spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Negara RI Pusing: Menambah Utang Dinyinyirin, Menaikkan Harga BBM Diomelin

KNews – Negara RI pusing: menambah utang dinyinyirin, menaikkan harga BBM diomelin. Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan di beberapa negara.

Sebelum pandemi, harga minyak mentah berada di kisaran US$ 60 per barel. Sekarang, harganya melonjak jadi US$ 110-120 per barel.

- Advertisement -

Indonesia sendiri masih menahan harga BBM karena disubsidi oleh APBN. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), upaya pemerintah itu membuat harga BBM di Indonesia lebih murah dibandingkan negara lainnya.

Pertalite saat ini dibanderol Rp 7.650 per liter. Padahal negara lain sudah menyentuh angka Rp 31.000-an per liter untuk Singapura dan Jerman, sementara Thailand Rp 20.878 per liter.

- Advertisement -

Namun, Jokowi tidak bisa memastikan apakah dana APBN masih kuat memberi subsidi BBM. Menurut Jokowi, jika pemerintah menaikkan harga BBM, mayoritas orang bakal tidak setuju.

Opsi menaikkan harga BBM jadi pro-kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat menyatakan setuju harga BBM naik demi mengurangi beban pemerintah. Namun tak jarang masyarakat dapat komentar miring terkait isu ini.

- Advertisement -

Di sisi lain, mempertahankan harga BBM membuat anggaran subsidi energi membengkak. Imbasnya anggaran belanja negara dalam APBN meningkat drastis

Subsidi energi turut berkontribusi pada kenaikan utang pemerintah. Indonesia diperkirakan memiliki utang mencapai Rp 7.000 triliun di tahun 2001.

Kondisi ini juga tidak mudah karena Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebagai bendahara negara kerap mendapat komentar miring terkait utang pemerintah yang kian bengkak.

Menurut Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan subsidi energi memang berkontribusi pada kenaikan utang pemerintah.

Bila penerimaan negara tak cukup membendung subsidi energi maka utang jadi solusi satu-satunya. Melihat fakta-fakta tersebut, Mamit menyebut subsidi energi harus diseleksi dan dikendalikan.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewanti-wanti pemerintah soal utang yang terus membengkak. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik pengelolaan utang di tahun anggaran 2021.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB yang sudah mencapai 40% dinilai menjadi sinyal buruk bagi pengelolaan utang pemerintah.

“Fraksi PKS memandang kenaikan rasio utang tahun 2021 jadi sebesar 40,7% ini jadi sinyal buruk bagi pemerintah,” kata juru bicara Fraksi PKS Hermanto dalam Rapat Paripurna DPR dengan pembahasan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2022, pekan lalu.

Ekonom senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam sepakat bahwa menahan harga BBM pasti akan menambah beban APBN. Namun jika tidak ditahan juga akan mendorong inflasi yang juga berbahaya ke perekonomian.

“Pilihannya adalah menahan harga BBM subsidi dengan meminimalkan beban APBN. Caranya dengan mengatur distribusi BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Itu sebabnya pemerintah mencoba menggunakan aplikasi,” tuturnya.

Di lain pihak, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira punya pendapat berbeda. Subsidi yang diberikan pemerintah justru tak akan banyak berpengaruh pada utang.

Masih banyak hal yang menurut Bhima lebih berkontribusi pada pembengkakan utang daripada subsidi energi. Misalnya, belanja modal dan barang yang dilakukan untuk instansi pemerintah.

Sebaliknya, Bhima bilang justru subsidi, khususnya pada sektor energi saat ini harus terus ditambah jumlahnya. Hal ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dirinya terkadang suka terbawa perasaan jika membicarakan utang.

Hal ini disampaikan dalam agenda UI International Conference on G20. Meskipun dalam kesempatan itu, Sri Mulyani mengklaim kondisi utang relatif aman dibandingkan negara lain.

“Rasio utang kita terhadap PDB sebenarnya sekarang turun menjadi 13,8% dari PDB. Jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia, ini masih dalam taraf yang relatif aman,” terang Sri Mulyani dalam acara UI International Conference on G20 Juni lalu. (RKZ/dtk)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini