spot_img
Rabu, Mei 15, 2024
spot_img

AS-China Bergejolak, Rencana Rp1.000 Jadi Rp1 Bisa Dimulai?

KNews.id – Bank Indonesia (BI) mengaku sudah lama siap untuk melakukan penyederhanaan digit rupiah atau redenominasi, dari desain hingga tahap-tahapannya pun sudah dikantongi.

Kendati demikian, berbagai persoalan atau hambatan dari internal dan eksternal, seperti pelemahan ekonomi global, wacana perubahan Rp 1.000 jadi Rp 1 ini pun tidak bisa dilakukan.

- Advertisement -

“Jadi, redenominasi itu sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desainnya, kemudian juga masalah tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dulu,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers kemarin, dikutip Jumat (23/6).

Kebijakan yang sudah lama dirancang dan direncanakan itu pun, sampai saat ini belum bisa diterapkan, karena masih ada hambatan baik internal maupun eksternal seperti pelemahan ekonomi global.

- Advertisement -

Perry mengungkapkan, untuk melakukan redenominasi, harus memperhatikan tiga faktor utama, diantaranya kondisi makro ekonomi dan moneter stabil, serta stabilitas sistem keuangan dan politik juga kondusif.

Nah, masalahnya saat ini perekonomian tanah air juga masih dibayangi ketidakpastian ekonomi global, terutama karena situasi perekonomian Amerika Serikat (AS) dan China, yang juga turut dikhawatirkan oleh Perry.

- Advertisement -

“Kondisi ekonomi di negara maju dan berkembang mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang,” tuturnya.

“Perkembangan tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Perry lagi.

BI pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global mencapai 2,7% (year on year/yoy), dengan risiko perlambatan ekonomi dari AS dan Tiongkok/China. Suku bunga AS yang masih tinggi pada level 5% – 5,25% saat ini tak juga berhasil menurunkan inflasi AS ke level 2%, yang saat ini masih berada pada level 4% pada Mei 2023.

Permasalahan inflasi yang tak kunjung turun tersebut, kata Perry karena ketersediaan pasokan di negeri Paman Sam tak memadai, sementara demandnya juga tidak meningkat. Karena itu, inflasi yang terjadi di AS terjadi pada sektor jasa.

“Jadi kenaikan permintaan di AS dulu-dulunya adalah untuk komoditas barang makanan, tapi kemudian sekarang semakin didominasi oleh kenaikan permintaan jasa,” jelas Perry. Sementara itu, di China pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah, sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Masih tarik-menariknya antara Amerika Serikat (AS) dan China, kata Perry juga yang membuat ekspor China ke AS melambat, sehingga daya dorong ekonomi yang dulu sangat tergantung dari luar negeri itu juga tidak sekuat yang diperkirakan.

“Pertumbuhan ekonomi tidak secepat pemulihan dan inflasi rendah, kenapa Bank Sentral AS (People Bank of China/PBoC) mengandalkan moneternya, menambah likuiditas dan menurunkan suku bunga, itu yang terjadi,” jelas Perry. ( Zs/CNBC)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini