyarakat juga semakin bijak dalam memilih,” kata Jokowi.
Penilaian ini berbanding terbalik dengan data yang dipaparkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Dalam kurun waktu Januari 2022-Juni 2023, Kontras mencatat setidaknya terdapat 183 peristiwa pelanggaran hak terhadap kebebasan berekspresi, mulai dari serangan fisik, digital, penggunaan perangkat hukum, hingga intimidasi.
Sejumlah peristiwa tersebut telah menimbulkan setidaknya 272 korban luka-luka dan 3 lainnya tewas. Sementara itu, beragam peristiwa yang terjadi mengakibatkan 967 orang ditangkap.
Dalam catatan Kontras, Kepolisian menjadi pelaku dominan dengan terlibat pada 128 peristiwa, diikuti unsur pemerintah lain dengan 27 peristiwa dan swasta (perusahaan) dengan 24 peristiwa.
Sejumlah indeks demokrasi, misalnya dari Economist Intelligence Unit (EIU), menyatakan kinerja demokrasi Indonesia stagnan. Indonesia menempati angka 6,71 poin dan masih belum bergerak dari kategori demokrasi cacat (flawed demokrasi).
Begitu pula data Freedom House yang menunjukkan penurunan angka pada tahun 2023, Indonesia berada di angka 58 dari 100. Adapun komponen signifikan yang menyebabkan rendahnya angka ini yakni civic space. Menurutnya, Indonesia belum bisa memperbaiki situasi dengan keluar dari klasifikasi negara yang tergolong partly free. (Zs/CNN)