spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Pensiun Soeharto Usai 32 Tahun Jadi Presiden RI

KNews.id – Aturan di Indonesia menegaskan Presiden dan Wakil Presiden akan mendapat kenang-kenangan dari negara. Baik itu berupa rumah atau tanah. Presiden Joko Widodo dikabarkan akan diberikan rumah di Colomadu, Karanganyar, seluas 1.500 m2 ketika selesai menjabat di tahun 2024 nanti.

Pemberian ini juga dilakukan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati dan SBY. Termasuk beberapa Wakil Presiden Indonesia yang mendampinginya. Namun, ada pula presiden yang tidak mendapatkannya, yaitu Presiden Soekarno.

- Advertisement -

Sepengakuan putri ke-3 Soekarno, Rachmawati dikutip dari buku Keluarga Besar Bung Karno, keluarga sama sekali tidak menerima uang pensiun, perlindungan dan fasilitas sebagai mantan presiden. Sementara untuk Presiden B.J Habibie, tidak diketahui apakah Habibie menerima kenang-kenangan atau tidak.

Lalu, bagaimana dengan nasib Presiden Soeharto? Jadi presiden dengan masa jabatan terlama hingga 32 tahun, apakah mendapat kado pensiun dari negara?

- Advertisement -

Versi Pertama: Uang Rp 20 Miliar

Hal ini disampaikan orang terdekatnya, yakni Yusril Ihza Mahendra dalam wawancara bersama CNN Indonesia, 2018 silam.

Perlu diketahui, pada 1996 Yusril diangkat menjadi Staf Khusus Kementerian Sekretaris Negara. Dia tak cuma penasehat presiden, tetapi secara spesifik bertugas sebagai penulis pidato presiden. Pekerjaan ini dilakoninya hingga ujung kekuasaan Presiden Soeharto. Jadi, kedekatannya dengan Soeharto tak perlu dipertayakan lagi.

- Advertisement -

Dalam wawancara itu, Yusril bercerita sempat menemui Soeharto ketika tak lagi berkuasa di Jl. Cendana. Pertemuan ini terjadi saat dirinya menjadi Menteri Sekretaris Negara era Presiden SBY, 2004-2009. Soeharto mengutarakan keinginannya memiliki rumah sebagai kado pensiun dari negara. Sebab, hanya dirinya yang belum menerima rumah.

“Ya kan yang lain sudah, toh. Gus Dur (Abdurrahman Wahid) sudah dikasih rumah. Megawati sudah. Ya yang belum kan saya,” tutur Yusril menirukan Soeharto.

Bahkan, Jenderal Besar itu ingin diberi rumah di Jl. Teuku Umar, Menteng. Sayang, keinginan itu tak mungkin terwujud. Pasalnya, rumah di sana mencapai Rp 75 miliar, sedangkan jatah rumah kepada mantan presiden maksimal bernilai Rp 20 miliar. Namun, Soeharto tak kehabisan akal dan mencoba nego sembari bercanda.

“Kalau begitu, ya saya kan jadi presiden enam kali. Berarti enam kali Rp 20 miliar jadi Rp 120 miliar,” katanya sembari tertawa. “Gak, Pak. Ngitungnya cuma sekali,” balas Yusril.

Setelah itu, Yusril mengaku pembicaraan soal rumah terputus. Barulah, mulai membicarakan lagi sebulan kemudian saat ahli hukum itu datang kembali ke Cendana. Kali ini, Soeharto tak lagi minta rumah atau uang Rp 120 miliar. Dia hanya ingin uang Rp 20 miliar saja, sesuai peraturan. Uang itu bakal digunakan buat renovasi rumah Cendana yang sudah tua dan rusak.

Alhasil, Yusril pun mengajukan permintaan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan atas izin Presiden SBY, Soeharto pun mendapat kado Rp 20 miliar.

Versi Kedua: Rumah Puri Jati Ayu

Mengutip situs hmsoeharto.id, rumah atau Wisma Puri Jati Ayu adalah rumah keluarga besar Soeharto yang didirikan pada 1970-an oleh Tien Soeharto di atas tanah 10.000 m2 (sumber lain menyebut 2.000-3.000 m2) yang berada di kompleks TMII.

Tien mendirikan itu bukan cuma buat singgah, tetapi juga ingin melestarikan budaya daerah. Desain rumah diketahui diadopsi dari arsitektur dan filosofi rumah Bali. Tak diketahui pasti saat pembangunan wisma menggunakan uang pribadi atau tidak. Termasuk soal anggaran pembangunan.

Saat lengser dan memasuki masa pensiun, Soeharto secara sah berhak menerima pemberian negara berupa rumah, kendaraan, uang pensiun dan fasilitas lain yang disebutkan di Undang-undang No. 7 tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Namun, ketika diberikan kado berupa rumah, Soeharto menolak dan meminta ke negara supaya mengganti biaya pembuatan rumah Puri Jati Ayu saja.

Mengutip pewartaan majalah Panji Masyarakat (1998), pemerintah akhirnya menawarkan uang “pesangon” kepada Soeharto dalam bentuk uang pengganti harga tanah dan biaya pembangunan rumah Puri Jati Ayu senilai Rp 26,5 miliar. Soeharto diketahui menerima uang tersebut. Sampai sekarang, rumah itu masih berdiri tegak dan bisa dilihat masyarakat. (Zs/CNBC)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini