spot_img
Selasa, Mei 14, 2024
spot_img

Imam Sudah Baca Al-Fatihah dalam Shalat, Haruskah Makmum Membacanya Lagi?

 

KNews.id – Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat merupakan hal yang wajib dilakukan ketika shalat, baik itu shalat secara berjamaah maupun sendiri.

- Advertisement -

Hal itu sebagaimana Hadist Nabi SAW:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَامِتِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ [رَوَاهُ البُخَارِي]

Artinya: “dari ‘Ubadah bin Shamit (diriwayatkan), Rasulullah saw bersabda, tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul-Kitab (al-Fatihah)” [HR Bukhari No. 723].

- Advertisement -

Mengenai bacaan-bacaan dalam shalat juga harus mengikuti ketentuan yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dan perintah Allah SWT. Dalam melaksanakan shalat berjamaah, penting bagi makmum untuk disimak terkait bacaan Al-Fatihah.

Imam Syafi’i dan sebagian ulama berpendapat bahwa bacaan Al-Fatihah wajib dilakukan pada setiap rakaat dalam shalat. Lalu, bagaimana jika imam sudah membaca Al-Fatihah dengan suara yang dikeraskan, haruskah makmum membacanya lagi?

- Advertisement -

Hal ini sering dipertanyakan oleh sebagian jamaah yang belum mengerti.  Menurut penjelasan Ustadz Abdul Somad atau UAS, membaca Al-Fatihah bagi makmum hukumnya ada tiga.

“Menurut Mazhab Hanafi, makmum tak perlu membaca. Karena bacaan imam sudah menjadi bacaan makmum” kata UAS. “Yang kedua menurut Mazhab Syafi’i, makmum mesti membaca (Al-Fatihah),” terang UAS.

UAS menyampaikan, Mazhab Syafi’i ini menjelaskan bahwa Nabi SAW mengatakan shalat menjadi tidak sah, jika tidak membaca Al-Fatihah.

“Mazhab yang ketiga Maliki, kata Mazhab Maliki ‘kalau imamnya baca (Al-Fatihah), makmumnya dengar, maka makmum tak perlu baca karena telinganya sudah mendengar’,” terang UAS.

Sehingga, untuk memudahkan cara makmum mengingat mengenai bacaan Al-Fatihah, sebagai berikut:

Mazhab Hanafi: “Mau dengar tak dengar, tak perlu baca. Karena imam sudah baca,” jelas UAS.

Mazhab Syafi’i: “Mau dengar tak dengar, wajib baca. Karena makmum ibadahnya tanggung jawab sendiri,” tambah UAS.

Mazhab Maliki: “Kalau shalatnya (bacaan imam) dengar, makmum tak perlu baca, tapi kalau shalatnya sirr (zuhur dan ashar) makmum mesti baca,” ungkap UAS.

Lantas, Ustadz Abdul Somad lebih condong menggunakan Mazhab yang mana?

“Saya condong ke Mazhab Syafi’i. Maka kalau saya jadi makmum, saya tetap baca Al-Fatihah,” ungkap UAS.

Tapi, kata UAS, dirinya tak menyalahkan kalau ada orang yang condong menggunakan Mazhab Hanafi atau Mazhab Maliki. Oleh karena itu, karena sebagian besar umat Islam di Indonesia menggunakan Mazhab Syafi’i, maka ketika imam sudah membaca Al-Fatihah makmum mesti membacanya lagi.

Kapan Waktu Makmum Mulai Baca Al-Fatihah?

Dijelaskan Ustadz Abdul Somad, dalam mazhab Syafi’i ada dua pendapat yang membahas soal kapan makmum mulai membaca Al-Fatihah.

“Kalau kita ikut mazhab Syafi’i, kapan makmum Baca Alfatihah? Dua pendapat,” kata ustadz yang akrab disapa UAS ini.

Pendapat pertama dalam mazhab Syafi’i, kata UAS, makmum baru membaca Al Fatihah setelah imam membacanya. Tepatnya setelah imam mengakhiri Al-Fatihah dengan bacaan ‘Aamiin’.

“Pendapat pertama, selesai imam baca Al Fatihah. Ghairil maghdubi ‘alaihim wa laa ad-dhaaalin. Aamiin,” terang UAS. “Di situ dia (makmum) baru baca Al-Fatihah,” sambungnya.

Lalu pendapat kedua menyebutkan bahwa makmum mengikuti bacaan imam. Yaitu setiap imam selesai membaca satu ayat Al-Fatihah, makmum mengikutinya.

“Pendapat kedua, diikutinya bacaan imam, atau serentak dia dengan imam,” “Begitu imam selesai baca Al-Fatihah, dia tak baca lagi,” tambah Ustad Abdul Somad.

UAS pun kemudian mengungkapkan pendapat mana yang diikutinya. Antara dua pendapat itu, Ustad Abdul Somad sendiri lebih memilih mengikuti pendapat yang pertama. Yaitu membaca Al-Fatihah setelah imam selesai membacanya.

“Saya membaca Al-Fatihah setelah imam membaca Al Fatihah,” terang UAS.

Tidak Disunnahkan Mamanjangkan Bacaan pada Rakaat 3 dan 4

Syaikh Utsman bin Muhammad Al-Khamis menjelaskan bahwa, tidak disunnahkan untuk memperpanjang bacaan shalat setelah membaca Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat.

Hal tersebut berlaku pada shalat berjamaah atau shalat sendiri. Syaikh Utsman bin Muhammad Al-Khamis, yang merupakan seorang ulama dan dai dari Kuwait, menjelaskan berdasarkan hadits Nabi. Dalam penjelasannya, Syaikh Utsman mengutip sebuah hadits shahih Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Bukhari.

“Aku tidak melebihi shalatnya Rasulullah SAW atau aku tidak mengurangi shalatnya Rasulullah SAW.”

“Aku panjangkan pada dua rakaat pertama (rakaat satu dan dua), dan pendekkan di dua rakaat lainnya (rakaat ketiga dan keempat), yakni aku cukupkan dengan membaca Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat,” kata Syaikh Utsman yang mengutip hadist tersebut.

Maka, kata Syaikh Utsman pada rakaat ketiga dan keempat dalam mendirikan shalat cukup membaca Al-Fatihah saja tanpa harus memperpanjangnya dengan bacaan surah atau ayat Al-quran lainnya.

“Asalnya yang sunnah bahwa rakaat ketiga dan keempat shalat Asar, Isya,(Zuhur), dan rakaat ketiga shalat Magrib adalah cukup dengan membaca Al-Fatihah,” terang Syaikh Utsman.

Syaikh Utsman melanjutkan, jika membaca selain Al-Fatihah setelah Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat tidaklah mengapa dan hal tersebut bukanlah suatu kesalahan.

“Tetapi ia tidak mengambil yang sunnah,” jelas Syaikh Utsman.

Sambung Syaikh Utsman, disebutkan dalam hadits Miqdad bahwa Rasulullah membacanya (tambahan surah Al-Quran) pada rakaat ketiga dan keempat, tetapi dilakukannya sekali atau dua kali.

“Adapun yang asal (sesuai ketentuan) bahwa pada rakaat ketiga atau keempat (cukup) membaca Al-Fatihah saja,” tegas Syaikh Utsman.

Berikut referensi yang menjelaskan tentang hal ini:

ـ )و( تسن )في( الركعتين )الاوليين( من رباعية أو ثلاثية، ولا تسن في الاخيرتين إلا لمسبوق بأن لم يدرك الاوليين مع إمامه فيقرؤها في باقي صلاته إذا تداركه ولم يكن قرأها فيما أدركه

“Disunnahkan (membaca surah atau ayat Al-Qur’an) pada dua rakaat yang pertama dari shalat yang berjumlah empat rakaat atau tiga rakaat,

dan tidak disunnahkan (membaca surah atau ayat Al-Qur’an) pada dua rakaat yang akhir kecuali bagi makmum masbuq,

dengan gambaran ia tidak menemui dua rakaat awal besertaan imam, lalu ia (mestinya) membaca surat atau ayat Al-Qur’an

pada rakaat shalatnya yang tersisa ketika bersama dengan imam, tapi ia tidak membacanya.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 175).

Hal ini juga sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةٍ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ أَحْيَانًا وَيَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. مسلم

“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW membaca surat Al-Fatihah dan Surat dalam Al-Qur’an pada awal dzuhur dan ashar.

(Zs/Trbn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini