spot_img
Sabtu, Mei 4, 2024
spot_img

BUMN Sapi Perah Modus “Peng-Peng”

Oleh : Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST

 KNews.id- Rizal Ramli saat menjabat Menko Maritim dan Investasi pernah meluncurkan istilah “Peng-Peng” singkatan dari “Penguasa Merangkap sebagai Pengusaha”. Akibat statement Rizal Ramli akhirnya terjadi “benturan” antara-dia dan Wapres Jusuf Kalla (JK). Karena JK memang disamping menjabat sebagai Wapres, dia juga merangkap sebagai pengusaha antara lain dibidang IPP Listrik Swasta. Bahkan, hal itu ia lakoni sejak menjadi Wapres SBY periode pertama.

- Advertisement -

Karena benturan dengan Wapres JK, Rizal Ramli dieliminir dari Kabinet dan digantikan Luhut Binsar Panjaitan, yang sama-sama satu Ideologi dengan JK, yaitu, sama-sama sebagai “Peng-Peng” juga.

Di lingkungan PLN hal semacam ini diperlihatkan dengan jelas oleh Dahlan Iskan. Disamping sebagai Dirut PT. PLN, ia juga sebagai pengusaha pembangkit IPP. Sehingga sebagai Dirut PLN menjadi pembeli stroom dari IPP nya.

- Advertisement -

Ibaratnya uang mengalir dari kantong kiri ke kantong kanan (kok enak banget ? Itulah “Peng-Peng” dengan praktek conflict of interest itu dan konon ada seorang karyawan PLN level Kepala Divisi terkait jual beli stroom IPP terpaksa mengundurkan diri karena tidak mampu melaksanakan pesanan sang “boss” dalam mengatur kontrak listrik nya.

Jaman dulu praktek “sapi perah” terhadap BUMN ini dilakukan secara “cash” oleh oknum Menteri/Parlemen dsb terhadap BUMN. Kemudian sang oknum Direksi BUMN terkait yang “mengatur” nya (biasanya dengan mark up). Sehingga banyak kasus oknum Direksi BUMN terpaksa “sekolah” akibat hal di atas.

- Advertisement -

Namun dengan diubahnya Ideologi BUMN dari entitas Infrastruktur (Perum PLN) menjadi Komoditi yaitu menjadi PT. PLN (Persero), maka para oknum pejabat pemburu rente di atas langsung bisa lakukan manuver sebagai “Peng-Peng”. Karena untuk “obok-obok” PLN lebih gampang mengingat PT. PLN (Persero) sesuai UU No 40/2007 tentang PT tidak berbeda dengan PT “Dapur Ngebul” biasa.

Dan akhirnya mulai 2020 kemarin kelistrikan Jawa-Bali sudah dimiliki oleh Kartel Listrik Swasta yang terdiri dari Shenhua, Huadian , Chengda, Chinadatang, CNEEC, General Electric, Mitsubishi, Tommy Winata, Prayoga Pangestu dan Taipan 9 Naga lainnya (dengan  menggunakan kekuasaan JK, Luhut, Erick Tohir, Dahlan Iskan). Yang akhirnya kelistrikan Jawa-Bali mulai 2020 berlangsung mekanisme pasar bebas (MBMS). Dimana salah satu indikasinya adalah tender pengadaan stroom pembangkit dengan komponen “C” (bahan bakar).

Dari kejadian diatas, maka benar apa yang diprediksi dalam Sidang MK tentang JR UU No 20/2002 ttg Ketenagalistrikan, yaitu tarif listrik akan “liar” bila terjadi MBMS. Dan faktanya pada 8 Nopember 2020 Repelita Online mengutip statemen Kemenkeu bahwa subsidi listrik akan menjadi Rp 200,8 triliun (400% dari sebelumnya saat masih dikelola PLN).

Meskipun akhirnya PLN pada 24 Mei 2021 mengumumkan bahwa PLN justru untung Rp 5,99 triliun untuk 2020 . Tetapi dengan adanya angka subsidi yang diumumkan Kemenkeu Rp 200,8 triliun, maka terjadi perbedaan angka yang jomplang.

Mestinya DPR RI Komisi VI dan VII tanggap akan kejadian ini, dengan memanggil Menteri Keuangan, Menteri BUMN, MenESDM sekalian PLN. Mengapa terjadi sinyalemen yang berbeda? Meskipun yang dari Kemenkeu masih berupa data sekunder (dari media masa). Tapi ingat sesuai UU Pers media juga berperan dalam pengawasan.

Selanjutnya DPR RI perintahkan BPK untuk lakukan audit. Apalagi ada kerugian PLN sebesar Rp 500 triliun.

Dan perlu diketahui yang bertindak sebagai Akuntan Publik LK PLN 2020 adalah Price Waterhousecoppers (PWC) yang dipakai IFIs dalam konteks LOI 1997 guna menggiring Privatisasi PLN!

Kesimpulan:

  1. BUMN (khususnya PLN) menjadi semakin parah karena jurus Peng-Peng para oknum pejabat di atas. Karena berakibat terjadinya conflict of interest. Dan berakibat naiknya tarif listrik mulai Juli 2021.
  2. Kalau DPR RI tidak berani perintahkan BPK audit PLN secara keseluruhan berarti DPR RI juga sudah masuk dalam oligarkhi kekuasaan!

3. Kalau sudah seperti ini jangan salahkan rakyat bila berujung Revolusi Sosial seperti Kamerun sekitar tahun 2000. (Ade/bcra)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini