spot_img
Sabtu, Mei 18, 2024
spot_img

Anies Baswedan Butuh Klarifikasi Kenapa Tidak Pecat Ketua Dewan Pakar THN 01

Oleh : Damai Hari Lubis – Eks Anggota THN 01

(Politik Identitas Sisi Pandang Mayoritas Harus Menang atau Menjadi Kaum yang Tidak Mau Berubah)

- Advertisement -

KNews.id – Amat disayangkan Anies tidak mau memerintahkan agar THN AMIN melaporkan semua pelanggaran sesuai isi seruan atau komando ”Bahwa setiap ada pelanggaran harus dilawan, lawan !”

Harus dilawan ! Dalam konteks perspektif politik di negara hukum, terminologi hukumnya “harus dilawan” dan filosofi sebuah keharusan patuhi koridor hukum atau mesti tunduk kepada rule of law, sehingga maknanya, ketika THN menemukan perlaku pelanggaran, kecurangan, atau keliru atau karena faktor kesengajaan, yang dilakukan oleh pemerintah atau KPU dan atau konspirasi. Wajib gunakan hak untuk melaporkan serta menuntut proses hukumnya secara totalitas, (melalui BAWASLU, DKPP DAN PTUN), karena tuntutan terhadap perbuatan hukum harus berakhir dengan sebuah putusan yang berkepastian, selain hukum wajib adil.

- Advertisement -

Dan hukum tentunya harus bermanfaat sebagai efek jera dari para individu dan semua kelompok dari pendukung kontestan pilpres, agar masyarakat tidak berpacu untuk melanggar hukum demi kepentingan yang menyangkut pribadi dan kroni, sehingga tak peduli walau figur dukungannya cacat biografi atau cacat hukum, cikal bakal menambah kerusakan mental bangsa ini secara umum.

Pertanyaan publik diantaranya adalah, apa saja dan berapa banyak jumlah laporan yang telah dilakukan oleh tokoh pimpinan THN AMIN yang khusus membawahi pengacara 1000 orang lebih ?

- Advertisement -

Apakah ada ketentuan pengacara tidak boleh melapor terhadap temuan adanya perbuatan pelanggaran hukum pemilu. Apakah ada ketentuan etika eks Hakim MK. melaporkan peristiwa temuan telah terjadinya tindak pidana ?

Dalam manajemen kepemimpinan, terlebih Anies adalah bakal pemimpin tertinggi di negara ini, maka leadership seorang Anies tentu dalam paradigma politik kepemimpinan bangsa yang majemuk dengan berbagai tingkatan sosial dan tingkat kecerdasan, tentu mis manajerial jika “pembiaran terhadap adanya kecurangan oleh tim kontestan pesaing/ lawan dan atau kekeliruan dan atau pelanggaran yang dilakukan oleh KPU selaku penyegaran pemilu dan atau pejabat publik manapun yang melanggar asas independensi ( langgar prinsip-prinsip good governannce)

Maka apakah Anies sudah menghimbau para petinggi THN agar mengikuti perintah Sang Pemimpin ummat sosok pendukung utamanya di akar rumput politik identitas ? Jika sudah, namun ternyata tidak diikuti, semestinya Anies tegas menggantikan para petinggi di THN 01, paling lama 10 hari setelah dibentuknya tim relawan THN. AMIN/01 termasuk Ketua Penasehat THN 01 yang juga SELAKU KETUA DEWAN PAKAR TIM SES 01 Hamdan Zoelva yang nyata nyata eks ketua MK pengalaman dan memiliki ketersinggungan dengan istilah MK identik dengan jargon negatif “Mahkamah Kalkulator”.

Selebihnya, lacur, celaka 13 keliru jika THN 01 memaknai substantif relawan dalam hakekat perjuangan dalam pemilu pilpres 2024, yang serius butuh mencari dan menangkan sosok pemimpin adil, bukan figur yang biadab (pelanggar norma hukum), sehingga relawan mesti diterjemahkan dalam arti luas, yakni sebagai sosok para pejuang, bukan sekedar “terserah hak mereka, hanya mau tidak mau”. Pesan moralnya, “jangan ikutan terimbas kerusakan mental akibat revolusi mental.”

Oleh karenanya publik pendukung utamanya kelompok masyarakat hukum butuh penjelasan dari Anies langsung, sebagai argumentatif pertanggungjawaban moral Anies “dalam waktu tidak terlalu basi dalam momentum khusus dan tertentu, walau semodel tapi tak perlu semegah acara ijtimak u’lama”, setidaknya, tidak semodel acara “kucing-kucingan” saat pembubaran TIMSES AMIN yang belum seminggu lalu berselang.

Hal penjelasan Anies ini dibutuhkan untuk menjawab keseriusan publik terhadap dukungan moril terhadap Anies untuk menjadi RI.1 serta demi refleksi geo politik ke depan, salah satunya sebagai introspeksi diri bakal pemimpin dan kepemimpinan, dan selebihnya sebagai political education, agar bangsa ini dapat memahami lalu mencapai maksud teori tujuan ber-negara yakni berkeadilan, kuat serta sejahtera.

Realitas Anies merupakan maksimalnya figur elite politikus, manusia ideal saat ini, walau tak memiliki kejelasan partainya, orang paling hebat di Negara RI, pada kurun waktu 2016 sampai dengan 2024. Sehingga figur Anies teramat sulit tergantikan dengan sosok lain. Siapapun itu orangnya.

Hanya ada deskripsi sosok yang dapat menandinginya bahkan dapat jauh diatas Anies, yakni seorang figur ulama yang siap syahid yang mendapat dukungan kelompok dari semua lapisan disiplin ilmu yang bersama-sama dalam satu misi, dengan minimal one way ticket yang berlaku untuk satu juta ummat, melintas turun ke jalan, untuk “datangi dan duduk-duduk” di gedung legislatif di Senayan sebagai “representatif bentuk pengaduan atas nasib bangsa ini serta tuntutan solusi final uitvoerbaar bij Voorraad atau sekaligus dan seketika minta putusan atas nama rakyat, lalu sampaikan secara “to the point” bahwa, mayoritas penyelenggara negara sudah bobrok rusak pola pikirnya, termasuk pejabat tinggi di kabinet dan pejabat pemerintahan mayoritas dan telah mengkontaminasi isi kepala-kepala masyarakat di berbagai lapisan.

Sehingga mayoritas pejabat yang semestinya memenuhi prinsip good government, namun faktanya, mentalitas dan jarum indikator kesadaran sudah menunjuk pada garis AWAS, karena rata-rata masyarakat umumnya sudah lupa bahwa keadilan dan penegakan hukum itu wajib diwujudkan didalam negara Pancasila dan UUD. 1945.

Sehingga, sebelum dapat menemukan sosok ulama radikal (konsiten/kaffah) dan lantang, dengan militansi para pengikut dan para pendukungnya yang siap syahid, maka baiknya ummat, menunggu dan diam namun siaga, karena faktor kepemimpinan mesti jelas tidak boleh diendors secara over dosis, sehingga ujug-ujug mendadak menjadi pemimpin besar, lalu mimikri bak jatidir revolusioner.

Andai bertemu dengan sosok karbitan seperi ini jauhi, ini mungkin lagi-lagi jelmaan atau kloningan Mr. Dajjal yang sudah embrio kesekian kali di tengah bangsa ini.

Pesan moral, demokrasi adalah suara terbanyak, including menyangkut nilai-nilai peradaban, adat dan budaya sebuah etnik bangsa. Maka politik identitas yang riil mayoritas di tanah air, tentu pilpres harus menang total, akan mengalahkan dan benamkan sosok “Pra Gibran/ Vs Gibran dan terus tanpa pernah eksis sosok Gibran yang pola politiknya mirip kontra politik ” dari yang seharusnya jelmaan identitas Pancasila”, lalu jika nyata pemahaman sukarelawan sebatas dimensi dengan analogi cacat serta sempit (otak kavlingan) stagnan pola berpikir primordial tentu implikasi politiknya politik makan siang, berlanjut dengan politik identitas makan siang-malam gratis ?…

Jika lagi-lagi terjadi praktik nalar kavlingan ? Inilah saripati pas dengan wujud implementasi majas nasihat, atau wujud ilustrasi daripada untaian kata mutiara indah “nasib kita sebagai sebuah kaum, memang tidak ingin berubah”.

(Zs/NRS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini