spot_img
Minggu, Mei 19, 2024
spot_img

Derita pengemudi ojek online sehari dapat Rp10.000 bahkan kadang nol rupiah

Hubungan ‘kemitraan’ antara pengemudi ojek daring dengan perusahaan aplikasi sudah waktunya ditertibkan oleh pemerintah, karena tenaga mereka dieksploitasi, sedangkan penghasilan mereka semakin mengenaskan, kata ahli hukum perburuhan UGM.

KNews.id – Sejumlah pengemudi ojol, yang ditemui BBC News Indonesia, mengatakan dalam sehari mereka memperoleh antara Rp10.000 sampai Rp100.000. Bahkan ada kalanya nol rupiah.

- Advertisement -

Itulah sebabnya, dari 1.000 pengendara ojol dan kurir yang diteliti mahasiswa doktoral London School of Economic (LSE), Muhammad Yorga Permana, sebanyak 66% menyatakan ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran.

Namun demikian perusahaan aplikasi Gojek mengeklaim pihaknya senantiasa mematuhi regulasi pemerintah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudinya sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

- Advertisement -

Dihadapkan pada persoalan itu, Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan tentang perlindungan tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi. Permen itu akan menjadi standar baku untuk menyusun perjanjian kerja atau kontrak antara platform dengan pengemudi atau kurir.

Afung nyaris tak pernah melepaskan pandangan dari telepon selulernya. Walau sedang berbaring, duduk, atau sesekali berjalan mondar-mandir di pinggir trotoar, dia selalu saja menatap layar sebesar genggaman tangan itu.

- Advertisement -

Siang itu Rabu (24/05), dia bercerita belum dapat satu pelanggan pun. Padahal sudah dari pagi mangkal di beberapa tempat. “Sekarang orderan sedikit, makin susah. Kayak sekarang nih, belum dapat penumpang…” keluh Afung saat ditemui BBC News Indonesia di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Sebetulnya ini bukan kali pertama Afung meratapi sepinya pesanan.

Situasi terburuk sudah pernah dilewati kala pandemi Covid-19 menyerang. Pada waktu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan, Pemprov DKI Jakarta melarang pengemudi ojek daring mengangkut penumpang. Gara-gara kebijakan itu, kadang ia cuma bisa membawa pulang uang Rp50.0000 atau sebulan rata-rata Rp1 juta dari pelanggan yang memesan makanan. Ketika situasinya sudah kembali normal, pendapatan dari hasil ngojek daring tak juga membaik. “Kemarin cuma dapat satu penumpang,” katanya sambil tertawa kecut.

Dia lantas memperlihatkan riwayat pesanan harian beserta total pendapatan bersih yang diterima dari Grab. Pada 23 Mei 2023, dia hanya menerima satu pesanan mengantar penumpang ke daerah Pademangan Timur sebesar Rp10.800. Kemudian 19 Mei 2023, ia mendapat dua pesanan mengantar penumpang ke SMP Negeri 248 Jakarta dan ke daerah Pademangan dengan mengantongi Rp52.100. Pendapatan mingguannya juga tak berbeda jauh.

Sepanjang 27 Maret – 2 April, Afung menerima Rp49.900 dan pada tanggal 15 – 21 Mei, dia memperoleh Rp223.800. Kalau rata-rata penghasilannya sehari Rp50.000, maka sebulan cuma dapat Rp1,5 juta. Bagi pengemudi yang sudah delapan tahun menjadi driver ojol ini, penghasilan tersebut sangat tidak sepadan lantaran dia harus menanggung sendiri biaya perawatan motor, bensin, dan paket data internet. “Saya bilang untuk driver tidak sepadan, karena mesti saya nanggung semua sendirian. Grab tidak pernah nanggung apa-apa,” ucapnya ketus.

Satu pengemudi pegang dua hingga tiga aplikasi ojol demi kejar target

Kalau Afung setia pada satu aplikasi saja, Vicky mengaku pegang banyak aplikasi meski yang diseriusi dua: Grab dan Maxim –demi mengejar target. Jika masih di sekitaran pusat kota Jakarta, bapak dua anak ini mengaktifkan Grab. Tapi kalau ‘terlempar’ ke daerah pinggiran Jakarta, dia mengandalkan Maxim –yang tarifnya disebut jauh lebih murah ketimbang Grab dan Gojek.

Cara itu dia lakukan setelah mengamati beberapa penumpangnya yang rata-rata punya lebih dari dua aplikasi ojek daring demi mengincar ongkos harga miring. “Jadi gimana nurunin penumpang yang jauh, tapi bisa langsung dapat sewa lagi,” imbuhnya. Kata dia, mustahil mengandalkan satu aplikasi sementara jumlah pengemudi ojek daring terus bertambah seiring makin banyaknya aplikasi serupa.

Untuk diketahui di Indonesia setidaknya ada 44 aplikasi ojek daring yang beroperasi. “Misalnya nih cuma ngandelin Grab, dari pagi sampai siang cuma dapat tiga pesanan, terus mau ngapain lagi? Mau muter-muter juga enggak bunyi tuh handphone.” “Muter-muter juga [biaya] bensin sama onderdil siapa yang nanggung? Pengemudi.” “Cari Rp100.000 sampai sempak keringetan sekarang, susah hahaha…” ujar Vicky mengandaikan sulitnya dapat penumpang.

Riset mahasiswa Doktoral London School of Economic (LSE), Muhammad Yorga Permana, menyebut dari 1000 sopir ojol dan kurir yang diteliti sebanyak 66% menyatakan ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran. SUMBER GAMBAR,BARCROFT MEDIA VIA GETTY IMAGE
Keterangan gambar : Riset mahasiswa Doktoral London School of Economic (LSE), Muhammad Yorga Permana, menyebut dari 1000 sopir ojol dan kurir yang diteliti sebanyak 66% menyatakan ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran.

Meski belum pernah tidak dapat penumpang sama sekali, tapi seapes-apesnya Vicky bisa bawa pulang uang Rp50.000 sehari. Kadang untuk mengakali potongan biaya aplikasi –yang disebutnya tidak adil– dia berlaku sedikit curang. Yakni menawari penumpangnya untuk membatalkan pesanan, tapi tetap mengantar sampai ke tujuan. “Jadi itu khusus jarak jauh, bayar tunai, tapi di aplikasi di-cancel. Itu kalau penumpangnya mau juga.”

Status mitra tapi tak bisa membela diri

Soal potongan biaya aplikasi hampir dikeluhkan semua pengemudi ojek daring. Hitungan mereka, potongan untuk aplikasi kira-kira 20%. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, bahkan menyebut perusahaan ada aplikator yang menerapkan potongan hingga 30%.

Padahal kalau merujuk pada keputusan Kementerian Perhubungan pada September 2022, pemotongan biaya sewa penggunaan aplikasi sebesar 15% dari sebelumnya mencapai 20%. “Enggak adil [potongan 20%]. Tadi penumpang bayar Rp24.000, saya cuma terima Rp16.000,” kata Vicky kesal.

Akan tetapi, tak hanya perkara potongan untuk aplikasi yang bikin kesal mereka. Meski status antara pengemudi dan perusahaan aplikasi adalah ‘mitra’ namun kenyataan sebaliknya. Mamat, pengemudi Gojek bercerita mereka hampir tak punya peluang untuk membela diri jika dikomplain oleh penumpang. “Penumpang raja banget dah, mesti banyakin sabar…” keluhnya.

Pengemudi Gojek bercerita mereka hampir tak punya peluang untuk membela diri jika dikomplain oleh penumpang. SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Keterangan gambar : Pengemudi Gojek bercerita mereka hampir tak punya peluang untuk membela diri jika dikomplain oleh penumpang.
Mamat punya pengalaman tak enak soal ini. Suatu hari dia mengaku terpancing emosi oleh penumpang yang memakinya dengan kata kasar. Dia balik mendamprat dengan ucapan serupa.

Tak disangka, penumpang itu menulis komplain ketika mengakhiri pesanan, ucap Mamat dan tidak lama kemudian akunnya di-suspend atau dibekukan selama tiga hari. Kejadian berikutnya, bapak dua anak ini bercerita tak sengaja menekan tanda ‘pick up‘ tanpa melakukan penjemputan pelanggan. Gara-gara ketidaksengajaan tersebut, lagi-lagi akunnya kena penangguhan selama lima hari. Terakhir, Mamat mengatakan terpaksa menerobos lampu merah karena diminta buru-buru oleh penumpangnya. “Pas selesai pemesanan akun saya di-suspend seminggu. Sejak itu saya banyakin sabar aja,” ucapnya. Dari semua kejadian itu, Mamat mengaku tak diberi kesempatan untuk menjelaskan peristiwa yang sesungguhnya.

Dituntut menjaga rating dan performa

Suroyo, pengemudi Gojek menilai perlakuan sepihak itu tidak bisa diterima. Kata dia, sebagai mitra –yang posisinya setara– seharusnya perusahaan aplikasi mengonfirmasi terlebih dahulu peristiwa yang dikomplain penumpang ke pengemudi sebelum menjatuhkan sanksi. Sebab tidak semua pengemudi melanggar aturan, ada kalanya klaim dia penumpang yang meminta mereka melakukan hal itu.

“Seharusnya dipanggil dulu, duduk bareng semua, ceritakan kronologis kedua pihak, baru memutuskan. Ini kan sepihak,” ungkapnya kepada BBC News Indonesia ketika ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. “Belum tentu sepenuhnya salah kita. Pendapat costumer harus disaring, karena belum tentu benar,” sambungnya.

Dan meskipun berstatus mitra, pengemudi rupanya dituntut harus bekerja keras menjaga rating dan perfoma. Pasalnya dua hal itu sangat memengaruhi penerimaan atau pesanan yang masuk. Kalau rating dan performa jeblok, sudah pasti bakal sepi orderan, kata Suroyo. “Performa turun, anyep orderan, susah dapat pesanan,” imbuhnya. Rating adalah rata-rata penilaian konsumen dalam bentuk pemberian bintang ketika selesai menggunakan jasa pengemudi ojek daring. Sementara performa adalah prosentase yang menunjukkan kinerja pengemudi bagus atau tidak dilihat dari jumlah pesanan yang berhasil diselesaikan.

Gojek: ‘Kami terbuka pada aspirasi mitra’

Senior Vice President (SVP) Corporate Affairs Gojek, Rubi W Purnomo, mengeklaim pihaknya sangat terbuka terhadap aspirasi mitra-mitranya melalui pelbagai wadah komunikasi formal yang disediakan. Salah satu wadah komunikasi itu dilaksanakan secara rutin di seluruh area operasional Gojek yakni Kopdar Mitra Gojek.

“Melalui kopdar, mitra driver aktif Gojek dapat menyampaikan aspirasi, pengalaman, dan memberi masukan sekaligus berinteraksi dengan sesama mitra juga manajemen,” sebut Rubi W Purnomo.

Gojek mengeklaim pihaknya senantiasa mematuhi regulasi pemerintah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra drivernyaSUMBER GAMBAR,BARCROFT MEDIA VIA GETTY IMAGES
Keterangan gambar: Gojek mengeklaim pihaknya senantiasa mematuhi regulasi pemerintah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra drivernya.

Adapun soal potongan untuk aplikasi yang disebut para pengemudi ojol melanggar aturan Kemenhub, Rubi menampiknya. Ia berkata Gojek mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah pada November 2022 lalu, yakni memberlakukan biaya sewa aplikasi paling tinggi 15% dan biaya penunjang sebesar 5%. Komisi yang dikenakan ke mitranya itu, klaim Rubi, dipakai untuk mendukung usaha serta inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi.

“Termasuk alokasi biaya penunjang untuk mendukung operasional mitra pengemudi, seperti asuransi keselamatan tambahan, ragam pelatihan, bantuan biaya operasional dalam bentuk bonus/voucher.” Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, juga mengeklaim besaran tarif dan biaya sewa aplikasi yang ditetapkan pihaknya sesuai aturan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 tahun 2022 tentang perubahan atas keputusan menteri perhubungan nomor KP 667 tahun 2022. Biaya komisi itu digunakan untuk menunjang kebutuhan mitra pengemudi semisal biaya operasional tim cepat tanggap kecelakaan, GrabAcademy, hingga biaya transaksi non-tunai.

Hal lainnya dipergunakan untuk penggunaan sistem teknologi yang mengatur pesanan dan menghubungkan mitra dengan konsumen. “Dan berbagai program untuk mitra pengemudi seperti GrabBenefits, donasi, program kelas terus usaha, dan lain-lain,” kata Tirza lewat jawaban tertulis yang dikirim ke BBC News Indonesia, Rabu (26/07).

Grab Indonesia mengeklaim besaran tarif dan biaya sewa aplikasi yang ditetapkan pihaknya sesuai aturan Keputusan Menteri Perhubungan tahun 2022 yakni 15%. SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO
Keterangan : Foto ilustrasi. Grab Indonesia mengeklaim besaran tarif dan biaya sewa aplikasi yang ditetapkan pihaknya sesuai aturan Keputusan Menteri Perhubungan tahun 2022.
Terkait transparansi, sambungnya, Grab akan melakukan penyelidikan internal secara menyeluruh jika ada laporan insiden antara penumpang dan mitra pengemudi. Standar prosedur tindak lanjut itu, klaim Grab, telah disampaikan sejak hari pertama bergabung.

Untuk laporan yang sangat serius seperti tindak pidana atau kekerasan seksual, Grab bisa menangguhkan sementara akun mitra ketika penyelidikan berlangsung. Jika mitra pengemudi terbukti bersalah akan dimasukkan dalam daftar hitam atau dilaporkan ke polisi. “Namun kalau pengemudi tidak bersalah, kami akan segera mengaktifkan kembali akun tersebut,” jelas Tirza.

Dalam rangka mendukung kesejahteraan mitra, ucapnya, Gran dan PT Futuready Insurance Broker menyediakan asuransi kecelakaan yang berlaku bagi mitra yang menjalankan pekerjaan di platformnya. Tapi tidak berlaku bagi mitra yang melanggar peraturan lalu lintas. Grab juga, lanjutnya, bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan menyediakan program jaminan sosial ketenagakerjaan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian dengan iuran bulanan mulai dari Rp16.800 per bulan.

‘Ilusi’ kemitraan

Peneliti yang juga mahasiswa Doktoral London School of Economic (LSE), Muhammad Yorga Permana, menyebut kemitraan yang terjalin antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi ojek daring sebagai “ilusi”. Sebab, menurutnya, pihak aplikator seenaknya memperlakukan pengemudi – mulai dari melarang para driver untuk berdemonstrasi dan berserikat. Kemudian berubah-ubahnya aturan soal bonus dan tarif lantaran tidak pernah didiskusikan dengan perwakilan pengemudi.

“Lalu juga aturan suspend dan putus mitra yang merugikan pengemudi tanpa memberikan ruang negosiasi atau dialog,” jelasnya. “Serta tidak dibatasinya bukaan untuk pengemudi baru.” Tapi lebih dari itu, kata Yorga, ketiadaan peraturan yang sah mengenai relasi kerja antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi ojek daring membuat mereka “tidak mendapatkan hak-hak sebagai pekerja dan perlindungan hukum yang jelas”. Semisal hak atas upah minimum, cuti, libur, asuransi kesehatan dan jaminan keselamatan kerja.

Salah satu akibat dari tak adanya ketentuan hukum tersebut, sambung Yorga, muncul kasus-kasus kecelakaan yang dialami pengemudi karena jam kerja yang panjang demi memenuhi ‘aturan main’ aplikator.

  • Ketika ‘demam Gojek’ merambah negara-negara di Afrika
  • Aturan taksi online ‘menyamakan aturan’ bagi sesama perusahaan

Berdasarkan hasil wawancaranya dengan 1.000-an pengemudi ojek daring dan kurir, terungkap bahwa mereka rata-rata bekerja 54 jam sepekan termasuk di akhir pekan. Kemudian, meski kewalahan, mereka tetap bekerja karena penghasilan belum memenuhi target.

Itulah mengapa dari hasil risetnya, sebanyak 66% pengemudi ojek daring ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran. Afung dan Vicky mengamini riset tersebut. “Kalau ada tawaran [kerja] sekarang, saya mau berhenti ngojek,” ucap Vicky. “Kalau belum ada perbaikan, saya bakal tinggalin [Grab], kan enggak selamanya pendapatan begini,” ujar Afung.

Pemerintah harus menertibkan hubungan kemitraan yang eksploitatif

Sayangnya keinginan itu agak sulit terjadi, kata pakar hukum perburuhan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Nabiyla Risfa Izzati. Pasalnya, pasar tenaga kerja konvensional belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19.

Singkatnya, kata Nabiyla, para pengemudi ojol yang sebagian besar adalah pelajar atau pengangguran akhirnya terpaksa bertahan bekerja dengan lingkungan dan penghasilan yang disebutnya “mengenaskan atau jauh dari layak”.

Ribuan pengendara ojek online (ojol) dari berbagai operator berunjuk rasa di depan kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, 27 Maret 2018.SUMBER GAMBAR,ADEK BERRY/AFP VIA GETTY IMAGES
Keterangan gambar : Ribuan pengendara ojek online (ojol) dari berbagai operator berunjuk rasa di depan kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, 27 Maret 2018.
Untuk itu menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan harus menertibkan hubungan kemitraan yang dinilainya sangat eksploitatif.

Sebab bagaimanapun para pengemudi ojol itu adalah pekerja yang menggerakkan gig economy atau ekonomi digital di Indonesia, ujar Nabiyla. “Kemitraan ini dasarnya enggak jelas arahnya kemana. Sangat tidak ideal dalam kacamata ketenagakerjaan karena nyaris tidak memberikan proteksi apapun dan bisa diubah secara sepihak oleh platform,” jelasnya. “Dan proteksi ketenagakerjaan juga nyaris tidak ada. Jadi mereka [pengemudi ojol] tidak dapat hak-hak layaknya pekerja.” Di beberapa negara di Eropa, Inggris, dan AS kata Nabiyla pemerintahnya sudah melegalkan pengemudi ojol sebagai pekerja.

Keputusan itu pula yang menjadi angin segar bagi gig worker –sebutan untuk pekerja di perusahaan platform digital– lantaran memberikan hak-hak sebagai pekerja. Indonesia, menurutnya, bisa melakukan hal serupa mengingat ini adalah bentuk baru hubungan kerja pada revolusi industri 4.0 dan jumlah platformnya semakin banyak. Contoh yang populer di Indonesia antara lain Gojek, Grab, Maxim, TravelokaEats, Shopee Food, InDriver, Lalamove, hingga Deliveree. “Minimal mereka [pengemudi ojol] dapat hak berupa upah minimum, proteksi saat kecelakaan, dan jam kerja.”

“Jadi kalau menurut saya sudah genting untuk diatur oleh Kemnaker. Sekarang gig economy makin besar dan kalau tidak diatur, enggak akan suistainable.”

  • Pemerintah Indonesia dinilai gagap sikapi transportasi berbasis I
  • Aksi sopir taksi unjuk rasa menentang bisnis aplikasi di Jakarta

Meski belum terdapat data pasti, laporan Fairwork Indonesia menyebutkan terdapat lebih dari 2,5 juta pekerja gig berbasis sepeda motor dan seperlima dari populasi Indonesia pernah menggunakan salah satu dari layanan besar berbasis sepeda motor.

Laporan lain menunjukkan jumlah total pengemudi ride-hailing (berbagi tumpangan) di semua platform di Indonesia mencapai empat juta pada tahun 2020. Angka itu, menurut Fairwork Indonesia, mewakili 5% dari angkatan kerja Indonesia –jumlah yang sangat besar dengan mayoritas pekerja tinggal di perkotaan.

Kemnaker susun Peraturan Menteri yang mengatur hak pengemudi

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, tak menyangkal hubungan kemitraan antara perusahaan platform digital dengan pengemudi ojek daring ataupun kurirnya cenderung eksploitatif. Hal itu dikarenakan perjanjian yang mengatur hubungan kemitraan tersebut dibuat sepihak saja.

Melihat ketimpangan tersebut, Kemnaker sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan tentang perlindungan tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi. Permen itulah yang kemudian, lanjut Dita, akan menjadi standar baku untuk menyusun perjanjian kerja atau kontrak antara platform dengan pengemudi atau kurir.

“Jadi yang kita usahakan agar isi kontrak kemitraan memuat hak-hak dasar sebagai pekerja. Jadi tidak ada klausul sepihak. Sekarang kan sepihak, take it or leave it,” imbuhnya kepada BBC News Indonesia, Senin (24/07).

Di dalam kontrak, ada beberapa hal yang diatur.

  • Ketika ‘demam Gojek’ merambah negara-negara di Afrika
  • Mengapa transportasi online di daerah masih kisruh di berbagai daerah?

Pertama, persyaratan kerja –di mana batas atas usia paling rendah penerimaan pengemudi adalah 18 tahun dan memenuhi kualifikasi pekerjaan yang disyaratkan.

Kedua, imbal hasil –yang memuat komisi, insentif, atau bonus dibayarkan dalam bentuk uang.

Besarannya disepakati antara kedua belah pihak dan tidak bisa diubah secara sepihak. Selain itu perusahaan aplikasi disebut wajib berlaku adil dan transparan dalam distribusi pekerjaan serta pemberian imbal hasil.

Ketiga, menyangkut jam kerja –tidak boleh melebihi 12 jam per hari. Jika pengemudi mengambil waktu kerja melebihi 12 jam per hari, perusahaan wajib menonaktifkan aplikasi si pengemudi.

Pengemudi atau kurir juga berhak atas waktu istirahat antara jam kerja paling sedikit 30 menit setelah bekerja selama dua jam terus menerus. Adapun istirahat mingguan paling sedikit satu hari dalam satu minggu. Di sisi lain perusahaan aplikasi disebut wajib memberikan notifikasi kepada pengemudi atau kurir untuk melaksanakan waktu istirahat antara jam kerja.

Keempat, jaminan sosial –perusahaan aplikasi wajib mengikutsertakan pengemudi atau kurir dalam program jaminan sosial sebagai peserta bukan penerima upah. Jaminan sosial itu paling tidak meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan, dan jaminan kematian.

Kelima, keselamatan dan kesehatan kerja –perusahaan aplikasi disebut wajib melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja. Platform juga diminta memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pengemudi atau kurir melalui pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Dita menegaskan perjanjian kerja ini harus dibuat tertulis dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. “Dan dibuat rangkap dua, satu untuk pekerja dan satu lagi untuk perusahaan aplikasi.”

Selama pembahasan Permen, sambungnya, Kemnaker telah mengundang pelbagai pihak mulai dari asosiasi pengemudi ojek daring, perusahaan aplikasi, pakar perburuhan, dan Kemenhub. Dia menargetkan Permen tersebut rampung dalam dua atau tiga bulan ke depan sehingga bisa langsung diterapkan. (Zs/BBcNews)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini