“Kesannya tidak ada musyawarah mufakat dalam pembahasan Perppu Ciptaker. Fraksi yang tidak setuju diabaikan dan ditinggalkan begitu saja,” paparnya.
Menurut Jamiluddin, siapa yang kuat, dia yang menang. Prinsif itu tampaknya yang berlaku dalam pembahasan Perppu Ciptaker. Semua itu mengesankan DPR sudah berubah menjadi lembaga stempel pemerintah. Semua produk RUU dan Perppu yang diinginkan pemerintah disahkan dengan mulus oleh DPR.
“DPR sudah seperti di zaman Òrse Baru. DPR menjadi lembaga stempel yang mengaminkan kehendak eksekutif, khususnya presiden,” tegasnya.
DPR tentu tidak boleh menjadi lembaga stempel lagi. Sebab, hal itu sudah mengingkari amanah reformasi.