KNews.id – Saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) lagi-lagi ditutup anjlok hingga auto reject bawah (ARB) pada Selasa (27/6/2023). Penurunan tersebut menjadi hari kedua usai cum date dividen pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan data perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PTBA dibuka melemah hingga ARB setelah turun Rp 470 (14,92%) menjadi Rp 2.680. ARB berlanjut hingga penutupan pasar hari ini.Dengan demikian, total penurunan harga saham PTBA telah mencapai Rp 1.020 dalam dua hari perdagangan ini atau terhitung setelah cum date dividen berlalu pada 23 Juni 2023. Kemarin, saham PTBA ARB dengan penurunan Rp 550 (14,86%) menjadi Rp 3.150.
Jika mengacu penetapan dividen dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PTBA pada 15 Juni 2023 yang sebesar Rp 1.090 per saham, maka keuntungan yang bisa didapat tersisa Rp 70 per saham. Adapun harga penutupan pada Rp 2.680 merupakan yang terendah bagi saham PTBA dalam setahun terakhir. Bahkan harga tersebut tercatat sebagai harga terendah saham PTBA terhitung sejak 3 Januari 2022.
Prospek Batu Bara
Sementara itu, Samuel Sekuritas dalam riset terbaru merevisi turun asumsi rata-rata harga jual batu bara dari US$ 220 per ton menjadi US$ 172 per ton pada 2023. “Kami melihat tahun 2023 akan menjadi tahun yang fluktuatif untuk batu bara, terutama karena melimpahnya persediaan batu bara Tiongkok mencapai 52 juta ton hingga April 2023 atau angka tertinggi sepanjang sejarah,” tulis analis Samuel Sekuritas Juan Harahap dalam risetnya.
Revisi turun target harga batu bara juga memperhitungkan asumsi tarif royalti yang lebih tinggi, sehingga laba bersih emiten batu bara dalam coverage Samuel Sekuritas kemungkinan turun berkisar 30-56% sepanjang 2023.
Hal ini mendorong Samuel Sekuritas untuk mempertahankan peringkat netral saham sektor batu bara dengan pilihan teratas saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). Sedangkan saham PTBA direkomendasikan hold dengan target harga Rp 3.500. Dengan melihat penurunan saat ini, saham PTBA kian layak untuk dicermati.
Meski dirundung sentimen negatif, menurut Juan, sektor batu bara masih memiliki beberapa katalis positif penopang penguatan harga ke depan. Di antaranya, peluang diluncurkannya stimulus ekonomi Tiongkok guna mendukung pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Selain itu, potensi kenaikan yang substansial pada kuartal III-2023 saat musim dingin melanda. Menurut dia, perubahan cuaca ini akan mengangkat permintaan komoditas energi, termasuk batu bara. Berdasarkan penelitian konsumsi listrik akan meningkat pada paruh kedua setiap tahun atau setara dengan 58-63% dari output listrik tahunan.
“Meski demikian, kami meyakini bahwa harga batu bara akan tetap volatile, karena melimpahnya persediaan batu bara Tiongkok hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa. Sentimen ini berpotensi menekan permintaan,” sebutnya. ( Zs/ID)