KNews.id – Munculnya duet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mengejutkan publik. Pasalnya, lahirnya duet ini atas restu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Padahal, sebagai kader PDIP, Jokowi seharusnya tegak lurus mendukung pasangan calon yang diusung partainya yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Sebab, cawe-cawe Jokowi untuk memunculkan pasangan Prabowo-Gibran dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.
Ya, hubungan Jokowi dengan Megawati saat ini diyakini sudah tak lagi harmonis. Ketidakharmonisan ini mencuat setelah Jokowi berani “melawan” usai menahan perasaan direndahkan oleh Megawati selama sembilan tahun terakhir. Dengan kata lain, sejak Jokowi menjadi presiden pada 2014.
Jika dilihat sejak sembilan tahun lalu, mantan Wali Kota Solo itu memang kerap direndahkan oleh Megawati. Terdapat beberapa pernyataan menohok dari putri presiden pertama RI Soekarno itu yang membuat Jokowi kehilangan harga diri dan wibawanya sebagai pribadi maupun presiden. Sebab, Megawati melontarkan pernyataan itu di muka umum.
Salah satu pernyataan Megawati untuk Jokowi yang sangat membekas di benak masyarakat menyangkut status petugas partai. Tercatat, perempuan berusia 76 tahun itu sudah mewanti-wanti Jokowi merupakan petugas partai saat berkampanye untuk PDIP jelang Pemilihan Legislatif dan Pilpres 2004 di Klaten, Jawa Tengah.
Ketika itu, Megawati secara tegas mengaku sudah memerintahkan Jokowi selaku petugas partai untuk menjadi capres adalah petugas partai. Selang satu bulan setelah momen tersebut, Megawati pun kembali mengingatkan Jokowi terkait statusnya sebagai kader maupun petugas partai dari PDIP.
Jokowi pun turut merespons dirinya dicap sebagai petugas partai. Saat masih berstatus capres pada 25 Mei 2014, ia sempat tak menampik soal adanya istilah petugas partai di internal PDIP. Namun, kata dia, ketika dirinya sudah menjadi wali kota, gubernur, atau presiden, PDIP tak ikut campur.
Namun, pada Kongres IV PDIP di Bali April 2015 atau setelah setahun Jokowi menempati kursi presiden, Megawati lagi-lagi melontarkan pernyataan soal petugas partai. Ia mempersilakan kader PDIP yang tidak suka dengan cap petugas partai agar keluar saja dari partai berlambang banteng moncong putih itu.
Ucapan Megawati yang terus memberi label Jokowi sebagai petugas partai itu kembali terlontar dalam beberapa kesempatan.
Kemudian, selain cap petugas partai, terdapat juga momen dan ucapan Megawati lainnya membuat panas telinga Jokowi.
Publik tentu masih ingat dengan video yang beredar luas di dunia maya pada pertengahan Juni 2022. Video ini menampilkan Presiden Jokowi seolah sedang menghadap Megawati dan disebut-sebut berlangsung jelang Rakernas II PDIP. Jokowi duduk di sebuah kursi di hadapan Megawati. Sementara, sejumlah pihak lainnya juga tampak di video itu. Salah satunya, putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani yang terlihat sibuk mengambil gambar dengan telepon seluler miliknya.
Pernyataan Megawati yang menyentil harga diri Jokowi juga mengemuka dalam peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Di acara itu, Mega menyebut Jokowi tidak akan ada artinya tanpa PDIP. Tak hanya itu, Mega juga mencibir sosok Jokowi yang tidak banyak dikenal publik sebelum diusung oleh partainya.
Suami dari Iriana itu juga dibuat tak berdaya kala Megawati selaku ketua umum PDIP mengumumkan PDIP mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres untuk Pilpres 2024.
Nasib Jokowi yang kerap direndahkan Megawati pun seolah tak terbendung. Video yang mengindikasikan Jokowi dan Megawati tak lagi akur juga bertebaran di dunia maya beberapa waktu belakangan ini.
Perseteruan Jokowi dan Megawati diduga kian meruncing saat PDIP mengumumkan Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar Pranowo di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat. Presiden Jokowi tak hadir dalam acara itu. Meski, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyebut Jokowi tak hadir lantaran sedang melakukan tugas negara mengunjungi China dan Arab Saudi.
Kendati begitu, Presiden Jokowi mengeklaim hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri baik-baik saja. Meski, ia mengakui sang putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, diusung menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
“Baik-baik saja,” kata Jokowi di Jakarta.
PDIP sendiri sudah membantah adanya konflik di antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. Bantahan ini dikemukakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sejak Mei 2023 lalu. Hasto menyebut, hubungan antara tokoh itu sudah lama terjalin. Bahkan, Hasto berani menyebut Jokowi sudah menganggap Megawati Soekarnoputri seperti ibunya sendiri.
Hasto mengungkapkan, hubungan Jokowi dan Megawati telah terjali sejak Jokowi terpilih sebagai Wali Kota Solo selama dua periode.
“Sehingga, di dalam hubungan yang sudah dimatangkan sejak beliau (Jokowi) menjadi wali kota, gubernur dan kemudian menjadi presiden dua periode. Itu hubungan yang sangat dalam,” ujar Hasto.
Belakangan, Politikus PDIP Pramono Anung turut membantah kabar keretakan hubungan Megawati dan Jokowi. Terlebih, jika konflik di antara keduanya dipicu majunya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo.
Pramono yang kini menempati posisi Sekretaris Kabinet menyebut relasi Jokowi dan Megawati tak ada masalah.
“Hubungannya baik-baik saja, rumor yang beredar enggak benar,” ujar Pramono.
Ketua DPP Puan Maharani pun menampik anggapan Jokowi dan Megawati berseteru imbas penolakan terhadap usulan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Ia menyebut, Jokowi tak pernah melontarkan permintaan perpanjangan jabatan presiden ke Megawati.
“Enggak, enggak pernah setahu saya,” kata Puan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah memandang, Presiden Jokowi saat ini tengah memuaskan hasrat berkuasanya. Menurut Dedi, Jokowi mulai berubah sikap seiring kian dekatnya Pemilu 2024. “Sehingga memungkinkan adanya post power syndrome, dan mungkin saja ketakutan Jokowi tidak berkuasa lagi,” kata Dedi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Terlebih, ujar Dedi menambahkan, Jokowi terbukti mendorong anak sulungnya, Gibran dipasangkan dengan Prabowo. Selain itu, turut terindikasi menggunakan pengaruhnya sebagai presiden hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonusa Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengamini soal perseteruan yang terjadi antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Namun, ia menilai, konflik di antara keduanya lebih mengarah soal perbedaan kepentingan, bukan akibat dendam atau faktor direndahkan.
“Jokowi punya kepentingan untuk mengamankan dirinya setelah lengser menjabat presiden. Kepentingan Jokowi itu tentunya berkaitan juga dengan keluarga dan kroni-kroninya,” ujar Jamiluddin.
Ia menilai, hal itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, kata Jamil, Jokowi tidak yakin Ganjar Pranowo, yang diusung capres oleh PDIP, dapat mengamankan kepentingannya.
“Ganjar bisa jadi dinilai Jokowi akan lebih loyal kepada Megawati bila nantinya terpilih menjadi presiden,” ujar Jamil.
Oleh karena itu, Jamil menduga Jokowi mencari capres yang lebih diyakininya dapat mengamankan kepentingannya. Atas dasar itu, menurut Jamil, Jokowi lebih memilih Prabowo Subianto.
“Untuk memperkuat keyakinannya itu, Jokowi tampaknya menyodorkan anaknya Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres,” ujar Jamil.
Di saat bersamaan, keinginan Jokowi itu dipenuhi oleh Prabowo. Dengan demikian, kata Jamil menegaskan, Jokowi lebih yakin terhadap sosok Prabowo Subianto. (Zs/Dmkrzy)