spot_img
Minggu, Mei 19, 2024
spot_img

Akankah The Fed Menurunkan Suku Bunga Untuk Hindari Resesi Pengaruh Terhadap IHSG

Oleh : edhipranasidhi

KNews.id – Perkembangan terkini dari rilis data makro ekonomi dari AS selalu mengejutkan dan tentunya terkadang merubah paradigma dan cara pandang kita dalam menentukan kebijakan berinvestasi baik itu dipasar saham maupun dipasar komoditas dan uang.

- Advertisement -

Kita baru saja membahas tentang kemungkinan bahwa the Federal Reserve atau bank sentral AS tampaknya tidak akan dapat menurunkan suku bunga selama tahun 2024 karena keukeuhnya laju inflasi pada level sekitaran 3% atau yang masih diatas target the Fed pada kisaran 2%.

Tahan bantingnya laju inflasi di AS tentunya semua tahu karena hebatnya pertumbuhan tenaga kerja disana yang setiap bulannya rata-rata menambah 242 ribu tenaga kerja baru selama 12 bulan terakhir.

- Advertisement -

Namun apa yang kita bahas sebelum pengumuman data tenaga kerja disektor selain pertanian (non-farm payrolls/NFP) yang dirilis pada 3 Mei lalu, tampaknya harus berubah secara signifikan.

Menurut data terbaru, ekonomi AS pada April lalu hanya menambah 175 ribu tenaga kerja baru atau jauh dibawah konsensus ekonom pada angka 240 ribu dan juga dibawah rata-rata bulanan pada 242 ribu dalam 12 bulan terakhir. Penurunan terjadi terutama karena pemerintah federal AS hanya menambah delapan ribu tenaga kerja baru atau jauh dibawah rata-rata bulanan sebanyak 55 ribu dalam 12 bulan terakhir.

- Advertisement -

Disisi lain, penambahan tenaga kerja disektor konstruksi juga gak kemana mana, sementara perubahan sedikit lebih rendah terjadi disektor teknologi informasi, pertambangan, ekstrasi minyak bumi dan gas, layanan professional dan bisnis serta rekreasi dan perhotelan (pariwisata).

Yang menarik untuk dicermati tentunya adalah tiga sektor utama seperti teknologi informasi (IT), pariwisata dan gas dan minyak bumi.

Sektor IT: pertumbuhan tenaga kerja baru yang melandai di sektor ini tentunya idak mengejutkan setelah mengalami booming tenaga kerja selama tahun-tahun berakhirnya pandemi Covid-19. Penurunan tenaga kerja baru disektor ini juga diperkirakan akan diperparah dengan semakin masifnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dapat menggantikan pekerjaan yang slama ini dilakukan oleh manusia.

Sektor gas dan minyak bumi: Melemahnya Harga minyak bumi bulan April lalu sebanyak 7% kelevel $79,33 perbarrel dan kemudian pada 3 Mei kemarin turun lagi ke level $77,99 per barrel ditengarai akan menurunkan keinginan perusahaan-perusahaan disektor ini untuk menambah tenaga kerja baru dan jika Harga minyak bumi turun terus jelang pilpres AS pada 5 November mendatang akan tidak menutup kemungkinan akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sektor rekreasi dan hospitality (pariwisata). Sektor ini merupakan sektor yang paling banyak mempekerjakan tenaga kerja baru dan juga menyumbang kepada belanja konsumen yang besar yang selama ini memberikan kontribusi kepada laju inflasi. Jika tenaga kerja baru disektor ini menurun maka tentunya tingkat inflasi juga akan menurun.

Penurunan tingkat penambahan tenaga kerja baru ditiga sektor diatas tentunya juga akan menambah tingkat pengangguran di AS akan meningkat dan ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang pada kuartal pertama tahun ini hanya tumbuh 1,6% atau atau kurang dari setengah angka pertumbuhan ekonomi AS dikuartal empat 2023 dilevel 3,4%.

Sementara itu, tingkat pengangguran di AS pada April lalu menimgkat dari 3,8% menjadi 3,9% akibat hanya adanya penambahan tenaga kerja baru sbanyak 175 ribu itu.

JIka kondisi-kondisi diatas berlanjut, maka ekonomi AS pada kuartal dua sampai empat tahun 2024 kayaknya berpotensi terkontraksi yang berujung kepada resesi ekonomi. Secara teori, sebuah negara dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya tserkontraksi atau minu selama dua kuartal berturut-turut.

Situasi ini telah menimbulkan ekspektasi bahwa the Fed pada rapat komite kebijakan bank sentral AS atau Federal Open Market Committee (FOMC) dibulan 17-18 September dan 6-7 Nobember mendatang akan menurunkan suku dua kali untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi.

Pelaku pasar tampaknya akan mengkhawatirkan potensi resesi emonomi di AS disisa tahun 2024 yang dapat menurunkan sentiment berinvestasi secara global.

Namun yang patut dicermati tentunya adalah bahwa ekspektasi the Fed akan “terpaksa” menurunkan suku bunga akan menyemangati mereka untuk tetap dalam posisi membeli dalam jangka pendek semisal mulai besok Senin 6 Mei 2024 sampai beberapa hari kedepan untuk kemudian kembali mengambil posisi jual atau profit taking akibat ketakutan terhadap resesi ekonomi.

Apakah IHSG akan terpengaruh?, tentunya iya secara ekonomi AS menyumbang 25,2% kepada pertumbuhan ekonomi dunia. Namun untuk jangka pendek IHSG kayaknya masih bisa berpotensi menikmati kenaikan karena menguatnya rupah sebagai akbat melemahnya dolar AS terhadap semua mata uang Utama dunia dan menurunnya harga minyak bumi yang ujungnya diharapkan juga dapat menurunkan harga BBM dalam negeri sehingga dapat mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN Indonesia.

Selain itu tentunya Bank Indonesia juga diharapkan akan menurunkan suku bunga untuk mengantisipasi Langkah kebijakan moneter the Fed.

Secara umum resesi ekonomi di AS akan berpotensi mempengaruhi Harga emas yang diperkirakan masih akan berpotensi menyentuh angka $2.500 per troy ounce. Disisi lain, penurunan Harga minyak bumi juga diperkirakan akan berpotensi membawa penurunan harga batubara dan gas alam.

So, tetaplah… berjualanlah ketika semua rakus dan belilah ketika semua takut….

(Zs/NRS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini