spot_img
Senin, Juli 1, 2024
spot_img

Apakah ICC Berwenang Mengadili dan Mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas?

KNews.id – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel dan Hamas atas kejahatan perang dan kemanusiaan. Tapi, apakah ICC memiliki kewenangan hukum untuk mengadili tindakan pidana dalam perang di Gaza?

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menanggapi dengan amarah terhadap kemungkinan dirinya menghadapi surat perintah penangkapan.

- Advertisement -

Menurutnya, Israel sedang berada dalam “perang yang melawan Hamas, sebuah organisasi teroris genosida yang melakukan serangan terburuk terhadap orang-orang Yahudi sejak Holokos.”

Dalam pernyataannya, Netanyahu dengan keras menyerang pribadi kepala jaksa ICC, Karim Khan, sebagai salah satu “antisemit terbesar di di zaman modern”. Khan, katanya, sama seperti hakim di era Nazi yang menolak dasar-dasar orang Yahudi dan membiarkan terjadinya Holokos.

- Advertisement -
Keputusan Khan untuk mengajukan surat penangkapan terhadap perdana menteri dan menteri pertahanan Israel adalah “menuangkan bensin ke dalam api antisemitisme yang berkobar di seluruh dunia.”

Dalam video yang dirilis oleh kantornya, Netanyahu berbicara dalam bahasa Inggris karena dia ingin pesan yang dia sampaikan menjangkau khalayak asing yang paling berarti baginya, yakni di Amerika Serikat.

Kemarahan yang diungkapkan oleh perdana menteri, dan digaungkan oleh pemimpin politik Israel, dipicu oleh halaman-halaman berbahasa hukum yang dipilih dengan cermat oleh Khan selaku kepala jaksa ICC yang juga merupakan penasihat Raja Inggris.

Kata demi kata dalam pernyataan Khan menjadi serangkaian tuduhan terhadap tiga pemimpin paling terkemuka Hamas serta perdana menteri dan menteri pertahanan Israel.

- Advertisement -

Kemauan untuk menerapkan hukum internasional dan hukum konflik bersenjata kepada semua pihak, tidak peduli siapa mereka, merupakan inti dari pernyataan Khan yang menjelaskan alasan mengapa ia mengajukan surat perintah penangkapan.

“Tidak ada prajurit, tidak ada komandan, tidak ada pemimpin sipil – tidak ada seorang pun – yang dapat bertindak tanpa mendapat hukuman.”

Hukum tersebut, kata dia, tidak bisa diterapkan secara selektif. Jika itu terjadi, “kita akan menciptakan kondisi yang menyebabkan keruntuhannya”. Keputusan untuk menjaga perilaku kedua belah pihak sesuai dengan hukum internasional lah yang kemudian memicu banyak kemarahan, dan tidak hanya di Israel.

Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa pengajuan surat perintah penangkapan itu adalah hal yang “keterlaluan”. Tidak ada “kesetaraan – tidak ada – antara Israel dan Hamas”.

Hamas menghendaki penarikan tudingan terhadap para pemimpinnya seraya mengeklaim bahwa jaksa ICC “menyamakan korban dengan pengeksekusi”.

Hamas kemudian menyebut bahwa permintaan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel datang terlambat tujuh bulan, setelah “pendudukan Israel melakukan ribuan kejahatan”.

Khan tidak membuat perbandingan langsung antara kedua belah pihak, kecuali untuk memaparkan klaimnya bahwa mereka berdua telah melakukan serangkaian kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dia juga menegaskan bahwa perang terbaru ini terjadi dalam konteks “konflik bersenjata internasional antara Israel dan Palestina, dan konflik bersenjata non-internasional antara Israel dan Hamas”.

Mahkamah ini memperlakukan Palestina sebagai negara karena memiliki status sebagai pengamat di PBB, yang berarti Palestina dapat menandatangani Statuta Roma yang membentuk ICC. Sementara Netanyahu telah menyatakan bahwa Palestina tidak akan pernah mendapatkan kemerdekaan dalam kepemimpinannya.

Alih-alih melihat persamaan yang memalukan dan salah antara, seperti yang dikatakan oleh Presiden Israel Isaac Herzog, “para teroris yang kejam dan pemerintah Israel yang dipilih secara demokratis”, kelompok-kelompok hak asasi manusia malah memuji cara jaksa ICC berupaya menerapkan undang-undang tersebut kepada kedua belah pihak.

Btselm, sebuah organisasi hak asasi manusia terkemuka Israel, mengatakan surat perintah penangkapan tersebut menandai “kemerosotan cepat Israel ke dalam jurang moral”.

“Komunitas internasional memberi sinyal kepada Israel bahwa negara itu tak lagi bisa mempertahankan kebijakan kekerasan, pembunuhan dan penghancuran tanpa akuntabilitas,” tambahnya.

Para pegiat hak asasi manusia telah bertahun-tahun mengkritik negara -negara Barat yang dipimpin AS lantaran menutup mata terhadap pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel, bahkan ketika mereka mengutuk dan memberikan sanksi kepada negara-negara lain yang tidak mendukung mereka.

Akan tetapi, tindakan yang diambil oleh Khan, bagi mereka, telah lama tertunda. Khan mengatakan bahwa tiga pemimpin utama Hamas melakukan kejahatan perang yang mencakup pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, pemerkosaan dan penyiksaan.

Orang-orang yang disebut namanya adalah Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di Gaza; Mohammed Deif, komandan Brigade Qassam – organisasi sayap militer Hamas; dan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas.

Sebagai bagian dari penyelidikan mereka, Karim Khan dan timnya mewawancarai para korban dan penyintas serangan 7 Oktober.

Dia mengatakan Hamas telah menyerang nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar: “cinta dalam sebuah keluarga, ikatan terdalam antara orang tua dan anak telah diubah menjadi menimbulkan rasa sakit yang tak terduga melalui kekejaman yang diperhitungkan dan sikap tidak berperasaan yang ekstrim”.

Israel, kata Khan, memang punya hak untuk membela diri. Namun “kejahatan yang tidak masuk akal” tidak “melepaskan Israel dari kewajibannya untuk mematuhi hukum kemanusiaan internasional”.

Kegagalan untuk melakukan hal tersebut, katanya, membenarkan dikeluarkannya surat perintah penangkapan Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan termasuk membuat warga sipil kelaparan sebagai senjata perang, pembunuhan, pemusnahan, dan serangan yang disengaja terhadap warga sipil.

Sejak awal tanggapan Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober, Presiden Biden telah mengeluarkan serangkaian teguran kepada Israel, menyatakan keprihatinan bahwa Israel telah membunuh terlalu banyak warga sipil Palestina dan menghancurkan terlalu banyak infrastruktur sipil di Gaza.

Namun dalam tindakan yang seimbang dengan sekutu dekatnya yang selalu dia dukung, Biden dan pemerintahannya belum menjelaskan secara terbuka apa maksudnya. Khan membuat interpretasinya sangat jelas. Israel, katanya, telah memilih cara-cara kriminal untuk mencapai tujuan perangnya di Gaza – “yaitu, dengan sengaja menyebabkan kematian, kelaparan, penderitaan besar, dan cedera serius” pada warga sipil.

Majelis hakim ICC kini akan mempertimbangkan apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan. Negara-negara yang menandatangani Statuta Roma ICC kemudian akan diwajibkan untuk menahan orang-orang tersebut jika mereka memiliki kesempatan.

Ke-124 negara penandatangan Statuta Roma ICC tersebut tidak termasuk Rusia, China, dan Amerika Serikat. Israel juga belum menandatanganinya.

Namun ICC telah memutuskan bahwa mereka mempunyai kewenangan hukum untuk mengadili tindakan kriminal dalam perang tersebut karena Palestina adalah pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.

Jika surat perintah penangkapan dikeluarkan, itu berarti Netanyahu, perdana menteri Israel yang paling lama menjabat, tidak akan bisa mengunjungi negara-negara Barat tanpa risiko ditangkap.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan tindakan ICC “tidak membantu menghentikan pertempuran, mengeluarkan sandera, atau memasukkan bantuan kemanusiaan”.

Namun jika surat perintah penangkapan dikeluarkan, Inggris harus melakukan penangkapan, kecuali jika mereka berhasil menyatakan bahwa Netanyahu memiliki kekebalan diplomatik. Pengecualian yang sangat penting bagi Netanyahu dan Gallant adalah Amerika Serikat.

Gedung Putih yakin ICC tidak memiliki yurisdiksi dalam konflik tersebut, sebuah posisi yang mungkin memperluas perpecahan di dalam partai Demokrat yang dipimpin Joe Biden terkait perang tersebut.

Kelompok progresif di AS menyambut baik tindakan ICC. Sekutu setia Israel di kalangan Partai Demokrat mungkin mendukung langkah Partai Republik untuk mengesahkan undang-undang yang memberi sanksi kepada pejabat ICC atau melarang mereka masuk ke AS.

Ketika desas-desus mengenai ini beredar di Eropa, Amerika, dan Timur Tengah beberapa minggu yang lalu, sekelompok senator Partai Republik mengeluarkan ancaman terhadap Khan dan stafnya seperti yang mungkin mereka dengar di film.

“Targetkan Israel dan kami akan menargetkan Anda… Anda telah diperingatkan.”

Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, juga tidak akan bisa bepergian dengan bebas. Kata-kata yang ia gunakan ketika mengumumkan bahwa Israel akan mengepung Gaza sering kali dikutip oleh para pengkritik tindakan Israel.

Dua hari setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, Gallant berkata: “Saya telah memerintahkan pengepungan total di Jalur Gaza. Tidak akan ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar, semuanya ditutup… kami memerangi hewan manusia dan kami bertindak sesuai”.

Dalam pernyatannya, Khan menulis bahwa “Israel secara sengaja dan sistematis merampas benda-benda benda-benda yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia dari penduduk sipil di seluruh wilayah Gaza”.

Kelaparan, katanya, terjadi di beberapa wilayah Gaza dan akan segera terjadi di wilayah lain. Israel menyangkal adanya kelaparan, dan mengeklaim bahwa kekurangan pangan bukan disebabkan oleh pengepungan mereka – namun karena pencurian oleh Hamas dan ketidakmampuan PBB.

Jika surat perintah penangkapan diberikan kepada Ismail Haniyeh, kepala cabang politik Hamas, dia harus berpikir lebih keras mengenai perjalanan rutinnya untuk bertemu dengan para pemimpin senior Arab.

Dia kemungkinan akan menghabiskan lebih banyak waktu di markasnya di Qatar, yang seperti Israel, tidak menandatangani Statuta Roma yang membentuk ICC. Dua tersangka lainnya adalah pemimpin Hamas, Yahya Sinwar dan Mohammed Deif, yang diyakini bersembunyi di suatu tempat di Gaza.

Surat perintah penangkapan tidak menambah banyak tekanan terhadap mereka. Israel telah berusaha membunuh mereka selama tujuh bulan terakhir. Surat perintah tersebut juga akan menempatkan Netanyahu dalam kategori tersangka pemimpin yang juga mencakup Presiden Rusia Vladmir Putin, dan mendiang Muammar Gaddafi dari Libya.

Putin menghadapi surat perintah penangkapan atas deportasi dan pemindahan anak-anak yang melanggar hukum dari Ukraina ke Rusia. Sebelum dia dibunuh oleh rakyatnya sendiri, surat perintah penangkapan Gaddafi adalah karena pembunuhan dan penganiayaan terhadap warga sipil tak bersenjata.

Ini bukanlah kelompok teman yang menarik bagi Benjamin Netanyahu, pemimpin negara yang membanggakan diri dengan demokrasinya.

(Zs/BBC)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini