spot_img
Selasa, Mei 7, 2024
spot_img

Kebijakan Presiden dan Menteri Kerap Menuai Kontroversi serta Lebih Parah dari Masa Soeharto!

KNews.id- Pakar Hukum dan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Mohammad Jamin menkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan menyamakannya dengan masa Orde Baru.

Kata dia, tingkat demokrasi pemerintahan Presiden Jokowi tak lebih baik dari masa Orde Baru. Hal ini karena kebijakan yang dikeluarkan belakangan ini terkesan seperti tangan besi.

- Advertisement -

“Bahkan bisa jadi orang mengatakan lebih parah dari masa orde baru sesungguhnya. Dalam banyak kasus, dalam banyak hal. Dalam konteks penegakan hukum, kebijakan pembangunan, dalam konteks, tanda kutip, diskriminasi dalam menangani kasus kelompok tertentu,” kata Jamin.

“Itu yang sering kali dinilai para ahli bahwa tingkat demokrasi kita sekarang tidak lebih baik dari masa Orde Baru,” sambungnya.

- Advertisement -

Ia menyoroti kebijakan Presiden Jokowi yang tuai kontroversi, seperti peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Kemudian, soal kewajiban lampiran keanggotaan BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang ingin melakukan sejumlah transaksi masyarakat mulai dari ibadah, jual beli tanah, hingga mengurusi Surat Izin Mengemudi (SIM).

- Advertisement -

Menurutnya, aturan pemerintahan Presiden Jokowi cenderung meresahkan masyarakat. Sebab, dinilai tak sensitif pada kondisi masyarakat di tengah pandemi.

“Kalau saya melihat, BPJS ini hak apa kewajiban sih? Kalau hak ya orang boleh menggunakan boleh enggak seharusnya. Kalau menjadi syarat untuk jual beli dan ibadah, ya BPJS ini sudah bukan lagi hak masyarakat, tapi kewajiban. Kalau hak masyarakat malah dibatasi, atau dieliminasi, karena syarat BPJS ini ya sama saja ini politik diktator,” ujarnya.

Lebih lanjut, masyarakat masih berharap dapat mengubah peraturan tersebut melalui gugatan di Mahkamah Agung. Namun, butuh proses yang cukup panjang. Tapi, tak ada yang menjamin apakah MA ingin bersikap independen dan memiliki sensitivitas yang sama dengan masyarakat sipil.

“Akan lebih baik ketika pemerintah responsif pada suara dan keluhan semua kalangan. Kemudian bersikap untuk mendengar dan enggak menutup kemungkinan untuk memperbaiki,” katanya.

Kata dia, gejolak paling terasa nantinya yakni keresahan sosial yang berkepanjangan.

“Ini bisa mengurangi kepercayaan masyarakat pada institusi pemerintah,” tandasnya. (AHM/wrtaek)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini