spot_img
Selasa, April 23, 2024
spot_img

Soekarno Marah Besar ketika Soeharto Membubarkan PKI!

Soekarno menilai Soeharto sudah melebihi kewenangan yang diberiakannya. Proklmator itu mengirim surat 13 Maret 1966 atas koreksi Supersemar. Lewat surat itu, Soekarno mengingatkan Soeharto Supersemar adalah surat perintah bukan penyerahan kekuasaan maupun pengambilan keputusan politik.

Rencananya, surat itu akan disebarkan ke pelbagai tempat dan surat kabar. Menteri Penerangan Mayor Jenderal Achmadi ditunjuk sebagai penanggungjawab penyebaran surat tersebut.

- Advertisement -

Menjelang tengah malam, helikopter yang membawa Leimena dan Jenderal Hartono tiba kembali di Istana Bogor. Kepada Presiden Soekarno, Leimena melaporkan tanggapan Mayor Jenderal Soeharto setelah menerima surat perintah itu. “Sampaikan kepada Presiden, semua tindakan yang saya lakukan adalah atas tanggung jawab sendiri,” Leimena, seperti dikutip dalam buku A.M. Hanafi berjudul “A.M. Hanafi Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto” menirukan kata-kata Soeharto.

Jenderal Soeharto juga menolak menghadap Presiden keesokan harinya. Dia berkilah, ada rapat pimpinan Angkatan Bersenjata pada hari itu di Istana Merdeka, Jakarta. Mendengar penuturan Wakil Perdana Menteri Leimena, suasana menjadi hening dan muram. “Presiden diam dan kami pun terdiam. Om Jo menunduk melihat ke lantai,” kata Hanafi.

- Advertisement -

Pada 16 Maret 1966, dalam rapat kabinet, Presiden Sukarno menolak memenuhi permintaan Jenderal Soeharto agar memecat beberapa menteri yang dicurigai punya hubungan dekat dengan PKI, salah satunya Wakil Perdana Menteri Soebandrio. Tapi dua hari kemudian, daftar 15 menteri yang diincar gerakan mahasiswa dan Angkatan Darat, Harold Crouch menulis dalam bukunya, The Army and Politics in Indonesia, tersebar di jalan-jalan.

Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo bersama Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Amirmachmud memimpin operasi penangkapan ke-15 menteri itu. Di bawah tekanan gelombang protes mahasiswa dan Angkatan Darat, Presiden Sukarno terpaksa ‘melepaskan’ Soebandrio kepada Jenderal Amir. Kepada Amir, Presiden berpesan agar Soebandrio tak dibunuh.

- Advertisement -

Menurut Soeharto, ada beberapa dosa para menteri yang ditangkap itu. Soebandrio, Oei Tjoe Tat, Setiadi Reksoprodjo, dan Astrawinata dianggap punya kaitan dengan PKI dan Gerakan 30 September. Wakil Perdana Menteri Chaerul Saleh dan Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam dianggap punya dosa lain lagi. “Mereka secara tak bermoral hidup bermewah-mewah di tengah penderitaan rakyat.”

Pengaruh Jenderal Soeharto makin kokoh setelah, lewat sejumlah manuver, berhasil ‘mengubah’ status Supersemar menjadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara(MPRS) lewat Sidang MPRS pada akhir Juni hingga awal Juli 1966. Dengan keluarnya Tap. MPRS Nomor IX/MPRS/1966, Presiden Sukarno tak bisa lagi menganulir Supersemar.

Dalam pidato Soekarno pada 17 Agustus 1966 yang terkenal semboyan Jangan Sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah) ia mengecam pihak yang telah menghianati perintahnya. “Jangan jegal perintah saya. Jangan saya dikentuti!” pekiknya saat itu. Soekarno juga menekankan Supersemar bukan “transfer of authority, melainkan sekedar surat perintah”

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini