spot_img
Minggu, Mei 5, 2024
spot_img

Utang RRC Mulai Bermasalah, Bakalan Gagal Membayar Berjamaah?

KNews.id- China merupakan kreditur bilateral terbesar di seluruh dunia. Melalui program Belt and Road, dana yang dipinjamkan Beijing ini mulai mengalir ke negara-negara miskin dan berkembang untuk pembangunan infrastruktur.

Namun, saat ini banyak dari utang tersebut yang memiliki masalah dalam pembayarannya. Masalah ini semakin terlihat setelah pandemi Covid-19 melanda dan negara-negara peminjam mulai mencari jalan keluar untuk merestrukturisasi utangnya.

- Advertisement -

“Negara-negara termiskin menghadapi US$ 35 miliar dalam pembayaran layanan utang kepada kreditur sektor resmi dan swasta pada tahun 2022, dengan lebih dari 40% dari total jatuh tempo ke China,” menurut data bank dunia Bank Dunia, dikutip Reuters, dikutip Sabtu (9/7).

Hal ini pun mendorong beberapa negara dunia dan lembaga keuangan dunia mendesak China agar mau melakukan restrukturisasi utang. Salah satunya adalah kelompok negara G7, yang juga dihuni rival-rival China seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), dan juga Bank Dunia serta Dana Moneter Internasional (IMF).

- Advertisement -

Namun, para analis memperingatkan bahwa akan ada tantangan khusus yang ditemui dalam restrukturisasi utang ini. Pasalnya, tak ada lembaga internasional yang mampu menaungi restrukturisasi itu.

“Keterlibatan China dalam pembicaraan utang bukan di tangan IMF atau pemerintah,” kata kepala pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management London, Polina Kurdyavko.

- Advertisement -

“Membawa China ke meja perundingan pada waktu yang tepat bisa menjadi tantangan terbesar dalam restrukturisasi utang yang akan datang.”

Selain itu, ada persoalan kerahasiaan besar mengenai klausul dalam melakukan pinjaman dengan China. Apalagi, pinjaman sebagian besar diberikan oleh lembaga yang dikendalikan negara dan bank.

“Ketika tiba saatnya untuk melakukan negosiasi ulang, masing-masing bank China mungkin belum tentu memiliki gagasan tentang apa yang dilakukan bank China lainnya,” kata analis senior Rhodium Group, Matthew Mingey.

Tak hanya itu, ada juga hambatan birokrasi. Di Sri Lanka misalnya, pembicaraan mengenai restrukturisasi dengan IMF berjalan cukup cepat sementara pendekatan China, bagaimanapun, masih belum jelas.

Contoh lain dari kerumitan birokrasi ini diperlihatkan dari sebuah kerangka kerja bersama yang diinisiasi G20 pada 2020 lalu untuk membawa kreditur seperti China dan India ke meja negosiasi bersama dengan IMF, Paris Club dan kreditur swasta.

Kerangka itu sendiri sudah dicoba untuk digunakan oleh negara-negara seperti Zambia, Chad dan Ethiopia untuk restrukturisasi utang. Namun, belum banyak perkembangan dari kerangka itu.

“Tetapi kerangka kerja itu juga telah menambahkan lapisan birokrasi ke proses restrukturisasi utang yang sudah rumit yang dapat mencegah negara-negara lain untuk bergabung,” kata ekonom senior di Tellimer, Patrick Curran. (AHM/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini