KNews.id – Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengambil peran DPR dan Presiden karena mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Almas Tsaqibbirru soal batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Dalam gugatannya yang diterima MK, Almas memohon agar aturan batas usia minimal 40 tahun tidak mengikat jika memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Menurut Hendardi, MK sesuka hati menafsir ketentuan open legal policy sesuai selera penguasa. MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional (constitutional evil).
“Dalam posisi ini, kelas kenegarawanan seperti apa yang hendak dibanggakan dari hakim-hakim MK?,” kata Hendardi.
Hendardi menyebut, jika dengan putusan ini Gibran Rakabuming Raka melenggang ke bursa Pilpres, maka bisa dipastikan putusan MK ini memang ditujukan untuk mempermudah anak Presiden Jokowi melanjutkan kepemimpinan sang ayah dan meneguhkan dinasti Jokowi dalam perpolitikan Indonesia.
“Tidak ada presiden yang sesibuk Jokowi dalam mempersiapkan penggantinya kecuali Jokowi. Hal ini terjadi bukan hanya karena nafsu kuasa Jokowi tetapi juga kecemasan akan masa depan dirinya yang landing dari kursi kepresidenan dengan warisan kebijakan yang buruk di banyak sektor,” kata Hendardi.